Makassar, muisulsel.com – Seorang hamba Allah yang shaleh berasal dari keluarga Fir’aun dengan membesarkan harapan. Ia berani berucap benar dan menasehati keluarga Fir’aun agar tunduk kepada Allah swt. Allah abadikan kisahnya di dalam Al Qur’an:
فَسَتَذْكُرُوْنَ مَآ اَقُوْلُ لَكُمْۗ وَاُفَوِّضُ اَمْرِيْٓ اِلَى اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ بَصِيْرٌ ۢبِالْعِبَادِ
Maka kelak kamu akan ingat kepada apa yang kukatakan kepadamu. Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.
Salah satu wujud membesarkan harapan yang dicontohkan Nabi saw tiga hari sebelum Rasulullah saw wafat adalah Nabi saw menghadirkan baik sangka di dalam hati beliau bersabda:
لَا يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلَّا وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Janganlah salah satu diantara kalian mati, kecuali berprasangka baik terhadap Allah.”(HR: Muslim).
Imam Syafi’i rahimahullah juga menghadirkan rasa baik sangka seperti yang dirasakan Rasulullah saw yaitu saat Imam Syafi’i di akhir hayatnya:
وقال الشافعي- رحمه الله :
ولما قسى قلبي وضاقت مذاهبي ** جعلت الرجَاء مني لعفوك سُلَّما
تعاظمني ذنبي فلما قرنته ** بعفوك ربي كان عفوك أعظما
Saat hati jadi keras, pikiran pikiranku jadi lemah.
Aku jadikan harapan dariku sebagai tangga mencapai ampunanMu ya Allah,
Sungguh dosaku memberatkanku namun saat kubandingkan dengan ampunanMu ya tuhanku, sungguh kudapati ampunanMu lebih Agung.
Bentuk harapan lain bagi seorang mukmin terlihat saat ia memohon ampunan dan tobat dari kekhilafan kekhilafan, maka itu pencapaian besarnya di sisi Allah swt, dalam hadis Qudsi Allah berfirman:
قَالَ اللهُ تبارك و تَعَالَى: “يَا ابْنَ آَدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِيْ وَرَجَوْتَنِيْ غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فيك وَلا أُبَالِيْ… رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحَيْحٌ.
Allah berfirman: ”Wahai Bani Adam, sesungguhnya jika engkau senantiasa berdoa dan berharap kepada–Ku niscaya Aku akan mengampunimu semua dosa yang ada padamu dan Aku tidak peduli.
Seorang yang besar harapannya kepada Allah swt, selalu tahu mana penyakit dan mana obatnya sebagaimana Qatadah rahimahullah katakan: “Perbanyaklah istigfar dalam segala kondisi dan tempat, penyakitmu adalah dosa dosamu dan pelanggaranmu, sementara obatmu adalah istigfarmu dan tobatmu”.
Harapan besar pada diri muslim terwujud dalam tobat dan istigfarnya sementara ungkapan ketidak pedulian itu adalah lupa istigfar dan lupa tobat, Allahu A’lam.