GORESAN PAGI: Lahiriah Adalah Standar Penilaian yang Absah

Makassar, muisulsel.com – Seseorang di hadapan Allah swt harus membawa dan memperhadapkan hatinya dan batinnya yang berdasar pada petunjuk Rasulullah saw bahwa Allah swt memperhatikan hati manusia dan memerhatikan hakekat amal sholeh manusia serta keikhlasannya.

Namun, bila berkenaan manusia atas manusia lainnya, lahiriyah mereka merupakan syariat yang terukur. Ucapan dan perbuatan keduanya secara lahiriah yang menjadi indikator iman dan tidaknya seseorang, maka tidak diperkenankan seseorang menghakimi orang lain karena faktor praduga kemusyrikan dan kekufuran dan bid’ah dan seterusnya. Selama lahiriyahnya tidak tegas menyatakan kekufuran itu dan selama lahiriahnya tidak tegas mengatakan berbuat bid’ah, maka hal yang nampak itulah ketetapan bagi manusia.

 قَالَ الله تَعَالَى: {فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُم} [التوبة: 5].

Jika mereka taubat dan mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat, maka lepaskan mereka pergi.

Pelaksanaan ibadah keseharian oleh seseorang adalah bukti keimanan dan ketaqwaan. Imam Suyuthi berkata orang yang menyatakan diri taubat belum dikategorikan taubat hingga terlihat ibadahnya banyak dan baik di kerjakan.

Al Khattabiy berkata, “Lahiriah yang dimaksud disini adalah bahasa tubuh dan perbuatan. Selama tidak ada bukti pada seseorang yang dipastikan menunjukkan hal buruk, maka ia tidak dapat dipandang buruk.”

Dalam suatu pertempuran, Usama pernah membunuh musuh yang terdesak yang berlindung dengan ucapan kalimat tauhid lailaha illallah. Usama tidak memperdulikan ucapannya, tetapi membunuhnya dengan alasan hanya taktik untuk selamat, maka Nabi menegurnya dan berkata bahwa yang ada di dalam dada itu batiniah tidak bisa dipastikan itu bohong atau tidak.

وفي رواية: فَقَالَ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم: ((أقالَ: لا إلهَ إلا اللهُ وقَتَلْتَهُ؟))! قُلْتُ: يَا رَسُول الله، إِنَّمَا قَالَهَا خَوْفًا مِن السِّلاحِ، قَالَ: ((أَفَلا شَقَقْتَ عَنْ قَلْبِهِ حَتَّى تَعْلَمَ أَقَالَهَا أمْ لا؟!)) فمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى تَمَنَّيْتُ أنِّي أسْلَمْتُ يَوْمَئذٍ.

Demikian yang mengatakan ucapan keburukan, maka tidak bisa dikategorikan ia berniat baik di hatinya selama amal ucapan lahiriahnya itu buruk.

Kesimpulannya, gerak, bahasa tubuh dan perbuatan manusia, seluruhnya adalah standar ukuran yang dinilai sesama manusia. Seyogyanya setiap manusia itu menjaga perbuatan dan amalnya karena itu kunci penilaian bagi seorang muslim pada orang lain.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
1
MUI MENJAWAB: Silahkan ajukan pertanyaan seputar Islam, akan dijawab Langsung ULAMA dari MUI SULSEL.