Oleh:
Drs Abd Rasyid Qudaeda MPd, anggota Komisi Dakwah MUI Sulsel
Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi’i atau Imam Al Ghazali mengemukakan tiga tingkatan orang-orang yang berpuasa dalam kitabnya Ihya’ulumuddin.
Beliau mengklasifikasikan orang-orang yang berpuasa kepada tiga tingkatan. Shaum al-‘umum, shaum al-khushush, dan shaum khawas al-khawash.
Shaum al ‘umum adalah puasa keumuman manusia. Yaitu puasa yang baru pada tahapan menghentikan makan, minum, dan jima dari terbit mata hari sampai terbenamnya. Inilah puasa tingkatan pertama yang merupakan pelatihan dasar bagi setiap orang untuk mengendalikan syahwat makan dan seksualnya.
Meskipun pada tahapan ini puasa telah sampai pada kategori sah karena telah terpenuhi rukun dan syarat lahiriahnya.
Akan tetapi, sangat rentan dengan pembatalan nilai-nilainya, karena masih terbuka pintu kerusakan pahala puasa dengan keburukan anggota badan dan akal pikirannya.
Orang-orang yang berpuasa tetapi masih berkata bohong, mengumpat, mengambil hak orang lain, berpikir yang buruk, riya, iri hati dan dendam kesumat, adalah orang-orang yang berpuasa pada tingkatan kelas umum ini.
Inilah di antara makna peringatan sabda Nabi Muhammad SAW, seperti yang diriwayatkan oleh lmam Bukhari dan Muslim:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan yang dusta, tindakan yang jahil, melainkan dia melakukannya, maka Allah tidak berkepentingan kepada puasanya orang tersebut.”
Sementara itu shaum al-khushush adalah puasanya orang-orang yang sudah sampai derajat istimewa, dimana puasa tidak lagi hanya mengendalikan keburukan syahwat perut dan kemaluan, melainkan telah mengendalikan dan mengontrol semua perilaku badan dan terutama panca inderanya.
Matanya sudah dikendalikan dari melihat tontonan dan pemandangan yang sia-sia apalagi yang haram.
Lisannya sudah dikendalikan dari mengatakan ucapan-ucapan yang sia-sia apalagi yang haram seperti bersaksi palsu, memfitnah, mengumpat, berdusta, mengado domba, memaki dan mencela orang.
Dan juga telinganya telah dipelihara dari mendengarkan perkataan yang sia-sia apalagi perkataan yang haram. Dan seluruh anggota badannya dikendalikan dari tindakan dan perbuatan yang sia-sia. Puasa (shaum) semacam ini layak dikategorikan sebagai puasanya orang-orang saleh.
Sementara itu, shaum khawas al-khawash, yaitu puasanya orang-orang yang paling istimewa. Mereka berpuasa bukan sekadar menahan syahawat perut melainkan juga sudah menahan dan mengendalikan seluruh anggota badan dan panca indera dari segala perbuatan sia-sia dan haram.
Lebih dari itu, puasanya orang-orang yang paling istimewa ini telah mengendalikan dan mengarahkan segenap potensi hati dan akalnya fokus kepada zikir dan pikir yang baik, yaitu berzikir mengingat keagungan Allah dan berpikir merenung keajaiban ciptaan-ciptaan-Nya.
Puasa pada derajat ini adalah puasa yang paripurna, dimana dari mulai perut dan kemaluan, semua anggota badan, panca indera sampai kepada pikiran dan perasaan telah berpuasa. Dikendalikan, dikontrol dan dikonsentrasikan hanya kepada satu objek, yaitu kepada Allah SWT.
Derajat puasa seperti inilah maqam (tingkatan) puasanya para nabi dan para kekasih Allah SWT, di mana tingkatan spiritual seorang hamba yang berpuasa sudah mendekat kepada derajat sifat-sifat kemalaikatan dan telah jauh dari sifat sifat kehewanan apalagi sifat-sifat kesetanan.
Puasa seperti inilah yang pasti menjamin dekatnya manusia kepada Allah SWT dan terkabulnya setiap permohonan.
(Irfan)