Makassar, muisulsel.com – Setelah turunnya surah al Muddatstsir di mana Allah swt memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw untuk berdakwah secara terang-terangan, pada saat itulah atmosfer Kota Mekah mulai berubah dengan dahsyat.
Perjuangan dakwah Nabi di Kota Mekah pada saat itu menjadi perjuangan dengan tantangan yang sangat besar karena dihalangi oleh para pembesar kafir Quraisy. Bahkan, mereka tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan, pemboikotan dan sebagainya demi menghalangi dakwah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Hingga pada suatu waktu, dibuatlah sebuah perjanjian antara Nabi dan para pengikutnya dengan kaum kafir Quraisy di mana perjanjian tersebut sangat tidak menguntungkan bagi umat Islam di bawah kepemimpinan Nabi pada saat itu.
Ada tiga isi perjanjian yang harus disepakati meskipun dengan cara terpaksa yang diajukan oleh kaum kafir Quraisy di mana perjanjian tersebut bukan hanya merugikan umat Islam tetapi bahkan terhadap keluarga besar Nabi yakni keturunan Ibnu Abdul Muthalib, di antaranya adalah, pertama, keturunan Abdul Muthalib tidak boleh melakukan pernikahan dengan Bani Hasyim di mana sebelumnya telah sering terjadi hubungan pernikahan antara keduanya.
Isi perjanjian yang kedua adalah Nabi beserta para pengikutnya tidak boleh melakukan hubungan dagang dalam bentuk apapun dengan para Bani Hasyim, dan tentunya ini tidaklah mudah. Sedangkan isi perjanjian yang ketiga adalah Nabi beserta para pengikutnya tidak boleh berbicara dengan para Bani Hasyim.
Perjanjian tersebut berlangsung selama 3 tahun lamanya di mana para pengikut Nabi bahkan diisolasi di sebuah tempat yang telah mereka tetapkan, dan tentunya ini adalah sebuah perjuangan yang sangat besar dan tidak mudah bagi umat Islam kala itu.
Lalu apakah perjanjian yang sangat tidak menguntungkan ini membuat dakwah Nabi menjadi surut, atau malah sebaliknya?, Bagaimanakah nasib para pengikut Nabi dengan tekanan dan boikot yang dilakukan oleh para kafir Quraisy?, Apakah mereka menyerah begitu saja?.
Simak selengkapnya dalam tayangan ini.