FOKUS, muisulsel.com — Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Sulsel Dr H Shaifullah Rusmin Lc M Th i menilai maraknya kasus perceraian di sejumlah daerah di antarnya di Kabupaten Gowa dipicu karena faktor kurangnya iman dan minimnya pendidikan pernikahan.
Sebelumnya dikabarkan, www.tvonenews.com (13/10/2021), jumlah kasus perceraian marak terjadi di Gowa. Meningkat per Januari hingga Oktober 2021 sebanyak 934 gugatan perceraian. Rata-rata istri menggugat suaminya karena persoalan ekonomi saat pandemi.
“Karena masalah ekonomi berawal dari masalah keimanan. Keyakinan bahwa Allah mengatur rezeki dan perkawinan itu juga merupakan pintu rezeki,” jelasnya di Makassar, Selasa (16/11/2021).
Ia menguraikan, bagi seorang suami atau pemimpin rumah tangga yang memiliki kewajiban memenuhi nafkah keluarga cukuplah baginya menyadari tanggungjawabnya dan karenanya harus berusaha menggunakan semua kemampuan dan potensi dirinya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
“Sebab rezeki itu bukan hanya terbatas pada PNS, guru, pegawai swasta dan lainnya tapi Allah yang maha luas rezekiNya akan memberikan kepada siapapun hambanya yang mau bekerja dan berusaha,” jelasnya.
Menuritnya, burung saja yang tak punya akal setiap pagi terbang dalam keadaan perut kosong dan pulang di sore hari dalam keadaan perut kenyang. Apalagi manusia yang diberi banyak kelebihan dan memiliki potensi tentu lebih bisa memenuhi kebutuhannya bersama keluarga.
“Jadi harapan kita tentunya, semua kepala keluarga harus menyadari tanggung jawabnya, kemudian isterinya memberikan support dan semangat. Faktor keimanan keluarga juga harus diperkuat,” harap Sekertaris Umum DMI Kota Makassar.
Selain faktor keimanan, pendidikan pra nikah juga harus diefektifkan. Ada program Kemenag yang harus didukung semua pihak yaitu bimbingan pernikahan bagi calon pengantin. Sebelum nikah setiap calon wajib mengikuti bimbingan nikah sebanyak 8 materi.
Bimbingan tersebut di antaranya bagaiamana mewujudkan keluarga sakinah, bagaiamana merespon dinamika kehidupan perkawinan dan keluarga, bagaimana memenuhi kebutuhan dan mengelola keuangan keluarga, bagaimana menjaga kesehatan reproduksi, bagaimana mengatasi konflik dan mengokohkan keluarga, hingga bagaimana mewujudkan generasi yang berkualitas.
Seandainya semua pihak mendukung program ini, tentunya bisa menekan angka perceraian. Sebab jika diikuti dengan baik, calon pengantin akan mendapatkan beberapa pengetahuan yang diperlukan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah.
“Saat ini realisasi program ini masih terkendala karena belum adanya kesepakatan antara stakeholder. Peserta atau calon pengantin misalnya tidak mendapat izin dari tempat kerjanya sehingga mereka luput menerima materi,” ungkapnya yang juga merupakan ASN Kemenag Kota Makassar tersebut.■ Irfan