HIKMAH HALAQAH: Pengaturan Mahar

Prof Dr KH Muammar Bakry, Lc MA (Sekretaris Umum MUI Sulsel)

Makassar, muisulsel.or.id – Dalam Al-Qur’an Allah Swt telah berfirman di surat An-Nisa tentang bagaimana pemberian mahar kepada perempuan yang hendak dinikahi.

Mahar juga dalam Al-Qur’an disebut sebagai sedekah. Mengapa dikatakan sedekah? Sebab hal itu sebagai pembuktian bahwa perempuan yang akan ditemani tidur bersama itu adalah istri, yang diawali dengan pemberian mahar.

Zaman dahulu bangsa Arab jika hendak menikahkan anaknya, maka mahar itu tidaklah diberikan kepada perempuan karena semua mahar diambil oleh orang tuanya.

Hal ini justru sebaliknya di daerah Sulawesi, khususnya masyarakat Bugis Makassar dengan adanya istilah uang panaik yang berbeda dengan mahar untuk si perempuan yang dipersunting.

Kata-kata Nihlah dalam surat An-Nisa adalah bermakna mahar yang sepadan dan pantas untuk perempuan yang hendak menjadi istrinya. Maka tidak pantaslah bagi laki-laki yang misalnya memiliki harta banyak seperti tanah garapan, lalu di saat ia memberikan mahar kepada perempuan hanyalah membawa beberapa buah peralatan memasak.

Hal inilah yang dimaksud oleh ayat tadi untuk membawa mahar yang pantas. Jika sang laki-laki memiliki banyak lahan tanah, maka yang pantas dan sepadan untuk dijadikan maharnya adalah sebidang tanah pula yang mempunyai nilai yang tinggi.

Seperti itulah agama memerintahkan kepada kita untuk menghargai perempuan, dan itu pula yang menjadi nilai bagi si laki-laki.

Lalu bagaimana jika di tengah perjalanan pernikahan terjadi sesuatu terhadap suami? Bolehkah perempuan memberikan kembali maharnya?

Simak ulasan lengkapnya dalam video kajian berikut ini.

Kontributor: Nur Abdal Patta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
1
MUI MENJAWAB: Silahkan ajukan pertanyaan seputar Islam, akan dijawab Langsung ULAMA dari MUI SULSEL.