Dr KH Syamsul Bahri Abd Hamid Lc MA (Sekertaris Komisi Fatwa MUI Sulsel)
Makassar, muisulsel.or.id – Berbagai urusan dan tanggung jawab yang dipikulkan Allah swt di pundak Nabi Muhammad saw. Beban yang terberat adalah mengajak manusia kepada kebaikan dan mencegah keburukan.
Rasullulah saw sebagaimana para pemimpin yang ada, merancang, memprogram dan menata kehidupan manusia agar manusia berada di jalan kebenaran dan keadilan.Banyak hal yang menjadi tanggung jawab Rasulullah saw yang harus ditunaikan segera, namun rasul tidak serta merta mengerjakannya kecuali nabi merundingkannya dengan orang yang ada di sekitarnya:
قال أبو هريرة – رضي الله عنه -:
“ما رأيت أحدًا أكثر مُشاورةً لأصحابه مِن رسول الله – صلى الله عليه وسلم
Abu Hurairah berkata : “Belum pernah saya lihat seseorang banyak ia bermusyawarah seperti saya melihat nabi bermusyawarah dengan sahabatnya”.
Abu Bakar ra adalah teman musyawarah nabi dalam berbagai urusan, selain itu Rasulullah saw juga meminta pendapat kaum Anshar secara sepihak tanpa melibatkan kaum Muhajirin, bila ada hal-hal yang berkaitan dengan keamanan kota Madinah, kemaslahatan masyarakat Madinah dan keutuhan persatuan dan kesatuan di Madinah.
Mengapa kaum Anshar lebih banyak diajak musyawarah karena orang Anshar adalah komunitas mayoritas di Madinah, segala hal yang sifatnya mengandung banyak rezeki bersama, maka mesti dampaknya yang besar adalah pada kaum Anshar, maka pendapat kaum Anshar memiliki posisi tawar yang tinggi bagi nabi di Madinah Al-Munawwarah.
Dalam hal orang Madinah telah menyetujui sesuatu hal, maka tersisa adalah dampak kesepakatan itu perlu dilihat bagi kaum pendatang yaitu Muhajirin maka rasul juga meminta pendapat kaum Muhajirin tentang kesiapan bersama sama menanggung suatu tanggung jawab kemasyarakatan.
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ
وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ﴾ [ الشورى: 38]
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka. [shura: 38]
Contoh dari semua itu masalah-masalah kemufakatan dalam hal pertahanan atau hal berangkat perang maka musyawarah pasti dilakukan nabi saw. Musyawarah juga dilakukan dalam penetapan hukum kemasyarakatan, nabi pernah meminta pendapat Ali, Usama dan Barirah ra tentang fitnah yang menimpa Aisyah ra, Nabi saw menerima pendapat hamba sahaya Barirah yang mengatakan Aisyah itu bersih dari fitnah.Nabi juga pernah menerima saran dari Umar pada perang Tabuk agar tidak menggiring pasukan ke arah utara Tabuk agar tidak bentrok dengan Romawi. Dalam masalah tawanan Abu Bakar sarankan uang tebusan tahanan, sementara Umar sarankan eksekusi, nabi memilih pendapat Abu Bakar yaitu tebusan dari keluarga tawanan diterima.
Demikian tatanan musyawarah itu dilakukan nabi untuk membangun leadership dalam kehidupan kaum muslimin. Adapun prinsip musyawarah penting khususnya bagi mereka yang mencanangkan gerakan pengentasan, pemberdayaan, persamaan hak, penerapan keadilan dan peningkatan nilai-nilai sosial.
Musyawarah adalah jalan dan metode untuk mufakat, sehingga ada hal mencerminkan substansi, membuka kebutaan, menghamparkan validasi, menjernihkan pendapat yang keliru, serta memaksimalkan upaya dan kemampuan, sehingga berdampak pada terbaginya tanggung jawab dan menghilangkan problematika umat yang merintangi dan menghalangi kemajuan dan kesejahteraan. Keberadaan metode syurah ini menjadi dasar sahnya perilaku tawakal seseorang, tidak bisa mengajak orang lain bertawakkal bila tidak dimulai dari surah inilah makna firman Allah swt :
فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ
فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
“… Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.
Musyawarah dengan sahabat dan dengan semua pihak yang hadir di sekeliling kita adalah musyawarah natural dan lumrah, ada yang lain sepenting musyawarah yang tak kalah penting bersinergi dengan musyawarah itu, hal yang disebut Istikharah, hal tersebut terkategori musyawarah tingkat tinggi adalah meminta pandangan, restu dan ridha Allah swt atas suatu urusan yang belum dikerjakan dan masih dalam program pelaksanaan.
Istikharah itu adalah bermusyawarah dengan Allah swt. Seorang mukmin sejati harus melaksanakan istikharah bila hendak menentukan pilihan atau memilah yang terbaik dari yang baik, ini adalah sunnah yang telah hadir dan eksis dalam hal penentuan pilihan terbaik dalam kacamata Islam:
كَانَ رسولُ الله صلى الله عليه وسلم يُعَلِّمُنَا الاسْتِخَارَةَ في الأمُورِ كُلِّهَا كَالسُّورَةِ مِنَ القُرْآنِ، يَقُولُ: ((إِذَا هَمَّ أحَدُكُمْ بِالأمْرِ، فَلْيَركعْ ركْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الفَرِيضَةِ، ثُمَّ ليقل: اللَّهُمَّ إنِّي أسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ، وَأسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وأسْألُكَ مِنْ فَضْلِكَ العَظِيْمِ، فَإنَّكَ تَقْدِرُ وَلا أقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلا أعْلَمُ، وَأنْتَ عَلامُ الْغُيُوبِ. اللَّهُمَّ إنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أنَّ هَذَا الأمْرَ خَيْرٌ لِي في دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أمْرِي)) أَوْ قَالَ: ((عَاجِلِ أمْرِي وَآجِلِهِ، فاقْدُرْهُ لي وَيَسِّرْهُ لِي، ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ. وَإنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أنَّ هَذَا الأَمْرَ شَرٌّ لِي في دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي)) أَوْ قَالَ: ((عَاجِلِ أمْرِي وَآجِلِهِ؛ فَاصْرِفْهُ عَنِّي، وَاصْرِفْنِي عَنْهُ، وَاقْدُرْ لِيَ الخَيْرَ حَيْثُ كَانَ، ثُمَّ أرْضِنِي بِهِ)) قَالَ: ((وَيُسَمِّيْ حَاجَتَهُ)) رواه البخاري.
Dari Jabir r.a., katanya: “Rasulullah Saw mengajarkan kepada kita cara melakukan shalat istikharah yakni mohon pilihan kepada Allah, mana yang terbaik antara dua perkara atau beberapa perkara dalam segala macam urusan, sebagaimana Nabi Saw mengajarkan surat dari al-Quran. Nabi bersabda: “Jikalau seorang dari engkau semua berkehendak pada suatu perkara, maka hendaklah shalat dua rakaat yang tidak termasuk shalat fardhu, kemudian ucapkanlah:
” Ya Allah, saya mohon pilihan kepadaMu dengan ilmuMu dan saya mohon ditakdirkan untuk mendapatkan yang terbaik antara dua atau beberapa perkara- dengan kekuasaanMu, juga saya mohon kepadaMu akan keutamaan yang agung, karena sesungguhnya Engkau adalah Maha Kuasa sedang saya tidak kuasa apa-apa, juga Engkau adalah Maha Mengetahui sedang saya tidak mengetahui dan Engkau adalah Maha Mengetahui segala sesuatu yang ghaib. Ya Allah, jikalau Engkau mengetahui bahwa perkara ini memang baik untuk agamaku, kehidupanku dan akibat perkaraku atau beliau bersabda: “Baik untuk urusanku sekarang dan urusanku di kemudian hari, maka takdirkanlah itu untukku dan permudahkanlah mendapatkannya padaku, selanjutnya berilah keberkahan padaku dalam urusan itu. Tetapi jikalau Engkau mengetahui bahwa perkara ini adalah buruk untuk agamaku, kehidupanku dan akibat perkaraku atau beliau Saw menyabdakan: “Baik untuk urusanku sekarang dan urusanku di kemudian hari maka belokkanlah itu dari diriku dan belokkanlah aku daripadanya, lalu takdirkanlah mana-mana yang baik untukku di mana saja adanya kebaikan itu dan seterusnya berikanlah keridhaan padaku dengan melakukan yang baik tadi.” .Beliau Saw bersabda: “Dan orang yang melakukan istikharah itu supaya menyebutkan apa yang menjadi hajat keperluannya.” (Riwayat Bukhari).
Secara konklusi istikharah dan musyawarah merupakan dua metode dalam ajaran Islam yang menjamin kesuksesan, dan meninggalkan dua duanya atau salah satunya adalah ketimpangan dalam urusan bahkan perbuatan meninggalkan ini dapat menjadi penyebab kegagalan dan kekisruhan. Wallahu A’lam.
Irfan Suba Raya