PAHITNYA KEHILANGAN: Bahasa Tak Bersuara yang Dituturkan Taqdir

Munawir Kamaluddin

Pernahkah kita merasakan bagaimana dunia tiba-tiba terasa sunyi? , Seperti ada sesuatu yang begitu akrab di hati, tiba-tiba terenggut tanpa aba-aba. Segalanya yang semula tampak utuh, kini menyisakan lubang yang tak kasat mata,

Ia datang tanpa permisi, menyelinap dalam kesunyian malam atau di tengah hiruk-pikuk siang. Ia mengendap, menanamkan rasa perih di dada, mengoyak tenang pikiran, dan meninggalkan jejak luka yang tak segera sembuh. Itulah yang biasa kita sebut dengan istilah ”KEHILANGAN”

Ada saat dalam hidup ketika segalanya terasa runtuh; hati seakan tanpa penopang, dan jiwa terombang-ambing di tengah samudera kesedihan. Ia datang tanpa mengetuk pintu, membawa gelombang rasa yang menghantam palung terdalam hati.

Entah itu kepergian seseorang yang dicinta, lenyapnya harapan, atau hilangnya sesuatu yang kita anggap milik kita selamanya, kehilangan hadir dengan cara yang begitu sunyi, namun meninggalkan gema yang mengguncang seluruh keberadaan.

Di sudut waktu yang tak terjangkau oleh tangan manusia, ada detik-detik yang menyimpan tangis tanpa suara, rindu tanpa pertemuan, dan luka tanpa darah.

Kehilangan sering kali hadir sebagai kenyataan yang memisahkan kita dari apa yang kita cintai. Ia datang dalam sunyi, seperti angin malam yang dinginnya perlahan merayap, meruntuhkan pertahanan hati yang paling kokoh.

Kehilangan adalah bahasa tak bersuara yang dituturkan oleh takdir. Ia mengetuk pintu hati dengan pelan, tetapi menyisakan jejak yang dalam.

Betapa sering kita merasa memiliki dunia, menggenggamnya erat, hingga lupa bahwa apa yang kita pegang bukan milik kita. Dan ketika Sang Pemilik mengambil kembali apa yang Dia titipkan, kita terdiam dalam ketidakberdayaan, merasakan bagaimana kosongnya hidup tanpa apa yang telah hilang.

Pada hakikatnya kehilangan itu laksana tamu yang tak diundang, yang sering kali datang membawa pesan rahasia. Meski ia kerap memecah ketenangan, mengguncang kestabilan, dan menggoreskan kesedihan mendalam, ia sebenarnya adalah pelajaran yang diutus oleh Sang Pemilik Hidup.

Kehilangan, meski menyakitkan, adalah cara Allah menyapa hamba-Nya, cara yang tak selalu kita pahami, tetapi selalu sarat makna dan pesan mendalam.

Saat kehilangan menghampiri, kita sering terjebak dalam pertanyaan: Mengapa harus aku? Mengapa sekarang? Namun, pernahkah kita bertanya dengan cara yang berbeda: Apa yang Allah ingin aku pelajari dari ini? Apa hikmah yang tersembunyi di balik rasa sakit ini?

Kehilangan, sesungguhnya, adalah cermin yang memantulkan wajah sejati kita, apakah kita mampu menerima, bersabar, dan berserah, ataukah kita terjatuh dalam keluhan dan keputusasaan. Bukankah Allah telah berfirman dalam kitab-Nya yang mulia:
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya kami akan kembali.”
(QS. Al-Baqarah: 156)

Ayat ini adalah pengingat bahwa segala yang kita miliki, entah itu harta, keluarga, atau bahkan kehidupan kita sendiri, hanyalah titipan.

Kita sering lupa bahwa kita ini hanyalah penjaga sementara atas apa yang dipercayakan kepada kita. Ketika pemilik sejati mengambilnya kembali, apakah kita berhak merasa kehilangan?

Namun, mari kita jujur pada diri sendiri: kehilangan itu berat. Ia memaksa kita menghadapi kenyataan bahwa apa yang kita cintai bukan milik kita selamanya. Ia membongkar kenyamanan yang telah kita bangun, membuat kita merasakan kerapuhan yang sebelumnya tersembunyi. Tetapi justru dalam kerapuhan itulah, kita menemukan kekuatan sejati.

Dari Kehilangan mengajarkan kita bahwa kehidupan adalah perjalanan, bukan tujuan akhir. Ia mengingatkan kita bahwa kebahagiaan yang sejati tidak terletak pada apa yang kita miliki, tetapi pada hubungan kita dengan Sang Pencipta. Rasulullah SAW. bersabda:
الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا ذِكْرَ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا
“Dunia ini terkutuk, dan segala isinya terkutuk, kecuali dzikir kepada Allah, hal-hal yang mendukungnya, orang yang berilmu, dan orang yang belajar.”
(HR. Tirmidzi)

Betapa sering kita terjebak mencintai dunia secara berlebihan, hingga lupa bahwa ia hanyalah jembatan menuju keabadian. Karenanya ,Kehilangan datang untuk melepaskan kita dari keterikatan itu, untuk mengingatkan bahwa dunia ini fana dan hakikat hidup adalah menuju Allah.

Hikmah yang terkadung dalam Kehilangan juga membuka mata hati kita akan keterbatasan diri. Kita yang sering merasa berkuasa atas segalanya, tiba-tiba dipaksa tunduk pada takdir. Dalam kepasrahan itu, ada pelajaran tentang sabar, ridha, tawakkal, dan syukur, sifat-sifat yang tak hanya menguatkan iman, tetapi juga mendewasakan jiwa.

KEHILANGAN SEBAGAI GURU KEHIDUPAN

Mari sejenak merenung: kehilangan apa yang paling menghantam hati kita ? . Mungkin itu kehilangan seorang yang kita cintai, atau kegagalan meraih impian yang telah lama kita perjuangkan. Kehilangan apa pun itu, ia hadir untuk mengajarkan sesuatu yang tak diajarkan oleh keberlimpahan. Kehilangan adalah guru kehidupan yang memaksa kita untuk bertumbuh, meski sering kali dengan cara yang menyakitkan.

Allah SWT. mengingatkan kita dalam firman-Nya:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan sungguh akan Kami uji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”
(QS. Al-Baqarah: 155)

Kehilangan adalah ujian, dan ujian adalah tanda cinta Allah.

Rasulullah SAW. bersabda dalam salahsatu Haditsnya:
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ، وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ
“Sesungguhnya besarnya pahala sebanding dengan besarnya ujian. Jika Allah mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka.”
(HR. Tirmidzi)

Kehilangan, meski menyakitkan, adalah panggilan untuk kembali kepada-Nya, untuk menyerahkan segalanya dengan ikhlas.

MENEMUKAN MAKNA DALAM KEHILANGAN

Kehilangan adalah bagian dari perjalanan hidup. Ia tidak datang untuk melemahkan, tetapi untuk menguatkan. Kehilangan mengajarkan kita untuk memandang dunia dengan cara yang lebih jernih, untuk melepaskan apa yang tak abadi, dan untuk menemukan ketenangan dalam keabadian.

Maka, jika kehilangan menghampirimu, jangan hanya bertanya mengapa? Bertanyalah untuk apa? Temukan hikmah yang tersembunyi, dan jadikan rasa sakit itu sebagai tangga menuju kedewasaan iman dan jiwa.

Kehilangan bukanlah akhir dari segalanya; ia adalah awal dari perjalanan menuju makna yang lebih dalam.

Mari, bersama-sama kita hayati perjalanan ini. Izinkan hati dan pikiranmu larut dalam alunan hikmah, dan temukan ketenangan dalam keberserahan kepada Sang Pemilik Segalanya.

Yakinkan dalam diri kita bahwa ,kehilangan bukanlah akhir dari segalanya. Ia adalah jembatan menuju pemahaman, bahwa hidup ini tak pernah benar-benar tentang apa yang kita miliki, melainkan tentang bagaimana kita memaknai apa yang diberikan dan diambil kembali oleh Sang Pencipta. Seperti pada Firman-Nya mengingatkan kita pada al-Quran surah al-Baqarah: 156.

Dimana pada ayat tersebut bukan sekadar rangkaian kata; ia adalah kebenaran yang menenangkan. Bahwa kita hanyalah penumpang sementara dalam perjalanan panjang menuju keabadian. Apa yang kita miliki hanyalah pinjaman, dan kehilangan adalah bentuk pengembalian yang paling jujur kepada Sang Pemilik segalanya.

Tulisan ini mencoba mengajak kita untuk menyelami rasa kehilangan. Bukan sekadar memahami rasa sakitnya, tetapi juga mencari hikmah yang tersembunyi di dalamnya.

Sebuah perjalanan emosional dan intelektual, yang akan membawa kita pada pemahaman mendalam tentang hakikat hidup dan hubungan kita dengan Sang Pencipta.

Menyingkap Tabir Rahasia dibalik dari Kehingan

Kehilangan adalah bahasa takdir yang sering kali tak kita pahami. Ia hadir tanpa aba-aba, membawa serta rasa sakit yang tak terlukiskan.

Kehilangan mengajarkan kita tentang batas, tentang keterbatasan manusia yang sering kali merasa mampu memiliki segalanya. Dalam setiap kehilangan, ada pesan yang tak terucap dari Sang Maha Kuasa, mengingatkan kita bahwa dunia ini bukanlah rumah sejati kita.
مَا عِندَكُمْ يَنفَدُ وَمَا عِندَ اللَّهِ بَاقٍ
“Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.”
(QS. An-Nahl: 96)

Ayat ini adalah cermin yang memantulkan kenyataan hidup: segala yang kita miliki di dunia ini bersifat fana. Kehilangan, meskipun menyakitkan, adalah pengingat bahwa yang kekal hanyalah Allah dan apa yang disimpan di sisi-Nya. Namun, bagaimana cara kita menyikapi kehilangan?

Pertama, kita harus belajar untuk menerima. Kehilangan bukanlah hukuman, melainkan ujian. Allah berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّىٰ نَعْلَمَ ٱلْمُجَٰهِدِينَ مِنكُمْ وَٱلصَّٰبِرِينَ وَنَبْلُوَا۟ أَخْبَارَكُمْ
Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.” ( QS.Muhammad:31)

Kehilangan melatih hati kita untuk bersabar, untuk menahan diri dari keluhan, dan untuk melihat hidup dengan mata yang lebih jernih. Sabar adalah pakaian terbaik bagi jiwa yang terluka, dan tawakkal adalah obat bagi hati yang resah.
Rasulullah SAW.bersabda:
مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حَزَنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah seorang mukmin tertimpa kelelahan, sakit, kegundahan, kesedihan, gangguan, atau kesusahan, hingga duri yang menusuknya, kecuali Allah akan menghapus dosa-dosanya dengan semua itu.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menenangkan jiwa, bahwa kehilangan dan kesedihan adalah cara Allah membersihkan dosa-dosa kita. Ia adalah bentuk kasih sayang-Nya yang sering kali tersembunyi di balik tirai ujian.

Kedua.kita harus belajar untuk bersyukur. Kehilangan mengajarkan kita untuk menghargai apa yang kita miliki, dan untuk tidak menganggap remeh setiap nikmat yang Allah berikan. Ketika sesuatu diambil dari kita, itu adalah cara Allah mengingatkan bahwa semua yang ada pada kita adalah anugerah, bukan hak.

وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ ٱللَّهِ ۖ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ ٱلضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْـَٔرُونَ
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.” ( QS. An-Nahl:53).

Ketiga, kita harus melepaskan keterikatan berlebihan pada dunia. Kehilangan mengingatkan kita bahwa dunia ini hanyalah perhiasan sementara, dan kebahagiaan sejati terletak pada hubungan kita dengan Allah. Rasulullah SAW.bersabda:
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ
“Hiduplah di dunia ini seolah-olah kamu seorang asing atau seorang pengembara.”
(HR. Bukhari)

Melalui kehilangan, kita belajar bahwa dunia bukanlah tujuan akhir. Ia hanyalah tempat persinggahan, dan kehilangan adalah cara Allah mengarahkan kita kembali kepada jalan-Nya.

Solusi dalam Menghadapi Kehilangan

Kehilangan adalah ujian yang membutuhkan kekuatan hati dan kebijaksanaan jiwa. Solusinya terletak pada bagaimana kita memaknai kehilangan itu sendiri.

Pertama, kita harus mendekatkan diri kepada Allah melalui doa dan dzikir. Dalam doa, kita menemukan ketenangan, dan dalam dzikir, kita mengingat bahwa Allah selalu bersama kita.

Kedua,kita harus mencari pelajaran dari setiap kehilangan. Kehilangan adalah cara Allah mendidik hati kita, membentuk kepribadian kita, dan menguatkan iman kita.

Ketiga, kita harus menjadikan kehilangan sebagai motivasi untuk memperbaiki diri. Jangan biarkan kehilangan melemahkan, tetapi jadikan ia sebagai pijakan untuk bangkit dan menjadi pribadi yang lebih baik.

Karena itu, harus menjadi keyakinan kita bahwa kehilangan bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan menuju pemahaman yang lebih dalam tentang hidup dan cinta Allah. Kehilangan adalah jalan menuju keabadian, dan setiap langkah di jalan itu membawa kita lebih dekat kepada-Nya.

Kehilangan dalam Perspektif Kehidupan dan Kematian

Hidup adalah perjalanan yang penuh dinamika, sementara kematian adalah kepastian. Allah SWT. menciptakan manusia untuk diuji melalui berbagai keadaan, termasuk kehilangan:
وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Kami menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan, dan hanya kepada Kami-lah kamu akan dikembalikan.”
(QS. Al-Anbiya: 35)

Kehilangan, terutama kehilangan orang tercinta, adalah salah satu ujian berat. Namun, bagi seorang mukmin, kehilangan harus diterima dengan sabar, karena kehidupan dunia ini bukanlah tujuan akhir. Rasulullah SAW.bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ: إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ، اللَّهُمَّ أَجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا إِلَّا أَجَرَهُ اللَّهُ فِي مُصِيبَتِهِ، وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا
“Tidaklah seorang muslim tertimpa musibah, lalu ia mengucapkan: ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, Allahumma ajurni fi musibati wa akhlif li khairan minha (Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami kembali. Ya Allah, berilah aku pahala atas musibahku ini, dan gantilah dengan yang lebih baik darinya),’ kecuali Allah akan memberinya pahala atas musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.”
(HR. Muslim)

Makna Filosofis Kehilangan

Secara filosofis, kehilangan mengajarkan manusia bahwa segala sesuatu di dunia ini bersifat fana. Kehilangan melatih hati untuk melepaskan keterikatan berlebihan terhadap dunia dan menanamkan keimanan kepada Allah SAW. sebagai Pemilik segala sesuatu. Ibnu Qayyim al-Jauziyah berkata:
إِذَا أَحَبَّ اللهُ عَبْدًا، ابْتَلَاهُ بِمَا يُبْكِيهِ، لِيَزِيدَ فِي قَلْبِهِ التَّوَكُّلَ وَالِاتِّصَالَ بِهِ
“Jika Allah mencintai seorang hamba, Dia akan memberinya ujian yang membuatnya menangis agar bertambah tawakkalnya dan hubungannya dengan-Nya.”

Ujian berupa kehilangan melatih seseorang untuk bersabar, menerima, dan memurnikan ketergantungannya hanya kepada Allah SWT.

Sikap yang Dianjurkan Ketika Kehilangan

1. Sabar dan Ridha
Allah SWT.berfirman:
وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”
(QS. Al-Baqarah: 155)

Sabar adalah kunci dalam menghadapi kehilangan. Seseorang yang bersabar mendapatkan kedudukan tinggi di sisi Allah SWT.

2. Tawakkal
Tawakkal berarti menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah berikhtiar. Rasulullah SAW.bersabda:
لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
“Jika kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Dia akan memberi kalian rezeki sebagaimana burung diberi rezeki: berangkat pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore dalam keadaan kenyang.”
(HR. Tirmidzi)

3. Bersyukur dalam Kehilangan
Kehilangan, meskipun menyakitkan, dapat mendekatkan hati kepada Allah. Imam Al-Ghazali berkata:
“Musibah yang membuatmu kembali kepada Allah lebih baik daripada nikmat yang membuatmu lupa kepada-Nya.”

4. Doa dan Istighfar
Berdoa kepada Allah SWT. dapat menguatkan hati dalam menghadapi kehilangan. Allah SWT. berfirman:
ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan untukmu.”
(QS. Ghafir: 60)

Karena itu sekali lagi hendaknya kehilangan disikapi sebagai bagian dari sunnatullah yang tidak bisa dihindari. Hal ini mengajarkan manusia untuk hidup dengan keseimbangan antara dunia dan akhirat.

Dengan sikap sabar, tawakkal, dan bersyukur, kehilangan tidak lagi menjadi penderitaan yang sia-sia, tetapi menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kehidupan dan kematian hanyalah titipan, dan pada akhirnya, segala sesuatu akan kembali kepada Pemilik-Nya.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
“Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami, kelemahan kami dalam urusan kami, teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.”
(QS. Ali Imran: 147).

PENUTUP/ KESIMPULAN

Dalam perjalanan hidup yang fana ini, kehilangan adalah keniscayaan yang tak terelakkan. Setiap jiwa yang hadir di dunia, pada akhirnya akan kembali kepada Sang Pencipta.

Kesedihan yang menyelimuti hati saat perpisahan adalah bukti nyata dari cinta dan kasih sayang yang telah terjalin.

Air mata yang mengalir menjadi saksi bisu betapa dalamnya perasaan itu, menandakan bahwa hati masih hidup dan peka terhadap sentuhan kasih Ilahi.

Rasulullah SAW. teladan utama kita, pun pernah merasakan duka yang mendalam. Ketika putra beliau, Ibrahim, berpulang ke rahmatullah, beliau meneteskan air mata kesedihan. Saat ditanya oleh Abdurrahman bin Auf tentang tangisannya, beliau menjawab, “Wahai Ibnu Auf, sesungguhnya ini adalah rahmat.” Beliau melanjutkan, “Kedua mata boleh mencucurkan air mata, hati boleh bersedih, hanya kita tidaklah mengatakan, kecuali apa yang diridai oleh Rabb kita. Dan kami dengan perpisahan ini wahai Ibrahim pastilah bersedih.”

Dari kisah ini, kita belajar bahwa merasakan kesedihan dan mengekspresikannya melalui tangisan adalah fitrah manusia. Namun, yang terpenting adalah menjaga lisan dan hati agar tetap dalam keridaan Allah, tidak meratap berlebihan atau mempertanyakan takdir-Nya.

Menangis tanpa meratap diperbolehkan dalam Islam, sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat sahabat Anas RA.

Kesedihan yang dirasakan hendaknya menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, mengingatkan kita akan keterbatasan sebagai hamba, dan memperkuat keimanan terhadap ketetapan-Nya. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman, “Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.”

Maka, biarkanlah air mata itu mengalir sebagai penyejuk hati yang terluka. Biarkan kesedihan itu hadir sebagai tanda cinta yang mendalam.

Namun, jangan biarkan kesedihan itu menenggelamkan kita dalam keputusasaan. Bangkitlah dengan keimanan yang lebih kuat, yakini bahwa setiap takdir Allah mengandung hikmah yang mungkin belum kita pahami sepenuhnya.

Akhirnya, semoga setiap tetes air mata yang jatuh menjadi penawar bagi luka hati, setiap kesedihan menjadi jalan menuju kedewasaan jiwa, dan setiap kehilangan menjadi pengingat akan hakikat kehidupan yang sementara ini.

Tetaplah tegar dalam iman, sabar dalam ujian, dan ikhlas menerima ketetapan-Nya, karena di balik setiap takdir Allah, terdapat kasih sayang yang tiada terhingga.# Wallahu A’lam Bishawab

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
1
MUI MENJAWAB: Silahkan ajukan pertanyaan seputar Islam, akan dijawab Langsung ULAMA dari MUI SULSEL.