Makassar, muisulsel.or.id – Assalamu Alaikum. Saya ingin menanyakan perihal seorang anak yang memperbagus kuburan orang tuanya, seperti disemen dan di kramik?
(0858 2855 XXXX)
JAWABAN
Dua arus pandangan ulama tentang hukum membangun kuburan. Perbedaan pandangan itu didasari pada Hadis Nabi sebagai berikut:
Fadhalah bin Ubaid radhiallahu ‘anhu berkata:
“Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk meratakannya (kuburan).” (HR Muslim 968)
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang menyemen kuburan, duduk di atasnya, dan membuat bangunan di atasnya.” (HR Muslim 970).
Ulama ada yang memahaminya secara qath’I tanpa perlu penjelasan lebih lanjut dengan menyatakan keharamannya. Apalagi jika jenazah dikuburkan pada pemakaman umum dan dibuat sebuah bangungan di atasnya, maka hukumnya adalah haram dan kita diwajibkan untuk membongkar bangungan tersebut.
Sebagian pula memahaminya dengan penjelasan;
Syekh Zainuddin al-Maliabar pada kitab Fath al-Mu’in menjelaskan,
“Makruh membangun kuburan, sebab adanya larangan syara’. Kemakruhan ini ketika tanpa adanya hajat, seperti khawatir dibongkar, dirusak hewan atau diterjang banjir. Hukum makruh membangun kuburan ini ketika mayit dikubur di tanah miliknya sendiri, jika membangun kuburan dengan tanpa adanya hajat atau memberi kubah pada kuburan ini di pemakaman umum, yakni tempat yang biasa digunakan masyarakat setempat untuk mengubur jenazah, baik diketahui asalnya dan keumumannya atau tidak, atau dikuburkan di tanah wakaf, maka membangun kuburan tersebut hukumnya haram dan wajib dibongkar, sebab kuburan tersebut akan menetap selamanya meski setelah hancurnya mayit, dan akan menyebabkan mempersempit umat muslim tanpa adanya tujuan” (Syekh Zainuddin al-Maliabar, Fath al-Mu’in, hal. 219).
Namun, hal tersebut berbeda jika kuburan tersebut adalah milik jenazah orang yang shaleh, ulama, atau kekasih Allah, maka makam tersebut boleh diabadikan dengan dibangun agar orang-orang dapat berziarah ke sana, seperti yang dikatakan dalam Hasyiyah I’anah Ath-Thalibin:“Makam para ulama boleh dibangun meskipun dengan kubah, untuk menghidupkan ziarah dan mencari berkah. Al-Halabi berkata: ‘Meskipun di lahan umum’, dan ia memfatwakan hal itu.” (Syekh Abu Bakr Muhammad Syatha, Hasyiyah I’anah Ath-Thalibin, juz 2, hal. 137).