Makassar, muisulsel.or.id – Dalam agama Islam kita mengenal yang namanya bulan haram, dan itu ada empat nama bulan yang salah satunya adalah bulan Muharram. Terkait dengan fenomena Muharram ini, Majelis Ulama Indonesia Sulawesi Selatan mengatakan bahwa itu adalah Islamisasi budaya saja.
Dikatakan bulan haram, oleh karena pada bulan-bulan tersebut tidak boleh melakukan peperangan pada zaman Rasulullah, sehingga untuk mengawali bulan hijriyah maka di katakanlah bulan Muharram sebagai bentuk penjagaan kesucian umat Islam, seperti dalam hadis Rasulullah pada saat haji wada’ bahwa kesucian manusia itu sama halnya dengan kesucian tanah haram.
Terkait dengan fenomena yang menjadi tradisi masyarakat, khususnya Bugis Makassar yang baramai-ramai membeli alat rumah tangga semisal baskom, gayung dan sebagainya, adalah sejalan dengan hadis Nabi agar kepala keluarga itu memberi nafkah yang terbaik untuk keluarganya.
“Jika seorang kepala keluarga memberikan nafkah yang terbaik untuk keluarganya, maka tentulah hal itu tidaklah menyalahi syariat, oleh sebab pembelian baskom, ember atau gayung dan sebagainya, hanyalah sebuah simbol saja dengan maksud bahwa peralatan tersebut sebagai wadah. Namun terhadap rezeki tetap kita yakin bahwa hanya Allah lah yang memberikan rezeki, bukan siapa-siapa apa lagi peralatan rumah tangga tersebut, sehingga hal ini perlu di luruskan terhadap umat Islam,” ungkap Prof Muammar Bakry, Sekretaris umum MUI Sulsel.
Menurutnya, hal itu di namakan tafa’ul dalam Islam, yang artinya kita berdoa melalui simbol-simbol pengharapan meskipun doa itu tidak melalui ucapan. Namun, dengan keyakinan itu tetap Allah lah yang memberikan rezeki, bukan alat-alat rumah tangga itu.
Adapun budaya umat Islam dahulu bahwa kita di larang untuk keluar rumah, Sekum MUI Sulsel berpendapat bahwa hal itu tidaklah berdasar dalam dalil agama. Ia mengatakan bahwa justru dengan bulan Muharram ini kita tetap berkegiatan sebagaimana mestinya, dengan tetap mengharapkan keberkahan dari bulan Muharram ini, tambahnya.
Islamisasi budaya masyarakat dalam menyambut bulan Muharram seperti tradisi membuat Jepe Syura sebagai doa sungkabala, kata Prof Muammar, itu juga adalah bagian dari tradisi yang berarti mengambil semangat bulan tersebut dan itu masih sejalan dengan hadis di atas.
Sejalan dalam artian bahwa pada bulan Muharram itu kita di sunatkan untuk berpuasa. Jadi, jika Jepe Syura ini dilakukan, hal itu bermaksud sebagai upaya untuk menarik keluarga agar berpuasa karena Allah. Sebab dengan adanya berbagai makanan yang tersedia, tentunya menjadi suatu kenikmatan tersendiri bagi yang berpuasa saat sudah berbuka, dan itu adalah budaya yang sudah diislamkan.
Kontributor: Nur Abdal Patta