Bai’at Ridwan Dzulqa’dah

Chamdar Nur, Lc,.SH,. S. Pd. I,. M. Pd. (Anggota MUI Sulsel Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional)

Makassar, muisulsel.or.id – Pada tahun 6 Hijriyah, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersama 1.400 sahabat meninggalkan Madinah menuju Makkah, dengan perjalanan yang penuh perjuangan, bukan untuk berperang. Mereka dalam keadaan ihram, membawa hewan kurban, dan menunjukkan niat damai melaksanakan ibadah Umrah.

Namun, setibanya di wilayah Hudaibiyah, mereka dihadang oleh kaum Quraisy yang menolak kedatangan mereka. Sehingga dalam rangka mencari solusi damai, maka Rasulullah mengutus sahabat mulia Utsman bin Affan radhiyallahu anhu sebagai delegasi diplomatik ke Makkah.

Namun, beredar kabar bahwa Utsman bin Affan radhiyallahu anhu telah dibunuh oleh kaum Quraisy. Mendengar berita itu, suasana pun menegang. Dalam momen genting itu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengajak para sahabat untuk berbai‘at, menyatakan kesetiaan total bahkan jika harus menghadapi pertempuran.

فَبَايَعُوهُ عَلَى أَنْ لَا يَفِرُّوا

Artinya: “Maka mereka pun membai‘at beliau (Nabi) untuk tidak lari (dari medan pertempuran).”(HR. Bukhari & Muslim).

Bai‘at ini dilakukan di bawah sebuah pohon, dan tercatat dalam Al-Qur’an sebagai peristiwa yang diridhai Allah

لَقَدْ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنِ ٱلْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ ٱلشَّجَرَةِ

Artinya: “Sungguh, Allah telah meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon.” (QS. Al-Fath: 18).

Chamdar Nur Lc SPd MPd, anggota Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional MUI Sulsel

Sumpah ini adalah janji kesetiaan mutlak, bahkan jika harus berperang demi membela kehormatan Islam.
Tak lama setelah itu, ternyata kabar kematian Utsman bin Affan radhiyallahu anhu tidak benar. Namun hikmahnya di balik itu menunjukkan semangat loyalitas yang kuat para sahabat telah membuktikan kekokohan iman dan komitmen mereka terhadap kecintaan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam memperjuangankan Islam.

Namun situasi berubah ketika Quraisy akhirnya bersedia berdamai dengan Perjanjian Hudaibiyah meskipun tampak merugikan Islam. Adapun isi perjanjian Hudaybiyah (Shulhul Hudaybiyah) adalah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

هٰذَا مَا قَاضَىٰ عَلَيْهِ مُحَمَّدٌ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ وَسُهَيْلُ بْنُ عَمْرٍو.

اِصْطَلَحَا عَلَىٰ وَضْعِ الْـحَرْبِ عَشْرَ سِنِينَ، يَأْمَنُ فِيهَا النَّاسُ، وَيَكُفُّ بَعْضُهُمْ عَنْ بَعْضٍ.

فَمَنْ قَدِمَ مَكَّةَ مِنْ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ صَلَّىٰ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَا يُمَكَّنْ مِنْهُ، وَمَنْ أَتَىٰ مُحَمَّدًا مِنْ قُرَيْشٍ رَدَّهُ إِلَيْهِمْ.

وَأَنَّهُ مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَدْخُلَ فِي عَقْدِ مُحَمَّدٍ وَعَهْدِهِ دَخَلَ فِيهِ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَدْخُلَ فِي عَقْدِ قُرَيْشٍ وَعَهْدِهِمْ دَخَلَ فِيهِ.

وَأَنَّكَ يَا مُحَمَّدُ تَرْجِعُ عَنَّا عَامَكَ هٰذَا، فَلَا تَدْخُلُ مَكَّةَ، وَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ خَرَجْنَا عَنْهَا، فَدَخَلْتَهَا أَنْتَ وَأَصْحَابُكَ، فَأَقَمْتُمْ فِيهَا ثَلَاثًا، وَمَعَكُمْ سِلَاحُ الرَّاكِبِ، السُّيُوفُ فِي الْقُرُبِ، لَا تَدْخُلُونَهَا بِغَيْرِ ذٰلِكَ.

Artinya:
1. Pembukaan
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Inilah yang disepakati oleh Muhammad bin Abdullah dan Suhail bin Amr.

2. Gencatan senjata,
Keduanya sepakat menghentikan perang selama sepuluh tahun, agar manusia aman dan tidak saling menyakiti.

3. Pengembalian orang yang lari,
Siapa pun dari Quraisy yang datang ke pihak Muhammad tanpa izin walinya akan dikembalikan ke Quraisy. Namun, siapa pun dari Muhammad yang datang ke pihak Quraisy, tidak akan dikembalikan.

4. Kebebasan menjalin persekutuan,
Siapa saja yang ingin bergabung dengan perjanjian Muhammad boleh melakukannya, dan siapa saja yang ingin bergabung dengan perjanjian Quraisy juga boleh melakukannya.

5. Penundaan umrah,
Muhammad (shallallahu alaihi wasallam) dan sahabatnya tidak boleh masuk Makkah tahun ini. Tapi tahun depan mereka boleh datang dan tinggal selama tiga hari, hanya membawa senjata ringan (seperti pedang di sarungnya), tidak senjata perang.

Namun, kesabaran ini adalah awal fathan mubina (kemenangan nyata)

إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُّبِينًا

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.” (QS. Al-Fath: 1).

Maka, setahun kemudian, tepatnya bulan Dzulqa‘dah tahun 7 H, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat menunaikan Umrah Qadha umrah pengganti yang tertunda setahun sebelumnya. Mereka masuk Makkah selama tiga hari, sebagaimana disepakati dalam perjanjian. Tanpa kekerasan, tanpa provokasi. Tapi kehadiran mereka mengguncang kesombongan Quraisy.

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari dan Ibnu Katsir dalam AlBidayah wanNihayah mencatat bahwa saat itu kaum Quraisy takjub melihat kedisiplinan, keimanan, dan kehormatan para sahabat. Bahkan banyak yang terpikat pada Islam setelah menyaksikan kekuatan spiritual ini, sehingga banyak yang memutuskan masuk ke dalam IsIam.

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: اِعْتَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعَ عُمْرٍ كُلَّهُنَّ فِي ذِي الْقَعْدَةِ، إِلَّا الَّتِي كَانَتْ مَعَ حَجَّتِهِ.

Artinya: “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaksanakan empat umrah, semuanya di bulan Dzulqa‘dah kecuali umrah yang dilakukan bersamaan dengan haji.”(HR. Bukhari & Muslim).

Hadits ini menunjukkan keutamaan bulan Dzulqa‘dah, umrah bulan Dzulqa‘dah dan strategi spiritual Rasulullah shallallahu alaihi wasallam serta menghindari konflik sambil tetap menegakkan ibadah kepada Allah subhanallah wa taala.

FAWAID WA QAWAID

1. Kesetiaan dan solidaritas umat adalah kunci kemenangan, di mana peristiwa Bai‘at Ridwan menunjukkan bahwa saat umat Islam bersatu dalam ketaatan dan semangat pengorbanan, Allah pasti akan turunkan keridhaan dan pertolonganNya, sebagaimana kaidah

الْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ

Artinya: “Kebersamaan itu rahmat, dan perpecahan adalah adzab.”

2. Kemenangan tidak selalu diraih dengan perang, tapi dengan strategi dan kesabaran, di mana Rasulullah menerima perjanjian yang tampak merugikan, tapi justru membuka pintu dakwah lebih luas, sebagaimana kaidah

يُتَحَمَّلُ الضَّرَرُ الْخَاصُّ لِجَلْبِ الْمَصْلَحَةِ الْعَامَّةِ

Artinya: “Bahaya kecil ditanggung demi meraih maslahat umum yang lebih besar”.

3. Menepati janji adalah ciri keimanan, di mana Umrah Qadha menjadi bukti bahwa Islam menjunjung tinggi komitmen dan kehormatan perjanjian, bahkan kepada musuh, sebagimana kaidah Kaidah
المؤمنون عند شروطهم

Artinya: “Kaum mukminin terikat dengan syarat-syarat mereka”.

4. Syiar Islam butuh keagungan dan keteladanan, di mana perilaku Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat selama tiga hari di Makkah menjadi syiar yang membekas di hati musuh, hingga banyak yang masuk Islam, sebagimana kaidah

الأفعال أبلغ من الأقوال

Artinya: “Tindakan (prilaku) lebih kuat dari perkataan (teori)”.

Irfan Suba Raya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
1
MUI MENJAWAB: Silahkan ajukan pertanyaan seputar Islam, akan dijawab Langsung ULAMA dari MUI SULSEL.