TANYA, muisulsel.com – Assalamualaikum ustadz, Bagaimana hukumnya ini soal Uang Panai? Bisa kah kodong ini dipahamkan warga Sulsel biar ada patokan standarnya, supaya Kami para gadis ini bisa segera dilamar untuk menikah
dari Warga 08872507017xxx
JAWABAN:
Islam hadir dengan seperangkat aturan dalam menjadi agama rahmatan lilalamin atau rahmat bagi seluruh alam. Peraturan Islam itu mudah dan tidak memberatkan, selagi apa yang dikerjakan tidak bertentangan dengan aturan Islam. Maka Islam hadir tidak pernah mempersulit aktivitas manusia salah satunya dalam menjalankan ibadah pernikahan.
Sebagaimana dalil yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat ke 25:
فَانكِحُوهُنَّ بِإِذْنِ أَهْلِهِنَّ وَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“…Maka nikahilah mereka para perempuan dengan izin keluarga mereka dan berikanlah mahar-mahar mereka dengan cara yang ma’ruf.” (QS. An-Nisa'[4]: 25)
Sebab mahar dalam Islam adalah media yang bertujuan untuk memuliakan wanita. Berapapun yang diberikan mempelai pria berdasarkan kesanggupannya merupakan salah satu bentuk keseriusan dalam menjalankan pernikahan.
Olehnya itu hal-hal yang berkitan dengan proses perayaan pernikahan bukan lagi menjadi hal yang mempersulit penyatuan dua insan dalam ikatan pernikahan. Sebab syarat sahnya menikah adalah adanya mahar, ijab kabul, mempelai laki-laki dan perempuan, wali, dan saksi.
Lalu bagaimana dengan ketentuan uang panaik dalam syariat Islam?
Uang Panaik merupakan sejumlah uang yang diberikan oleh calon suami kepada keluarga calon istri yang digunakan sebagai biaya acara resepsi pernikahan (walimatul ‘urs). Uang Panaik atau uang belanja merupakan ketentuan adat yang berlaku dalam suku adat Bugis dan hal ini bersifat wajib.
Semakin tinggi status sosial calon mempelai wanita atau bahkan status pendidikannya, maka akan semakin tinggi pula nilai uang panaik yang diminta pihak keluarganya.
Menurut adat Bugis uang panaik merupakan salah satu pra-syarat pernikahan, sehingga masyarakat Bugis mengatakan bahwa tidak ada uang panaik berarti tidak ada perkawinan. Karena bagi mereka kewajiban atau keharusan memberikan uang panaik sama seperti kewajiban memberi mahar.
Pemberian uang panaik tidak ada didalam hukum Islam, hukum Islam hanya mewajibkan dalam pemberian mahar kepada calon istri dan dianjurkan kepada pihak wanita agar tidak meminta mahar secara berlebihan. Proses penentuan jumlah uang panaik dilakukan dengan musyawarah antara kedua belah pihak yang pada akhirnya akan mencapai sebuah kesepakatan, dan dengan adanya sebuah kesepakatan ini maka uang panaik di dalam Islam hukumnya menjadi mubah atau boleh.
Dalam hukum Islam tidak ada batasan terendah dan terbanyak dalam ukuran pemberian mahar atau dalam mengadakan acara walimatul ‘urs, namun banyak dari hadis Nabi Muhammad SAW menerangkan bahwa wanita yang paling membawa berkah adalah yang paling sederhana maharnya. (*)