Ustad Chamdar Nur, S.Pd.I.,SH.,Lc., M.Pd. (Anggota Komisi Hubungan Luar Negeri MUI Sulsel)
Makassar. muisulsel.or.id – Salat tarawih adalah salah satu ibadah sunnah yang sangat dianjurkan di bulan Ramadhan. Namun, perbedaan pendapat mengenai jumlah rakaatnya sering kali menjadi pembahasan di kalangan ulama. Untuk memahami permasalahan ini dengan baik, kita perlu merujuk kepada dalil-dalil shahih, dan pengamalan para ulama salaf.
Dalil utama dalam menentukan jumlah rakaat shalat Tarawih berasal dari hadits Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha. Beliau berkata
ما كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يزيد في رمضان ولا في غيره على احدى عشرة ركعة يصلي اربعا فلا تسأل عن حسنهن وطولهن ثم يصلي اربعا فلا تسأل عن حسنهن وطولهن ثم يصلي ثلاثا
Artinya: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak pernah menambah jumlah rakaat shalat (malam) di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan lebih dari sebelas rakaat. Beliau sholat empat rakaat, maka jangan engkau tanyakan tentang keindahan dan panjangnya, kemudian beliau shalat empat rakaat lagi, lalu beliau sholat tiga rakaat.” (HR. Al Bukhari & Muslim).
Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melakukan shalat malam, termasuk Tarawih, tidak lebih dari sebelas rakaat (delapan rakaat ditambah tiga witir). Ini menjadi dalil yang kuat bagi yang melaksanakan shalat Tarawih delapan rakaat.
Namun, perlu dicatat bahwa Umar radhiyallahu anhu tidak menyatakan bahwa jumlah ini adalah satu-satunya bentuk yang harus diamalkan para ulama besar, seperti Imam Asy-Syafii, Imam Ahmad, dan Imam Malik, mengakui bahwa jumlah rakaat tarawih tidak terbatas, asalkan dilakukan dengan khusyuk.
Sebagian orang menganggap bahwa shalat tarawih harus 20 rakaat. Padahal, keyakinan seperti ini bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar dalam ibadah, yaitu adanya kelonggaran (الترخيص) dan fleksibilitas dalam tata cara pelaksanaan.
Hadits Ummu Salamah radhiyallahu anha Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
ان صلاة الليل مثنى مثنى فاذا خشي احدكم الصبح صلى ركعة واحدة توتر له ما قد صلى
Artinya: “Shalat malam itu dua rakaat-dua rakaat. Jika seseorang khawatir datangnya fajar, hendaklah ia sholat satu rakaat sebagai witir untuk mengganjilkan shalat yang telah dilakukan.” (HR. Al Bukhari & dan Muslim).
Hadits ini menunjukkan bahwa shalat malam, termasuk tarawih, tidak memiliki batasan rakaat tertentu dan hal tersebut sudah menjadi kesepakatan ulama tentang kebolehan berbagai jumlah rakaat sebagaimana penyataan Imam Ibnu Abdil Barr rahimahullah taala dalam kitabnya At Tamhid (8/115) beliau berkata
لا خلاف بين المسلمين ان قيام رمضان ليس بواجب وانه سنة وان النبي صلى الله عليه وسلم لم يحد فيه عددا
Artinya: “Tidak ada perbedaan di antara kaum muslimin bahwa shalat malam di bulan Ramadhan tidak wajib, tetapi sunnah. Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak menentukan jumlah rakaat tertentu.”
Oleh karena itu, berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa;
1. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melakukan sholat malam (termasuk Tarawih) sebanyak 8 rakaat ditambah witir 3 rakaat, sebagaimana hadits shahih dari Aisyah radhiyallahu anha.
2. Para sahabat dan tabi’in, termasuk Umar bin Khattab radhiyallahu anhu, mempraktikkan sholat tarawih dengan jumlah rakaat yang bervariasi, termasuk 20 rakaat.
3. Tidak ada batasan dalam jumlah rakaat tarawih, sebagaimana ditegaskan oleh para ulama besar seperti Imam Malik, Asy-Syafii, dan Ahmad.
Dengan demikian, baik yang shalat tarawih 8 rakaat maupun 20 rakaat, Insya Allah semuanya sudah sesuai dengan dalil-dalil dan sah berdasarkan sunnah dan pengamalan ulama kita. Dan yang terpenting adalah berapapun rakaat yang kita yakini maka kita perlu menjaga kekhusyukan dan keikhlasan dalam ibadah kita.
Wallahu alam.
Irfan Suba Raya