Makassar, muisulsel.or.id – Tahun 1445 H merupakan hal yang tidak penting dalam perjalanan literasi manusia, karena pada saat itu terjadi pergeseran signifikan dari literasi konvensional ke literasi digital. Perubahan ini dipicu oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang menghasilkan media digital yang semakin canggih dan meresap ke dalam kehidupan sehari-hari.
Literasi konvensional, yang bertumpu pada bacaan fisik seperti buku dan majalah, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perkembangan manusia selama berabad-abad. Namun dengan munculnya teknologi digital, bentuk dan cara manusia mendapatkan informasi dan pengetahuan juga mengalami perubahan yang drastis.
Literasi digital mengacu pada kemampuan seseorang untuk memahami, menggunakan, dan berpartisipasi dalam dunia digital, termasuk kemampuan dalam mengakses, mengevaluasi, dan memanfaatkan informasi yang ditemukan di internet.
Namun, penguncian dari literasi konvensional ke literasi digital bukanlah proses yang mudah. Banyak orang yang terbiasa dengan cara lama membaca dan mencari informasi mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan literasi digital. Mereka mungkin mengalami kesulitan dalam memahami bahasa digital, seperti hashtag, emoji, atau singkatan yang umum digunakan di media sosial. Selain itu, mereka juga mungkin kesulitan dalam mencari informasi yang valid dan terpercaya di antara informasi banjir yang tersedia di internet.
Namun, hijrah menuju literasi digital juga membawa banyak manfaat. Dengan akses ke internet, seseorang dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah. Mereka dapat mengakses sumber daya pendidikan online, membaca e-book, atau mengikuti kursus online. Selain itu, literasi digital juga membuka pintu bagi partisipasi aktif dalam komunitas online, di mana seseorang dapat berbagi pengetahuan, berinteraksi dengan orang lain, dan mengembangkan jejaring sosial.
Untuk menghadapi perubahan ini, masyarakat perlu memperkuat literasi digital mereka. Pendidikan literasi digital perlu diperkenalkan sejak dini, baik di tingkat sekolah maupun di lingkungan keluarga. Orang tua dan guru perlu memberikan pemahaman tentang cara menggunakan teknologi dengan bijak, memilah informasi yang valid, dan melindungi diri dari ancaman online.
Selain itu, individu juga perlu mengembangkan kemampuan kritis dalam menghadapi informasi yang ditemukan di internet. Mereka harus dapat melawan kebenaran dan validitas informasi, serta memverifikasi sumbernya sebelum mempercayai dan menyebarkannya.
Hijrah dari literasi konvensional menuju literasi digital di tahun 1445 H adalah perjalanan yang menantang namun penting. Dalam menghadapi era digital yang terus berkembang, kemampuan untuk memahami, menggunakan, dan berpartisipasi dalam dunia digital menjadi keterampilan yang tak terhindarkan bagi semua orang. Dengan memperkuat literasi digital, kita dapat mengoptimalkan manfaat teknologi informasi dan komunikasi untuk kemajuan individu dan masyarakat secara keseluruhan.
Di era digital yang semakin maju seperti sekarang ini, literasi digital menjadi hal yang sangat penting untuk dikuasai oleh semua orang, termasuk para dai. Literasi digital adalah kemampuan untuk menggunakan teknologi digital dengan baik dan bijak, termasuk dalam mengakses, memahami, dan menggunakan informasi yang ada di dunia maya.
Sebagai para dai yang memiliki peran penting dalam menyebarkan dakwah Islam, hijrah dari literasi konvensional menuju literasi digital di tahun 1445 H adalah langkah yang sangat dianjurkan. Mengapa demikian?
Pertama, dengan menguasai literasi digital, para dai dapat memanfaatkan media sosial dan platform digital lainnya untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah kepada umat Islam di seluruh dunia. Di era digital ini, banyak orang menghabiskan waktu mereka di dunia maya, sehingga media sosial dapat menjadi sarana yang efektif untuk menyampaikan dakwah secara masif dan cepat.
Kedua, dengan literasi digital, para dai dapat menghindari penyebaran informasi yang salah atau hoaks. Di era digital, mudahnya penyebaran informasi membuat banyak orang terjebak dalam informasi yang tidak benar. Sebagai para dai, memiliki literasi digital yang baik akan membantu dalam menyaring informasi yang benar dan menyebarkannya kepada umat Islam.
Ketiga, literasi digital juga memungkinkan para dai untuk terus belajar dan meningkatkan pengetahuan mereka. Dalam dunia digital, informasi dapat diakses dengan mudah dan cepat. Para dai dapat memanfaatkan berbagai sumber informasi yang ada di internet untuk memperdalam pemahaman mereka tentang agama Islam dan berbagai isu terkini yang berkaitan dengan Islam.
Keempat, literasi digital juga membuka peluang baru bagi para dai untuk berkolaborasi dan berinteraksi dengan dai-dai lain di seluruh dunia. Dalam dunia digital, jarak dan waktu tidak lagi menjadi hambatan. Para dai dapat saling berbagi pengalaman, pengetahuan, dan ide-ide melalui platform digital, seperti grup diskusi online atau webinar.
Namun, dalam menjalani hijrah dari literasi konvensional menuju literasi digital, para dai juga perlu berhati-hati dan memperhatikan etika digital. Penting bagi para dai untuk tetap menjaga integritas dan keaslian informasi yang mereka sampaikan. Selain itu, para dai juga perlu berhati-hati dalam menggunakan media sosial agar tidak terjebak dalam ketidakadilan yang tidak produktif atau bahkan menyebarkan kebencian.
Dalam menghadapi tantangan literasi digital, para dai juga perlu terus belajar dan mengikuti perkembangan teknologi. Dunia digital terus berkembang dengan cepat, sehingga para dai perlu mengikuti perkembangan tersebut agar tetap relevan dalam menyampaikan pesan dakwah.
Hijrah dari literasi konvensional menuju digital di tahun 1445 H adalah langkah yang sangat dianjurkan bagi para dai. Literasi digital akan memungkinkan para dai untuk menyebarkan dakwah dengan lebih efektif, menyaring informasi yang benar, terus belajar dan berkolaborasi dengan dai-dai lain, serta tetap relevan di era digital ini. Namun, para dai juga perlu berhati-hati dan menjaga etika digital dalam menggunakan media sosial dan platform digital lainnya.