Pendeta di Asrama Haji, Ini Tanggapan MUI Sulsel

Makassar, muisulsel.com – Konvensi Nasional Pendeta Toraja 18-21 Mei 2022 di Asrama Haji Sudiang Makassar menuai kontra. Ihwal itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel memberi nasihat.

Kontra datang dari sejumlah kalangan tokoh. Presiden Nusantara Foundation, Imam Shamsi Ali, salah satunya.

Imam Shamsi Ali, dai sekaligus imam di Amerika Serikat, mengatakan, konvensi Gereja Toraja di asrama haji tidak melabrak syariat. Namun, pria asal Bulukumba, itu tetap tak setuju.

“Karena asrama itu memang diperuntukkan untuk keperluan khusus bagi umat Islam, dan lebih khusus lagj bagi kepentingan jamaah haji,” kata Shamsi Ali, dikutip muisulsel.com dari laman pilarindonesia.com, Selasa (17/5/22).

“Saya cenderung tidak walau tidak ada pelanggaran agama apapun,” tegas Shamsi Ali.

Laman kemenag.go.id, mengabarkan, Ketua Badan Pekerja Sinode (BPS) Gereja Toraja Pendeta Alfred Yohanes Rantedatu Anggui, memilih Kompleks Asrama Haji di Makassar dengan alasan pesan damai dan persahabatan dengan semua agama sekaligus memperlihatkan semangat nasionalisme di NKRI tercinta.

“Apabila para pendeta berkumpul di asrama haji dengan niat menjalankan kegiatan yang baik, maka kesan perdamaian antarumat beragamanya akan lebih terasa,” dilansir kemenag.go.id.

Tanggapan MUI Sulsel

Ketua Komisi Hubungan Antarumat Beragama (Haub) MUI Sulsel Prof Dr Wahyuddin Naro M Hum, menyampaikan tanggapannya melalui muisulsel.com, Rabu (18/5/22). Berikut komentar Prof Wahyuddin, ketua Forum Kemanusiaan Lintas Agama (FKLA) Sulsel.

Persoalan penggunaan Asrama Haji Sudiang untuk Konvensi Nasional Pendeta Toraja yang berlangsung pada 18-21 Mei 2022, harus dipahami bahwa asrama haji itu merupakan tempat atau sarana yang diperuntukan untuk pelaksanaan pemberangkatan calon jemaah haji dan pemulangan jemaah haji. Penggunaanya tiga bulan dalam setahun.

Selain itu, juga diperuntukkan untuk kegiatan umum berupa pelatihan, seminar dan sebagainya. Karena, asrama haji sebagai UPT BLU (badan layanan umum).

Untuk itu, asrama haji sebagai aset negara/BLU, maka bisa digunakan oleh siapa saja. Berbeda dengan rumah ibadah misalnya masjid maka kita tidak bisa mengijinkannya untuk kegiatan agama lain karena merupakan tempat ritual ibadah.

Penggunaan asrama haji sebagai BLU dapat menambah pemasukan pendapatan negara atau PNBP di tengah pandemi ini.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 59 Tahun 2018 tentang PNBP, Pengelolaan BMN merupakan salah satu obyek PNBP.

Pengelolaan BMN merupakan kegiatan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lain yang sah.

Pasal 10 UU No.59 Tahun 2018 diatur bahwa tarif atas jenis PNBP yang berasal dari pengelolaan BMN disusun dengan mempertimbangkan nilai guna aset tertinggi dan terbaik, serta kebijakan pemerintah.

Kebijakan pemerintah dimaknai dengan memperhatikan antara lain, manfaat sosial dan program pemerintah.

Penggunaan asrama haji oleh agama lain juga merupakan bukti nyata program pemerintah tentang moderasi beragama di Indonesia di mana tak sekadar wacana.

Selain bukti moderasi beragama, ini juga merupakan wujud dari ke-Bhinneka-an dan keberagaman bangsa Indonesia, di mana masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai macam agama.

Indonesia telah mengakui adanya enam agama resmi negara sehingga seluruh warga bangsa harus diperlakukan sama dalam melaksanakan kegiatan keagamaannya dan sesuai hukum yang berlaku.

Sebelum menutup penyampaiannya, Prof Wahyuddin Naro, wakil Rektor II UIN Alauddin Makassar, mengingatkan dengan sebuah ayat “Dan jika di antara kaum musyrikin ada yang meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah agar dia dapat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah dia ke tempat yang aman baginya (At-taubah :6). (Irfan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
1
MUI MENJAWAB: Silahkan ajukan pertanyaan seputar Islam, akan dijawab Langsung ULAMA dari MUI SULSEL.