Bagaimana Seharusnya Kaum Muslimin di Bulan Muharram?

Oleh:
Chamdar Nur Lc SPd MPd, anggota Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional MUI Sulsel.

Di zaman dahulu sebelum datangnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bulan Muharram ini bukanlah dinamakan bulan Al-Muharram, tetapi dinamakan bulan Shafar Al-Awwal, sedangkan bulan Shafar dinamakan Shafar Ats-Tsani.

Setelah datangnya Islam kemudian Bulan ini dinamakan Al-Muharam yang di dalam bahasa Arab artinya adalah waktu yang diharamkan untuk tidak menzalimi diri-diri berbuat dosa dan di antara bulan yang tidak boleh ada pertumpahan darah di dalamnya.

Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam kalender Hijriyah. Bulan ini disebut oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Syahrullah (Bulannya Allah). Tentunya, dan berbicara tentang keutamaan bulan Muharram maka sudah tentu bulan ini memilki keutamaan yang sangat besar, yaitu;

1. Puasa Asyura di bulan Muharram, berpuasa ‘Asyura tanggal 10 Muharram sangat ditekankan, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda Dan puasa di hari ‘Asyura’ saya berharap kepada Allah agar dapat menghapuskan (dosa) setahun yang lalu (HR. Muslim). Dan di antara yang dianjurkan adalah berpuasa sebelumnya yaitu pada tanggal 9 Muharram atau berpuasa di tanggal 11 Muharram sebagai amalan untuk menyelisihi kebiasaan umat Yahudi yang juga berpuasa di tanggal 10 Muharram.

2. Menjauhi perbuatan dosa, hal ini berdasarkan firman Allah dalam QS At-Taubah ayat 36 yang artinya: “Janganlah kalian menzalimi diri-diri kalian di dalamnya”, karena berbuat dosa pada bulan-bulan haram ini lebih berbahaya daripada di bulan-bulan lainnya. Imam Qatadah rahimahullah pernah berkata;

“Sesungguhnya berbuat kezaliman pada bulan-bulan haram lebih besar kesalahan dan dosanya daripada berbuat kezaliman di selain bulan-bulan tersebut. Meskipun berbuat zalim pada setiap keadaan bernilai besar, tetapi Allah membesarkan segala urusannya sesuai apa yang dikehendaki-Nya.(Tafsir Imam Ibnu Abi Hatim)

3. Konsistensi terhadap amalan wajib dan juga yang sunnah, sebagaimana dalam hadits qudsi, yang artinya; Dan tidaklah seorang hamba mendekat kepada-Ku; yang lebih aku cintai daripada apa-apa yang telah Aku fardhukan kepadanya. Hamba-Ku terus-menerus mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku pun mencintainya. Bila Aku telah mencintainya, maka Aku pun menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia pakai untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia pakai untuk berjalan. Bila ia meminta kepada-Ku, Aku pun pasti memberinya. Dan bila ia meminta perlindungan kepada-Ku, Aku pun pasti akan melindunginya.(HR. Bukhari).
Maka sudah seharusnya seorang muslim menyibukkan dirinya melakukan amalan-amalan kebajikan terkhusus di bukan yang mulia ini.

4. Senantiasa bertaubat dan beristighfar kepada Allah, sebagaimana dalam firman-nya QS at-Tahrim ayat 8, yang artinya; Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

Baca juga:

Tonton Giat Pemateri Pendidikan Kader Ulama MUI Sulsel 2022

Tonton: MUI Sulsel Ulas Makna di Balik Asyura

(dihimpun Irfan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
1
MUI MENJAWAB: Silahkan ajukan pertanyaan seputar Islam, akan dijawab Langsung ULAMA dari MUI SULSEL.