Makassar, muisulsel.com – Nikmat Allah ada yang sifatnya hanya untuk kebahagiaan dan kesenangan dunia semata, dan ada juga yang sifatnya nikmat dunia menjadi bekal menuju alam akhirat. Pada sifat yang kedua ini setiap hamba Allah dibolehkan dan diutamakan berlomba-lomba dalam arti berkompetisi sehat, firman Allah Swt:
خِتَامُهُ مِسْكٌ ۚ وَفِي ذَٰلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ
Laknya adalah Kesturi; dan untuk yang demikian itu hendaknya orang orang berlomba-lomba.
artinya minuman surga itu setelah diteguk keluar aroma kesturi, hendaklah umat mukmin itu dapat berkompetisi menggapai nikmat akhirat.
Nikmat akhirat itu berpangkal pada nikmat dunia. Ketika nikmat akhirat dikejar, sejumlah hal dan pekerjaan yang harus tertunai dalam kehidupan dunia ini. Harganya adalah meraih, menggapai, mengambil atau mengejar perbuatan perbuatan mulia.
Dalam hal mengejar kebahagiaan ini cenderung dihinggapi nafsu dan keinginan kuat “tamak”, namun ini tamak yang baik karena ini adalah perbuatan berupaya dominan di hadapan Allah Swt.
Ada kondisi seseorang itu berhak pada kemuliaan dibandingkan orang yang lain, maka setiap orang berhak berkompetisi merebut kemuliaan itu dari lainnya, seperti dicontohkan Nabi Muhammad Saw saat memberi ruang kepada pemuda yang tahu nilai keberkahan pada sisa makan minum Nabi dibandingkan seorang Arab baduwi yang belum mengerti nilai sisa makanan Nabi yang penuh nilai keberkahan:
أنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم أُتِيَ بِشَرابٍ، فَشَرِبَ مِنْهُ وَعَنْ يَمِينِهِ غُلاَمٌ، وَعَنْ يَسَارِهِ الأشْيَاخُ، فَقَالَ لِلغُلاَمِ: ((أتَأذَنُ لِي أَنْ أُعْطِيَ هؤُلاء؟)) فَقَالَ الغُلامُ: لاَ وَاللهِ يَا رسولَ الله، لاَ أُوْثِرُ بِنَصِيبي مِنْكَ أحَدًا. فَتَلَّهُ رسولُ الله صلى الله عليه وسلم في يَدِهِ. متفقٌ عَلَيْهِ
Dari Sahal bin Sa’ad as-Sa’idi, ia berkata: “Suatu kali Rasulullah SAW dihidangkan minuman. Beliau lalu minum. Di sebelah kanannya duduk seorang anak. Sementara di sebelah kirinya duduk orang Arab Baduwi. Beliau berkata kepada anak tadi: “Apakah engkau izinkan aku berikan minuman ini terlebih dahulu kepada yang tua-tua?” Anak itu menjawab, “Tidak, demi Allah, ya Rasulullah. Aku tak mau sisa minummu diambil orang lain sebelum diriku.” Akhirnya Rasulullah Saw memberikan minuman itu pada anak tersebut.” (HR. Bukhari).
Keberkahan yang diturunkan Allah swt pada sisa minuman Rasulullah Saw adalah nilai yang harus digapai bagi yang faham dan bagi yang terdapat ruang menggapainya. Sementara yang tak memahami dan tak berkeinginan menggapainya seperti orang Arab baduwi tadi, tidak perlu diberi ruang lebih awal.
Para Anbiyaa termasuk nabi Muhammad saw bila ditawari makanan atau hal lainnya selalu memilih yang terbaik untuk digunakan kemaslahatan akhirat, seperti Nabi suka paha kambing adalah daging yang dominan dibanding daging lainnya dari tubuh binatang, demi kekuatan untuk ibadah dan khidmat terhadap umat.
Nabi Ayyub as diuji rasa keinginan mendapat lebih baik untuk dirinya, yaitu Allah swt kirim pada Nabi Ayyub ketika ia mandi yaitu seekor belalang bertubuh emas:
((بَيْنَا أيُّوبُ- عليه السلام- يَغْتَسِلُ عُرْيَانًا، فَخَرَّ عَلَيْهِ جَرَادٌ مِنْ ذَهَبٍ، فَجَعَلَ أيُّوبُ يَحْثِي في ثَوْبِهِ، فَنَادَاهُ رَبُّهُ- عز وجل: يَا أيُّوبُ، أَلَمْ أكُنْ أغْنَيتُكَ عَمَّا تَرَى؟! قَالَ: بَلَى وَعِزَّتِكَ وَلَكِنْ لا غِنى بِي عَن بَرَكَتِكَ)). رواه البخاري
Di saat Nabi Ayyub as mandi telanjang seorang diri maka hinggaplah belalang bertubuh emas di dekat bajunya maka Nabi Ayyub sigap menangkapnya dan sembunyikan dalam lipatan bajunya, Allah menegurnya ; “Hai Ayyub tidakkah telah kucukupkan untukmu nikmat yang banyak sehingga tidak perlu engkau sembunyikan itu di bajumu? Ayyub menjawab ya Allah demi Engkau tentu aku telah merasa cukup dengan yang semisal ini, namun kali inipun aku tak ingin kehilangan berkah dariMu, Hadis Riwayat Bukhariy.
Para Ulama mengomentari perkataan nabi Ayyub bahwa itu dilakukannya karena hatinya merasa dekat kepada Allah dan ia tahu bahwa rasa dekatnyalah kepada Allah yang membuat ia mengejar segala yang berkaitan dengan nikmat Allah Swt.
Ibnu Jauziy berkomentar bahwa pada saat Nabi Muhammad Saw menawarkan kepada pemuda itu untuk merelakan memberikan sisa minuman rasul kepada orang arab badui itu, karena orang baduwi itu baru muallaf sedangkan anak itu sudah sejak awal beriman kepada Allah Swt dan kebih utama dari sisi keimanan. Wallahu A’lam.