Gurutta Prof Dr KH Muammar Bakry, Lc MA (Sekretaris Umum MUI Sulsel)
Makassar, muisulsel.or.id – Perempuan dalam kehidupan berumah tangga tidaklah hanya sebatas urusan dapur untuk memasak, atau urusan sumur untuk mencuci dan sebagainya, dan urusan dalam kamar menemani suaminya beristirahat.
Di masa penjajahan Belanda terhadap Indonesia kala itu, dapat dikatakan hampir tidak ada perempuan yang memiliki pengetahuan yang tinggi yang menyamai laki-laki pada saat itu. Hingga hadirlah seorang perempuan yang bernama Raden Ajeng Kartini, yang memperjuangkan hak-hak perempuan dalam hal bisa belajar dan mencari nafkah sama halnya dengan laki-laki.
Hal inipun dialami oleh Rasulullah Saw pada waktu itu ketika hadir di tengah masyarakat Arab, yang membatasi gerakan perempuan. Bahkan di zaman itu, perempuan seringkali menjadi korban oleh para lelaki Arab seperti hilangnya hak kewarisan dalam keluarga.
Bahkan di zaman itu, perempuan bisa dijadikan warisan dan di pindah tangankan dari satu orang ke orang yang lain. Mereka tidak diperbolehkan keluar rumah untuk mencari ilmu atau mencari nafkah.
Dengan kehadiran Rasulullah Saw inilah, dengan risalah yang dibawanya dan memuliakan perempuan dan memanusiakannya. Beliau mengatakan bahwa perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam hal layak untuk berilmu pengetahuan, dan juga mencari nafkah.
Dalam sebuah riwayat mengatakan bahwa perempuan itu adalah tiangnya negara, jika perempuannya baik maka baik pulalah negara itu, namun jika perempuannya rusak maka rusak pula negara itu.
Hal ini juga dapat di nisbatkan seperti ungkapan di atas, oleh karena pendidikan pertama bagi anak-anak adalah ibunya. Dari ibulah mereka mendapatkan ilmu dan contoh perilaku hidup bagi anak-anak.
Inilah sebabnya sehingga Allah memuliakan kedudukan perempuan, dan bahkan menurunkan surah dalam Alquran yang diberi surah An-Nisa, yang khusus membahas perempuan dan hak-haknya.
Simak selengkapnya di video lengkapnya berikut ini.
Kontributor: Nur Abdal Patta