Makassar, muisulsel.com – Dalam bahasa hadis Nabi, harapan disebut al- Rajaa, dan impian impian disebut Tamanniy. Keduanya berbeda secara substansi. Harapan itu dilakukan dengan penuh kesungguhan sementara impian itu diwujudkan dengan disertai kemalasan.
Harapan itu juga bermakna mewujudkan rasa taqwa, yaitu takut berbuat salah dan pelanggaran demi kesuksesan di masa akan datang, seperti firman Allah Swt:
مَّا لَكُمْ لَا تَرْجُونَ لِلَّهِ وَقَارًا
«ما لكم لا ترجون لله وقارا» أي تأملون وقار الله إياكم بأن تؤمنوا.
(Mengapa kalian tidak mengharapkan keagungan dari Allah?) tidak mengharapkan Allah mengangkat derajat kalian, agar kalian beriman kepada-Nya?
Ibnu Abbas ra berkata, yang dimaksud waqar itu adalah keagungan. Menurut Hasan Basri rahimahullah adalah kebenaran dan nikmat di sisi Allah swt.
Harapan seperti tertuang di atas wajib ada pada seorang mukmin. Adanya harapan besar, maka seseorang bermujahadah, berdoa, beramal sholeh, berjihad dalam iman dan taqwa demi kesejahteraan dunia dan akhirat.
Berharap besar kepada rahmat Allah swt merupakan nilai luhur yang diinginkan Allah Swt. Agar harapan itu selalu menghiasi hidup seorang mukmin berdasarkan sabda Nabi saw:
حَدَّثَنِى إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ سَمِعَ يَحْيَى بْنَ آدَمَ حَدَّثَنَا أَبُو الأَحْوَصِ عَنْ أَبِى إِسْحَاقَ عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ عَنْ مُعَاذٍ – رضى الله عنه – قَالَ كُنْتُ رِدْفَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – عَلَى حِمَارٍ يُقَالُ لَهُ عُفَيْرٌ ، فَقَالَ « يَا مُعَاذُ ، هَلْ تَدْرِى حَقَّ اللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ » . قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ . قَالَ « فَإِنَّ حَقَّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوهُ وَلاَ يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ، وَحَقَّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ أَنْ لاَ يُعَذِّبَ مَنْ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا » . فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَفَلاَ أُبَشِّرُ بِهِ النَّاسَ قَالَ « لاَ تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكِلُوا » متفق عليه.
Telah bercerita kepadaku Ishaq bin Ibrahim. Dia mendengar Yahya bin Adam telah bercerita kepada kami Abu Al Ahwash dari Abu Ishaq dari ‘Amru bin Maimun dari Mu’adz radliallahu ‘anhu berkata, “Aku pernah membonceng di belakang Nabi saw di atas seekor keledai yang diberi nama ‘Uqoir. Beliau bertanya, “Wahai Mu’adz, tahukah kamu apa hak Allah atas para hamba-Nya dan apa hak para hamba atas Allah?. Aku jawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu”. Beliau bersabda, “Sesungguhnya hak Allah atas para hamba-Nya adalah hendakkah beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun dan hak para hamba-Nya atas Allah adalah seorang hamba tidak akan disiksa selama dia tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun”. Lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, apakah boleh aku menyampaikan kabar gembira ini kepada manusia?”, Beliau menjawab, “Jangan kamu beritahukan mereka sebab nanti mereka akan berpasrah saja”.
Di sisi Allah selalu ada jaminan keselamatan. Itu bagi yang tinggi harapannya, bagi yang tobat dari kemaksiatan dan kekufuran kemudian tetap bertahan dengan imannya, maka di sisi Allah ada kasih sayang dan ampunan. Bagi orang yang beriman, selama bertahan dengan keimanannya, tidak wafat dalam keadaan musyrik, maka pasti terbebas dari azab dan ganjaran siksaan Allah Swt.
Al-Rajaa atau harapan kepada Allah swt yang selalu besar adalah bukti iman yang kokoh dan taqwa yang tinggi semoga kita semua tetap dalam makna harapan tinggi.