Isra Mikraj Sebagai Kado Tuhan Kepada Hambanya

Makassar, muisulsel.or.id – Peristiwa Isra’ nabi, seringkali menggelitik perasaan dan pikiran untuk memasuki persoalan-persoalan musykil. Terdapat kesadaran yang kadang dengan sebuah pertanyaan.

Apakah cerita isra’ mikraj itu merupakan kisah atau cerita sejati atau sekedar cerita rekaan? Sebab dalam kisah isra mikraj terdapat banyak peristiwa ajaib bahkan terkesan absurd yang mesti diyakini kendatipun tidak diketahui secara pasti bagaimana peristiwa-peristiwa tersebut terjadi.

Alkisah sebelum nabi di isra’kan dadanya dibedah, dikeluarkan isinya untuk disucikan dengan air zam-zam. Kemudian nabi mengendarai buraq yang mengantarkannya hingga ke Sidrah al-Muntaha’. Tidak kalah menariknya adalah peristiwa negosiasi tentang jumlah shalat serta nabi sempat dipertemukan dengan beberapa nabi.

Berbagai rentetan peristiwa yang dialami nabi tersebut, bagi kaum empirisis dan rasionalis, yang melepaskan diri dari bimbingan wahyu, dapat saja menggugat: bagaimana mungkin kecepatan, yang melebihi kecepatan cahaya, kecepatan yang merupakan batas kecepatan tertinggi, dapat terjadi? Bagaimana mungkin manusia dapat melepaskan diri dari daya tarik bumi? Apakah mungkin terjadi karena tidak sesuai dengan hukum alam?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut mungkin pernah menghinggapi pikiran banyak orang, namun umat yang dituntun berdasarkan ajaran agama Islam harus menanamkan dengan kokoh bahwa dasar percaya dan yakin mengenai peristiwa tersebut benar adanya. Memang di dalam agama Islam terdapat dimensi-dimensi tertentu yang tak dapat dijangkau oleh akal pikiran manusia sehingga selaku umat Islam mesti menerima kebenaran itu dengan bila kaifa.

Memang, pendekatan yang paling tepat untuk memahaminya adalah pendekatan imaniya. Inilah yang ditempuh oleh sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq, yang menyatakan “Apabila Muhammad yang memberitakannya, pasti benarlah adanya” oleh sebab itu uraian ini berusaha untuk memahami peristiwa tersebut melalui apa yang dipercayai kebenarannya berdasarkan bukti-bukti ilmiah yang dikemukakan oleh al-Qur’an.

Isra’ mikraj merupakan tradisi kenabian dalam agama samawi. Beberapa nabi sebelum Rasulullah juga pernah berisra’ mikraj dengan cara-cara yang berbeda-beda, pada umumnya beliau-beliau di isra dan mikrajkan dikala mengalami duka dan penderitaan.

Sebagaimana nabi Ibrahim mendapatkan pengalaman Mikraj ketika berhijrah ke Kan’an akibat pengusiran rezi raja Namrudz. Nabi Musa mikraj setelah melaksanakan puasa selama 40 hari di atas Bukit Tur Sinin.

Nabi Muhammad ketika mengalami duka nestapa, dalam sejarah disebutkan sebagai tahun duka, karena belum habis bekas derita akibat pemboikotan ekonomi dan bahan pangan selama tiga tahun, Abu Thalib dan Khadijah meninggal dunia. Dalam kondisi itulah Rasulullah diisra’ mikrajkan oleh Allah Swt untuk membangkitkan semangat spritual beliau dari penderitaan, kesedihan, kejenuhan dan rasa keputusasaan akibat kondisi yang dialaminya.

Isra’ mikraj menunjukkan bahwa Allah hendak menenangkan perasaan Rasulullah dari beban psikologis yang dapat melemahkan daya spritualnya. Inilah makna sesungguhnya isra’ mikraj. Tidak selamanya harus diartikan perjalanan pisik dan roh, namun juga dapat berarti kemenangan atas belenggu duka dan penderitaan yang mengancamnya melalui pembangkitan daya spritual.

Salah satu buah Isra’ dan Mikraj adalah perintah shalat yang diterima langsung oleh Rasulullah Saw dari Allah Swt dengan cara yang berbeda dengan ibadah-ibadah lainnya. Pertemuan langsung antara makhluk dan sang khalik, dimana dimata Tuhan tak ada yang mustahil jika Tuhan berkehendak, sebagaimana dalam Al-Qur’an surah al-Isra’ ayat :1

سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِي بَٰرَكۡنَا حَوۡلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنۡ ءَايَٰتِنَآۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ ١

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Pada kata بِعَبۡدِهِ menunjukkan kedekatan khusus kepada Allah swt yang diawali kata أَسۡرَىٰ dimana Allahlah yang berkehendak untuk memperjalankan Rasulullah Saw. Informasi tersebut tidak lagi menjadikan keraguan bagi kita selaku umat Islam tentang peristiwa isra dan mikraj, karena kita yakin bahwa apapun yang Allah kehendaki untuk terjadi maka pasti terjadi.

Ibadah salat juga merupakan satu media yang harus dijalankan secara tertib dan istiqamah, terutama jika manusia dilanda kegalauan, penderitaan panjang dan kesedihan tak berkesudahan.

Tumpahkanlah keluh kesah kepada Allah dengan media shalat, curhatkanlah segalanya kepada Allah dan mohonkanlah solusi terhadap cobaan yang dialami sebab Allah tidak mungkin menguji hambanya diluar dari kemampuannya.

Semoga peristiwa isra dan mikraj tahun ini menambah kedekatan, kekuatan iman dan takwa kita menuju pribadi istiqamah dalam ibadah kepada Allah Swt.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
1
MUI MENJAWAB: Silahkan ajukan pertanyaan seputar Islam, akan dijawab Langsung ULAMA dari MUI SULSEL.