GORESAN PAGI: Bias Iman dan Harapan 2024

Dr KH Syamsul Bahri Abd Hamid Lc MA (Sekertaris Komisi Fatwa MUI Sulsel)

Makassar, muisulsel.or.id – Setiap kali waktu Ramadan dan Syawal tiba maka umat Islam khususnya di Indonesia berharap bisa bersatu padu dalam memulai puasa Ramadan dan lebaran di bulan Syawal. Kenyataannya kadang waktu Ramadan dan lebaran Syawal itu berbeda cara mereka memulainya.

Nurani umat ini senantiasa berharap kapan ada kesatuan di kalangan umat terjadi. Bila secara hukum fiqih dicari solusinya, maka hal ini dapat terjadi karena ketetapan tentang kebersamaan ini dapat dilakukan karena bila mazhab jumhur fuqaha yang dipakai yaitu apabila suatu wilayah memiliki pemerintahan yang sah telah resmi melihat bulan, maka wilayah lain di muka bumi di seluruh penjuru negeri negeri Islam atau mayoritas beragama Islam itu dapat berpuasa atau lebaran, jadi dasar hukum Islam ikut dengan wilayah lain ini bisa dilakukan oleh tiap negara.

Bila saja mazhab Syafi’i yang dipakai yang membolehkan setiap wilayah itu yang berjarak sejauh 24 farsakh; sejauh 56 KM, maka tiap wilayah dapat melakukan ru’yah sendiri, namun bisa dipertemukan bila seluruh elemen masyarakat itu sepakat terhadap keputusan pemerintah pusat maka umat dapat bersatu dalam puasa dan lebaran ini disepakati semua Fuqaha.

Tahun 2024 ini lebaran Idul fitri telah bersatu seluruh elemen masyarakat dengan bersatunya Muhammadiyah sebagai ormas besar dan pemerintah sebagai representasi dari seluruh ormas dan masyarakat; yaitu lebaran dilakukan secara bersama sama di hari yang sama.

Fenomena kebersamaan ini adalah hal yang diimpikan oleh nurani umat Islam yaitu kalau bisa bersama-sama kenapa tidak dilakukan, ruang untuk ini bisa dikaji secara fiqih.

Ternyata imannya umat Islam Indonesia dan harapan mereka, ini telah membias ke langit dan melahirkan ijabah secara pasti dari Allah Swt, terkondisikanlah dengan izin Allah Swt bahwa bulan di atas ufuk di akhir Ramadan 2024 dalam posisi visibilitas hilal (imkanur rukyah) bisa dilihat, dan secara hitungan dengan metode, ada yang dilakukan oleh ormas yang telah menghitungnya telah cukup genap puasa 30 hari, maka yang terjadi adalah walau bulan belum dilaporkan ada yang melihat, namun pemerintah telah tetapkan maka ketetapan pemerintah absah secara fiqih.Lebaran bersama pun terjadi dengan izin Allah swt.

Inilah bias imannya umat 2024 yang membuktikan akan pentingnya kesatuan dan persatuan yang diijabah oleh Allah Swt, maka ketetapan lebaran bersama tentu diilhami oleh perintah Allah swt.

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْاۖ وَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ

Berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, janganlah bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu.

Dan dengan diilhami oleh harapan besar yaitu doa umat secara verbal dan nurani dengan ucapan semoga kita bisa berlebaran bersama, doa ini menggaung di sisi Allah Swt maka bila Allah Swt telah ijabah maka jalannya telah terbuka seperti yang disabdakan Rasul saw ;

اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ

Berbuatlah dengan tekun semua urusan dimudahkan berdasar peruntukan diciptakan urusan itu.

Harapan yang diterima Allah Swt persis bagai doa yang dilantunkan lalu diijabah Allah Swt, maka mari arahkan harapan baik dan mulia di sisi Allah Swt niscaya Allah dengar dan Allah Ijabah. Wallahu A’lam.

Irfan Suba Raya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
1
MUI MENJAWAB: Silahkan ajukan pertanyaan seputar Islam, akan dijawab Langsung ULAMA dari MUI SULSEL.