Gowa, muisulsel.com – Ketua Komisi Ukhuwah Islamiyah Prof Natsir Siola dalam diskusi publik tentang ukhuwah yang mengungkapkan bahwa ada tiga faktor yang sangat mempengaruhi agar ukhuwah ini bisa berjalan secara efektif.
Mengutip dari Prof Masykur Ketua Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI Pusat yang juga sekaligus guru besar kampus UIN Jakarta. Tiga faktor tersebut yang pertama adalah tingkat toleransi masyarakat atau setiap kelompok.
Yang kedua, Prof Natsir melanjutkan ulasannya, adalah kebijakan negara yang tak kalah pentingnya dalam rangka mewujudkan Ukhuwah ini. Kemudian yang terakhir adalah regulasi yang kuat.
Ketiga hal tersebut diungkapkan saat diskusi publik tentang ukhuwah yang diselenggarakan oleh Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI Sulsel dan dilaksanakan di Studio Fakultas Ushuluddin Kampus UIN Alauddin Makassar, pada hari Senin, 26/12/2022 siang.
Diskusi ini dihadiri oleh Wakil Ketua Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI Sulsel serta para pengurus harian, hadir pula beberapa mahasiswa Pasca Sarjana sebagai peserta diskusi dan juga para tamu undangan.
Lanjutnya, ia pun mengutip sebuah pantun karya Kahlil Gibran yang menyimpulkan bahwa marilah senantiasa kita terus berukhuwah antar sesama.
Prof Natsir menerangkan dalam sebuah ayat Alquran. Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, maka damaikanlah di antara saudara kalian.”
“Nah dari kutipan ayat di atas dapat pula dimaknakan bahwa marilah terus kita berukhuwah, sebab hal ini adalah ajaran agama kita dan telah di tegaskan sejak zaman Nabi kita,” ungkap Ketua Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI Sulsel ini.
Di negara kita, dikenal ada dua Ormas Islam yang besar yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, di mana NU ini menggunakan istilah Islam Nusantara sedangkan Muhammadiyah menggunakan istilah Islam Berkemajuan.
Kedua istilah tersebut dapat bertemu dalam satu ruas antara lain adalah istilah Islam Nusantara itu mengandung dialektika syariah dan budaya Nusantara.
Selanjutnya adalah berupaya dan berusaha dalam mengedepankan tri ukhuwah yaitu Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Basyariyah, dan Ukhuwah Wasatiyah. Oleh sebab negara kita ini terbentuk berdasarkan kesatuan yang merupakan kesepakatan seluruh warga negara Indonesia yang kemudian NKRI menampung semua kepentingan komponen bangsa demi tegaknya Pancasila dan UUD 1945.
Sementara Islam berkemajuan adalah Islam yang dinamis dan modernis untuk terus maju sesuai amanat Pancasila dan UUD 1945 serta kebhinekaan, kerjasama dengan semua kelompok Islam baik pemerintah untuk masa depan.
Kedua istilah ini dapat bertemu bahwa bangsa dan warga negara yang mayoritas Islam ini dapat bersama-sama maju untuk meraih masa depan yang lebih bermartabat. Hal ini tidak perlu dibentur-benturkan atau diperhadap-hadapkan antara satu sama lain oleh karena kedua istilah ini dapat dipersatukan.
Sebuah pengalaman menarik diungkapkan oleh Prof Natsir sewaktu berkunjung ke Negeri para Mullah Iran. Saat itu ia menanyakan sebuah pertanyaan tentang perbedaan antara kaum Syiah dan kaum Sunni mengenai keempat sahabat Nabi di mana Ali Bin Abi Thalib ini ditinggikan derajatnya dibanding sahabat lain.
Jawaban yang sangat mengejutkan diberikan oleh orang tersebut mengatakan bahwa sesungguhnya ini salah kaprah dan salah sangka dan perlu diluruskan. Tidak ada satu sahabat pun yang direndahkan derajatnya karena posisi keempat sahabat ini sama derajatnya dan kedekatannya kepada Nabi hanya saja kebetulan Ali Bin Abi Thalib itu nasabnya langsung kepada Nabi, sehingga ia menolak bahwa derajat ke-3 sahabat tersebut lebih rendah dibandingkan dengan Ali Bin Abi Thalib.
Bahkan para tabiin pun dan para ulama-ulama hadis serta mufassir pun itu sangat dihargai apalagi jika dengan keempat sahabat Nabi ini, ulas Prof Natsir di hadapan para peserta diskusi.
Sangatlah keliru kata Ketua Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI Sulsel ini jika kita mengatakan bahwa kaum Syiah itu sesat, terutama di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan yang menganggap bahwa orang-orang yang pernah belajar di Iran atau kaum Syiah itu sesat, pungkasnya
Kontributor: Nur Abdal Patta