Memaknai Hari Pahlawan Bagi Kedaulatan Bangsa

■ Oleh: KH Amirsyah Tambunan MA, Sekjen MUI Pusat

OPINI, muisulsel.com — Kita bersyukur masih dapat memperingati hari Pahlawan 10 November 2021 secara sederhana, namun penuh hikmah. Salah satu hikmahnya mengingatkan semua anak bangsa tentang pentingnya menjadikan Pahlawan sebagai contoh teladan membangun bangsa.

Secara jujur kita mengakui bawah menjadi seorang pahlawan tidaklah mudah, karena harus berjuang dengan tulus mengorbankan jiwa, raga, tanpa pamrih untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan serta kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sebaliknya perjuangan dengan pamrih seperti yang terjadi saat ini untuk kepentingan kelompok, golongan yang menyimpang dari kepentingan negara merupakan pengkhianatan nilai-nilai kepahlawanan.

Sudah saatnya mejadikan hari Pahlawan sebagai momentum melakukan muhasabah atau koreksi untuk perbaikan oleh semua komponen bangsa agar kedaulatan NKRI tetap terjaga berdasarkan Pancasila dan konstitusi UUD 1945 guna menyelamatkan kedaulatan bangsa dan negara dari kekuatan oligarki yang dibungkus dengan kekuatan ekonomi kapitalisme.

Keteladanan para pahlawan harus menjadi sejarah yang berharga buat bangsa dan negara melalui keteladanan para pahlawan kepada warga bangsa, seperti kejujuran, kegigihan, pantang menyerah dan berjuang untuk membela hak dan kewajiban.

Namun demikian fenomena pelecehan nilai-nilai kepahlawanan yang muncul dipermukaan saat ini banyak yang mengaku sebagai pahlawan, akan tetapi faktanya mengkhianati nilai-nilai Pahlawan.

Akar masalahnya ada pada kepentingan kekuasaan oligarki yang secara nyata mengkhianati nilai-nilai pahlawan. Untuk itu semua pihak, yang harus mempunyai komitmen menjadikan keteladanan nilai-nilai dari pahlawan dalam rangka mengembalikan semangat kepahlawanan sebagai contoh teladan.

Salah satu contoh pada masa Pandemi Covid 19 melaksanakan protokol kesehatan dengan disiplin, menolong teman yang sedang kesusahan, dan membiasakan untuk mengucapkan terima kasih, serta tolong-menolong kepada orang lain merupakan keteladanan dari karakter kepahlawanan.
Kita merasa terhutang budi bagi para pahlawan yang telah gugur memperjuangkan dan membela kedaulatan NKRI.

Menanamkan nilai-nilai Pahlawan 10 November 1945 dapat dilihat dari sejumlah fakta sejarah pertempuran Surabaya yang terjadi pada 1945. Sungguh amat mulia hati, pikiran dan perilaku para Pahlawan yang telah berjasa memperjuangkan, mengawal kemerdekaan seperti Ir. Soekarno, Moh. Hatta.Bung Tomo, Sutan Syahrir, Pangeran Diponegoro, Jenderal Sudirman, Moh Yamin, Ki Hajar Dewantara.

Peristiwa lain yang memicu bermula setelah terjadinya kekalahan Jepang, kemudian rakyat dan pejuang Indonesia berupaya keras mendesak para tentara Jepang untuk menyerahkan semua senjatanya kepada Indonesia. Mereka protes dengan berkerumun di depan Hotel Yamato dan meminta bendera Belanda diturunkan lalu kibarkan bendera Indonesia.

Hingga mengakibatkan Ploegman tewas dicekik oleh Sidik di Hotel Yamato pun terjadi ricuh. Sejumlah warga ingin masuk ke hotel, tetapi Hariyono dan Koesno Wibowo yang berhasil merobek bagian biru bendera Belanda sehingga bendera menjadi Merah Putih.

Pada 27 Oktober 1945, perwakilan Indonesia berunding dengan pihak Belanda dan berakhir meruncing, karena Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Presiden Soekarno memerintahkan untuk gencatan senjata pada 29 Oktober 1945.

Namun gencatan senjata tidak berhasil, maka pertempuran kembali pecah pada 30 Oktober 1945 bertempur melawan tentara Inggris dengan kekuatan tidak seimbang, sekutu sekitar 15.000 pasukan, sehingga sekitar 6000 rakyat Indonesia pun gugur.

Secara kronologis dapat dijelaskan kronologis sebelum ditetapkan hari Pahlawan 10 November 2021

Pertama, pada pertengahan September, tentara Inggris mendarat di Jakarta dan mereka berada di Surabaya pada 25 September 1945.Tentara Inggris tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) datang bersama dengan tentara NICA (Netherlands Indies Civil Administration).

Kedua, pada 29 Oktober 1945, pihak Indonesia dan Inggris sepakat menandatangani gencatan senjata. Namun keesokan harinya, kedua pihak bentrok dan menyebabkan Brigadir Jenderal Mallaby, pimpinan tentara Inggris, tewas tertembak hingga mobil yang ditumpanginya diledakan oleh milisi.

Ketiga, melalui Mayor Jenderal Robert Mansergh, pengganti Mallaby, ia mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia bersenjata harus melapor serta meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan.

Keempat, meminta orang Indonesia menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas dengan batas ultimatum pada pukul 06.00, 10 November 1945. Ultimatum tersebut membuat rakyat Surabaya marah hingga terjadi pertempuran 10 November 1945.

Kelima, mereka melucuti tentara Jepang dan memulangkan mereka ke negaranya, membebaskan tawanan perang yang ditahan oleh Jepang, sekaligus mengembalikan Indonesia kepada pemerintahan Belanda sebagai negara jajahan.

Hal ini memicu kemarahan warga Surabaya, mereka menganggap Belanda menghina kemerdekaan Indonesia dan melecehkan bendera Merah Putih. Hari Pahlawan adalah hari nasional yang bukan hari libur yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia, dan diperingati pada tanggal 10 November setiap tahunnya di Indonesia.

Hari ini untuk memperingati Pertempuran Surabaya yang terjadi pada tahun 1945, di mana para tentara dan milisi indonesia yang pro-kemerdekaan berperang melawan tentara Britania Raya dan Belanda yang merupakan bagian dari Revolusi Nasional. Hari Pahlawan nasional ini ditetapkan melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959.

Akhirnya nilai-nilai kepahlawanan yang telah di goreskan dalam tinta mas sejarah di Indonesia sejak merdeka hingga kini agar dapat dijadikan rujukan untuk menjadikan contoh dalam menyelamatkan Indonesia dari hegemoni oligarki yang dapat merongrong kedaulatan NKRI.■

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
1
MUI MENJAWAB: Silahkan ajukan pertanyaan seputar Islam, akan dijawab Langsung ULAMA dari MUI SULSEL.