Makassar, muisulsel.com – Peristiwa gerhana bulan adalah suatu fenomena alam yang sudah pernah terjadi sebelumnya bahkan di zaman Nabi pun hal ini pernah terjadi.
Majelis Ulama Indonesia Sulawesi Selatan menggelar shalat gerhana yang dilaksanakan di Masjid Al Markaz bekerjasama dengan para pengurus masjid dan Prodi Ilmu Falak UIN Alaluddin Makassar. Shalat gerhana ini dipimpin oleh Drs. KH. Mursyidin Hamid pada hari Selasa, 08/11/2022 ba’da shalat Magrib.
Kepala Bidang Urusan Agama Islam Kanwil Kemenag Sulsel H. M. Tonang, S.Ag., M.Ag memberikan sambutan terkait arahan Menteri Agama untuk melaksanakan salat khusuf malam ini, sehingga Masjid Al Markaz Al Islami menjadi pusat pelaksanaan salat khusuf untuk tingkat provinsi.
Salah satu rangkaian shalat gerhana adalah adanya Khutbah gerhana yang dibawakan oleh Dr. Muh. Rasywan Syarif, S.H.I., M.Si. Dalam khutbah shalat gerhana tersebut sang khatib berkata, “Gerhana ini adalah sebuah fenomena alam dan jangan dikait-kaitkan dengan mitos-mitos yang ada di kalangan masyarakat. Oleh sebab itu, Nabi juga pernah mengalami hal seperti ini, yakni pasca hijrahnya yang pada saat itu bersamaan dengan wafatnya putra Nabi sehingga langit pun ikut bersedih dengan berita duka sang kekasih Allah. Maka pada saat terjadinya gerhana bulan, Nabi melaksanakan shalat gerhana bulan yang disebut Shalat Khusuf.
Khatib pun berpesan dalam khutbahnya agar kita selaku umat Islam untuk melaksanakan shalat dan bersedekah dalam suasana gerhana bulan ini, sebab hal itu telah di sabdakan oleh Nabi Saw dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, “Gerhana Matahari atau Bulan bukan karena meninggalnya seseorang ataupun kelahiran seseorang. Jika kalian melihat terjadinya gerhana, berdoalah kepada Allah, ucapkanlah takbir, laksanakanlah shalat dan bersedekahlah,” Hadits Riwayat Bukhari.
Di tempat terpisah saat awak media MUI Sulsel mewawancarai Kaprodi Ilmu Falak Kampus UIN Alauddin Makassar Dr. Fatmawati Hilal, M.Ag memberikan tanggapannya yang senada dengan khutbah sebelumnya. “Fenomena gerhana bulan ini adalah fenomena alam yang biasa, namun karena jarang terjadi sehingga menjadi luar biasa. Karena cuaca yang kurang bagus dan terhalang oleh awan, gerhana bulan ini tidak dapat terlihat dengan jelas, padahal jika kita perhatikan bulan itu akan berwarna kemerahan yang biasa disebut Blood Moon atau bulan berdarah yang di sebabkan warnanya yang merah, “ tutur Kaprodi Ilmu Falak ini.
Ia pun melanjutkan keterkaitannya dengan agama bahwa gerhana ini sudah dijelaskan dalam Alquran sehingga umat Islam tidak perlu mengaitkannya dengan mitos-mitos masyarakat seperti ada orang yang meninggal atau lainnya. Dengan kejadian seperti ini sebaiknya perbanyaklah berzikir, kemudian melaksanakan shalat gerhana, bersedekah, beristigfar serta berdoa kepada Allah dan mengambil hikmah dari gerhana bulan ini.
Shalat gerhana ini dihadiri oleh Sekretaris Umum MUI Sulsel yang didampingi oleh Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Sulsel serta beberapa pengurus MUI lainnya.
Salah satu awak media MUI pun meminta tanggapan dari Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Sulsel Prof. Dr. Ir. Mir Alam Baddu, M.Si., “Fenomena gerhana bulan ini bisa dijelaskan dalam Alquran pada ayat-ayat Qauliyah dengan apa yang di sebutkan dalam ilmu sains itu bahwa matahari dan bulan itu adalah alat perhitungan waktu yang bergerak dengan kecepatan yang konstan dan sudah diatur oleh Allah sehingga hal itu sudah bisa diprediksi oleh para peneliti. Dengan kecepatan 1700 km/jam sehingga mengantarkan gerhana ini bisa diprediksi dan inilah kolerasi antara ilmu pengetahuan dan Alquran dan ada banyak ayat-ayat yang menjelaskan tentang alam semesta ini,“ jelas Dosen UIM Makassar ini.(NAP)