Sifat Mulia Rasulullah SAW

Chamdar Nur, Lc,.SH,. S.Pd. I,.M. Pd. (Anggota MUI Sul-Sel Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional)

Makassar, muisulsel.or.id – Allah ta’ala memuji Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dengan pujian yang begitu agung, pujian yang tidak pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelumnya. Allah ta’ala berfirman

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ

Artinya: “Dan sesungguhnya engkau (wahai Muḥammad) benar-benar berada di atas akhlak yang agung.” (QS. al-Qalam: 4).

Ayat ini menjadi bukti bahwa seluruh akhlak mulia telah Allah himpunkan dalam diri Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beliau adalah cahaya penuntun manusia, teladan kesempurnaan budi pekerti, dan rahmat bagi seluruh alam.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dikenal dengan kedermawanannya yang tiada banding. Beliau memberi bukan untuk mencari pujian atau keuntungan, tetapi semata karena Allah dan demi menjaga agama. Beliau sering memberi dalam keadaan sangat membutuhkan, bahkan rela hidup sederhana sementara harta yang ada beliau infakkan di jalan Allah ta’ala. Pernah ada seorang lelaki datang meminta, lalu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberinya kambing yang memenuhi lembah di antara dua gunung. Lelaki itu pun pulang seraya berkata kepada kaumnya

أَسْلِمُوا، فَإِنَّ مُحَمَّدًا يُعْطِي عَطَاءَ مَنْ لَا يَخْشَى الْفَاقَةَ

Artinya: “Masuklah Islam! Sesungguhnya Muhammad memberi dengan pemberian orang yang tidak takut miskin.” (HR. Muslim).

Pernah pula dibawa kepada beliau sembilan puluh ribu dirham, lalu beliau letakkan di atas tikar dan membagikannya hingga tidak tersisa sedikit pun. Allah ta’ala menegaskan dalam al-Qur’an

وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ

Artinya: “Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah pasti menggantinya.” (QS. Saba’: 39).

Selain dermawan, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah manusia paling jujur. Sejak masa jahiliyah beliau sudah dijuluki al-Amin (yang terpercaya). Tidak pernah sekalipun ada kebohongan keluar dari lisannya, bahkan musuh-musuhnya pun tidak bisa menuduh beliau berdusta. Ironisnya, orang Quraisy yang mempercayai beliau dalam urusan dunia, justru mendustakan kenabiannya. Padahal Allah ta’ala berfirman

وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ قِيلًا

Artinya: “Dan siapakah yang lebih jujur perkataannya daripada Allah?” (QS. an-Nisa: 122).

Demikianlah, seorang yang jujur kepada manusia, mustahil berdusta atas nama Allah ta’ala.

Kesabaran Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga tiada tara. Selama dua puluh tiga tahun beliau menghadapi cercaan, hinaan, dan permusuhan dari kaum musyrik. Dakwah beliau meruntuhkan berhala dan mengguncang kepentingan para pemuka Quraisy, hingga beliau dicaci, dilempari, diusir, dan diperangi. Namun beliau tetap sabar dan teguh. Hatinya selalu berpegang pada firman Allah ta’ala

فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ

Artinya: “Maka bersabarlah engkau terhadap apa yang mereka katakan.” (QS. Qāf: 39)

Dan Allah ta’ala pun menguatkan hatinya

فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُوْلُوا الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ

Artinya: “Maka bersabarlah engkau sebagaimana sabarnya para rasul yang memiliki keteguhan hati.” (QS. al-Ahqaf: 35)

Tidak hanya sabar, beliau juga sangat adil. Hukum Allah ditegakkan tanpa pandang bulu, baik kepada orang kaya, miskin, sahabat maupun kerabat. Ketika seorang wanita bangsawan Makhzūm mencuri, orang Quraisy mencoba mencari jalan agar ia dibebaskan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun bersabda

أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ؟! وَاللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا

Artinya: “Apakah engkau hendak memberi syafaat dalam salah satu hukum Allah? Demi Allah, seandainya Fāṭimah binti Muḥammad mencuri, pasti aku potong tangannya.” (HR. Bukhari & Muslim)

Beliau shallallahu alaihi wasallam juga mengingatkan

إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ، وَإِنَّكُمْ تَخْتَصِمُونَ إِلَيَّ، وَلَعَلَّ بَعْضَكُمْ أَنْ يَكُونَ أَلْحَنَ بِحُجَّتِهِ مِنْ بَعْضٍ، فَأَقْضِيَ لَهُ عَلَى نَحْوِ مَا أَسْمَعُ، فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ مِنْ حَقِّ أَخِيهِ شَيْئًا فَلا يَأْخُذْ، فَإِنَّمَا أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنَ النَّارِ

Artinya: “Sesungguhnya aku hanyalah manusia. Kalian bersengketa datang kepadaku. Bisa jadi salah seorang dari kalian lebih pandai berargumen daripada yang lain, lalu aku putuskan untuknya sesuai apa yang kudengar. Maka siapa saja yang aku putuskan untuknya sesuatu dari hak saudaranya, janganlah ia mengambilnya, sebab itu hanyalah sepotong api neraka.” (HR. Bukhari & Muslim).

Akhlak Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga dipenuhi dengan maaf. Saat perang Uḥud, pamannya Ḥamzah gugur dan tubuhnya dimutilasi. Para sahabat ingin beliau melaknat musuh, tetapi beliau shallallahu alaihi wasallam berkata

إِنِّي لَمْ أُبْعَثْ لَعَّانًا، وَإِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَةً

Artinya: “Aku tidak diutus untuk melaknat, melainkan aku diutus sebagai rahmat.” (HR. Muslim).

Dan pada hari Fathu Makkah, setelah bertahun-tahun disakiti dan diperangi oleh Quraisy, beliau shallallahu alaihi wasallam justru berkata

ٱذْهَبُوا فَأَنْتُمُ ٱلطُّلَقَاءُ

Artinya: “Pergilah, kalian bebas.”

Kasih sayang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun amat luas. Allah ta’ala berfirman

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Artinya: “Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kalanganmu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan keimanan bagimu, penyayang dan penuh rahmat terhadap orang-orang mukmin.” (QS. at-Taubah: 128).

Dan Allah ta’ala menegaskan lagi

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Artinya: “Dan tidaklah Kami mengutus engkau (wahai Muḥammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (QS. al-Anbiya: 107).

Bahkan saat orang-orang menyakitinya, beliau tidak pernah berjiwa pendendam. Allah ta’ala menggambarkan betapa beliau sampai bersedih karena ada yang enggan beriman

لَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ أَلَّا يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ

Artinya: “Boleh jadi engkau (wahai Muḥammad) akan membinasakan dirimu, karena mereka tidak beriman.” (QS. asy-Syu‘ara: 3)

Meski penuh kasih sayang, beliau tidak pernah memaksa orang untuk masuk Islam, sebagaimana firman Allah ta’ala

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ

Artinya: “Tidak ada paksaan dalam agama.” (QS. al-Baqarah: 256)

Di samping itu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah pribadi yang sangat santun dan lapang dada. Beliau selalu membalas kebodohan orang lain dengan kelembutan. Allah ta’ala menegaskan

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ

Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah engkau berlaku lemah lembut terhadap mereka.” (QS. Ali Imran: 159)

Dan sifat mulia beliau yang tak kalah agung adalah keberaniannya. Beliau selalu berdiri di garis terdepan saat perang.

Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu berkata

كُنَّا إِذَا حَمِيَ الْوَطِيسُ وَاحْمَرَّتِ الْحُدُقُ اتَّقَيْنَا بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَمَا يَكُونُ أَحَدٌ أَقْرَبَ إِلَى الْعَدُوِّ مِنْهُ

Artinya: “Jika perang sudah memanas dan pandangan mata sudah memerah, kami berlindung di belakang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Tidak ada seorang pun yang lebih dekat dengan musuh selain beliau.” (HR. Ahmad).

Keberanian itu juga tampak saat beliau menolak kompromi Quraisy. Kepada pamannya Abu Thalib, beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda

وَاللَّهِ يَا عَمِّ لَوْ وَضَعُوا الشَّمْسَ فِي يَمِينِي، وَالْقَمَرَ فِي يَسَارِي، عَلَى أَنْ أَتْرُكَ هَذَا الْأَمْرَ مَا تَرَكْتُهُ، حَتَّى يُظْهِرَهُ اللَّهُ أَوْ أَهْلِكَ دُونَهُ

Artinya: “Demi Allah, wahai Paman, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan urusan ini (dakwah), aku tidak akan meninggalkannya, sampai Allah memenangkannya atau aku binasa karenanya.” (Ibn Hisyam_as-Sirah).

Demikianlah gambaran indah akhlak Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beliau adalah teladan dalam kedermawanan, kejujuran, kesabaran, keadilan, pemaafan, kasih sayang, kesantunan, dan keberanian. Semua sifat itu berpadu sempurna, menjadikan beliau sebaik-baik manusia yang pernah hidup.

اللَّهُمَّ ثَبِّتْنَا عَلَى سُنَّةِ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَحْيِنَا عَلَيْهَا، وَتَوَفَّنَا عَلَيْهَا

Artinya: “Ya Allah, tetapkanlah kami di atas sunnah NabiMu Muhammad shallallahu alaihi wasallam, hidupkanlah kami di atasnya, dan wafatkanlah kami di atasnya.”Aamiin …

Irfan Suba Raya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
1
MUI MENJAWAB: Silahkan ajukan pertanyaan seputar Islam, akan dijawab Langsung ULAMA dari MUI SULSEL.