Makassar, muisulsel.or.id – Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan Prof Dr KH Muammar Bakry, jadi narasumber pada diskusi Halaqah Tantangan dan Solusi Haji yang dilaksanakan di hotel UIN Alauddin Makassar, pada Jumat 7 Maret 2025.
Diskusi ini digelar atas kerjasama kampus UIN Alauddin Makassar dan Badan Pengelola Keuangan Haji, yang dihadiri oleh ratusan akademisi kampus dan praktisi penyelenggara haji umrah, serta sejumlah ormas Islam.
Anggota DPR RI, Ashabul Kahfi saat memberikan sambutan selaku tamu kehormatan mengungkapkan polemik tentang haji dan tantangannya. Ia memberikan solusi terkait daftar tunggu haji yang sangat panjang. Menurutnya, sebaiknya bagi mereka yang sudah pernah berhaji jangan lagi diberikan izin untuk berhaji walaupun melalui jalur haji khusus, sebab banyak orang yang berkali-kali mau pergi haji.
Dalam diskusi ini, Sekretaris Umum MUI Sulsel saat memaparkan materinya akan fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan oleh MUI tentang haji dan pemanfaatan dananya. Fatwa itu menyebutkan memanfaatkan uang jamaah untuk menutupi jamaah lain hukumnya adalah haram.
“Sebenarnya jika menilik persoalan yang ada maka solusi yang dapat dilakukan oleh BPKH adalah menggunakan dana jamaah haji yang sudah menyetor untuk memberangkatkan mereka,” ujarnya.
Dirinya juga menuturkan bahwa yang paling utama adalah bagaimana likuiditas sektor keuangan agar jangan sampai terjadi masalah keuangan, terlebih dana yang ada sangatlah besar. Ia juga menekankan agar adanya transparansi penggunaan keuangan antara pihak Kementerian Agama dan BPKH kepada para jamaah.
“Di sini juga pengelolaannya haruslah secara syar’i dan penggunaan operasionalnya pun demikian, sehingga tak ada jamaah yang dikorbankan jika dilakukan dan di belanjakan serta di investasikan secara syar’i,” sambungnya rektor kampus UIM Makassar ini.
Menurutnya, jika dana haji itu dikelola dan di investasikan secara syar’i dana jamaah, maka bukan hanya hal material yang bisa di dapatkan, namun juga hal diluar material bisa di dapatkannya. Oleh karenanya skema yang digunakan haruslah para jamaah tahu.
“Skema akad apa yang digunakan itu haruslah benar-benar pasti agar jamaah tahu model akadnya seperti apa, apakah menggunakan skema wadi’ah atau mudharabah sebagaimana penjelasan dalam Alquran,” paparnya.
Sebab katanya, jika tidak jelas akadnya, maka tidaklah halal pemanfaatan dana jamaah untuk keperluan lain tanpa adanya kerelaan dari pemilik dana.
Kontributor: Nur Abdal Patta