Makassar, muisulsel.or.id – Ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan Prof Dr KH Nadjamuddin Abd Safa memimpin doa pada Pengukuhan dan Pelantikan Ittihad Persaudaraan Imam Masjid (IPIM) Sulsel periode 2024 – 2029 di Aula Kanwil Kemenag Sulsel, Rabu 9 April 2025.
Prof Nadjamuddin duduk berdampingan dengan Mentri Agama RI Prof Dr KH Nasaruddin Umar .Tampak ia mengenakan peci hitam dan sarung saat memimpin doa.
Sementara Menteri Agama RI yang juga merupakan Ketua Umum PP IPIM Prof Dr KH Nasaruddin Umar melantik dan mengukuhkan Pimpinan Wilayah (PW) IPIM Sulawesi Selatan.
Dalam sambutannya, Prof Nasaruddin Umar mengaku bangga dengan kepengurusan PW IPIM Sulsel yang dinilainya paling aktif, dimana para pakar, orang pintar dan orang hebatnya Sulsel tergabung dalam organisasi ini.
“IPIM Sulsel ini paling aktif. Ini benar-benar kepengurusan yang sangat komprehensif. Tentu ini kehebatan Ketua PW IPIM Sulsel karena mampu mengajak para pakar dan orang hebat Sulsel bergabung dalam IPIM,” sebutnya.
Imam besar Masjid Istiqlal Jakarta ini mengatakan bergabungnya sejumlah tokoh penting dalam IPIM Sulsel itu pantas karena Sulsel adalah barometer untuk Indonesai bagian timur sekaligus menjadi trendsetten pembinaan organisasi.
“Sulsel ini barometer Indonesia Timur, menjadi trendsetter dan subjek dalam pembinaan organisasi. Jika Sulsel bergerak maka kawasan Indonesia timur bergerak. Tantangan kiita di Sulsel ini adalah ikut menggairahkan IPIM yang ada di kawasan Indonesia Timur,” ucapnya.
Lebih lanjut Ia mengatakan, seorang imam harus memeliki nilai lebih atau nilai plus yang tidak dimiliki oleh sembarang orang termasuk ustadz.
“Imam itu ustad plus. Kalau ada ustadz jadi imam berarti Itu ustad plus. Menjadi imam itu tidak gampang. Lebih mudah jadi penceramah daripada jadi seorang imam,” katanya.
Khusus di Sulsel, sambung Menag, Karakter masyarakatnya masih lebih menyukai imam yang tradisional yang mengenakan sarung, peci, sorban dibanding yang mungkin pakai kaos oblong dan jeans.
“Karakter kita disini masih membutuhkan imam yang tradisional. Kita tidak mengenal imam moderen. Masjid dan madrasah boleh moderen tapi imam tidak pernah mengakomodir imam moderen. Semakin tradisional seorang imam semakin berwibawah. Semakin canggih, semakin moderen seorang imam, followernya semakin berkurang,” bebernya.
Melalui kesempatan ini, Menag mengimbau kepada para imam untuk meningkatkan kapasitias pribadi agar lebih unggul dari orang kebanyakan khususnya dalam hal pengetahuan dan pemahaman agama.
“Seorang imam harus memiiki kapasitas pribadi yang unggul. Imam tidak boleh miskin doa-doa. Imam yang miskin doa tidak disuka oleh makmum. Menghafal banyak doa bagi seorang imam hukumnya fardhu ‘ain sehingga dalam kegiatan dengan tema apapun imam bisa tampil baca doa,” tegasnya.
“Seorang imam harus bisa jadi muadzin, memimpin salat gerhana dan salat-salat sunnat lainnya. Bacaannya tidak boleh itu-itu terus, belajar membuat kaligrafi, melakukan pengobatan tradisional karena sugestinya lebih daripada obat-obatan moderen serta dapat membimbing manasik haji dan umrah,” ucap Menag manambahkan.
Terakhir, ia meminta imam untuk tidak meninggalkan salat sunnat apapun, dan tidak membiasakan diri mengqasar salat, kapanpun dan dimanapun berada, serta menganjurkan imam untuk tidak absen puasa Senin Kamis.
“Seorang imam jangan pernah absen salat tahajjud, salat sunnat tasbih, salat witir, salat dhuha dimanapun berada. Seorang imam tidak boleh meninggalkan salat sunnat apapun dan jangan absen puasa Senin Kamis,” pungkasnya.
Adapun PW IPIM Sulsel masa khidmat 2024 – 2029 yang dilantik adalah Ketua Dr KH Masykur Yusuf, Sekretaris Umum Dr KH Ali Yafid dan Bendahara Umum Dr KH Syahrir Langko bersama pengurus lainnya.
Prosesi pelantikan IPIM Sulsel dihadiri oleh Forkopimda dan sejumlah tokoh penting di Sulsel.
Irfan Suba Raya