Chamdar Nur, Lc,.SH,. S. Pd. I,. M. Pd. (Anggota MUI Sul-Sel Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional)
Makassar, muisulsel.or.id – Bulan Dzulhijjah kembali menyapa umat Islam. Waktu yang penuh berkah, di mana gema takbir menggema dan semangat beribadah meningkat. Salah satu ibadah besar di hari-hari ini adalah ibadah qurban, penyembelihan hewan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah subhanallah wa ta’ala dan teladan dari Nabi Ibrahim alaihi salam. Namun, dari balik semangat yang berkobar ini, sering kali muncul pertanyaan yang penting tentang apakah qurban itu hukumnya wajib atau sunnah?
Dalam kitab Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim rahimahullah menjelaskan bahwa para ulama berbeda pandangan mengenai hukum berqurban, pandangan yang pertama yang dipegang oleh sebagian ulama dari madzhab Hanafiyyah berpandangan bahwa qurban adalah wajib bagi yang mampu, sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
Artinya: “Barang siapa yang memiliki kelapangan (rezeki), namun tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami (shalat Id).” (HR. Ibnu Majah)
Pandangan ini juga melihat bahwa qurban adalah syiar agung yang tidak layak ditinggalkan oleh orang yang mampu dan lapang.
Pandangan kedua mengatakan Sunnah yang dipegang oleh mayoritas ulama, termasuk Malikiyyah, Syafi‘iyyah, dan Hanabilah, berpendapat bahwa qurban bukan wajib, melainkan sunnah (dianjurkan), adapun landasan dalilnya adalah hadis dari Ummu Salamah radhiallahu anha bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda
إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ، وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ، فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
Artinya: “Jika telah masuk sepuluh hari pertama (Dzulhijjah) dan salah seorang di antara kalian ingin berqurban, maka janganlah ia mengambil rambut dan kukunya. (HR. Muslim).

Dalam lafadz hadis di atas
وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ
Artinya: “dan dia ingin berqurban”, menunjukkan bahwa qurban bukan sesuatu yang diwajibkan secara mutlak, melainkan bergantung pada keinginan (iradah), yang menunjukkan sisi keutamaannya dan bukan sisi kewajibannya.
Syaikh Abu Malik rahimahullah dalam Shahih Fiqh Sunnah merajihkan pendapat yyang kedua, bahwa qurban adalah sunnah, dianjurkan dan bukan kewajiban. Pendapat ini lebih ringan, bijak, dan sesuai dengan prinsip syariah yang memudahkan, dan tidak memberatkan.
يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلْعُسْر
Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesulitan.” (QS. Al-Baqarah: 185).
Di era media sosial, semangat berqurban yang seharusnya penuh makna ibadah dan keikhlasan kadang justru tercoreng oleh sikap saling menyalahkan, merendahkan, bahkan su’uzhan (berburuk sangka) satu sama lain. Ada yang sibuk menilai ibadah orang lain sebagai riya’, ada pula yang dengan mudah meremehkan mereka yang belum mampu, seolah qurban menjadi ajang status sosial, bukan lagi memupuk nilai ketakwaan.
Padahal ibadah qurban adalah momen untuk memperbanyak syukur, menumbuhkan empati, dan merajut ukhuwah. Alangkah indahnya jika semangat qurban ini kembali pada ruhnya, ikhlas karena Allah, saling memahami keadaan, dan saling mendoakan dalam kebaikan, bukan mencederai maknanya dengan komentar yang menyakitkan.
Bagi yang mampu berqurban yang Allah beri kelapangan rezeki dan mampu berqurban, syukurilah nikmat itu dengan menjaga niat dan adab. Jangan jadikan ibadah qurban sebagai ajang pamer, pencitraan, atau sensasi di media sosial. Hindarilah membuat meme atau konten yang menyudutkan orang lain yang belum berqurban, karena ibadah bukanlah alat untuk merendahkan, tetapi sarana mendekat kepada Allah. Luruskanlah niat semata karenaNya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ…
Artinya: “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya…” (HR. al-Bukhari & Muslim).
Bagi yang belum mampu berqurban maka tidak perlu merasa kecil hati atau minder jika tahun ini belum mampu berqurban. Jangan pula berprasangka buruk terhadap mereka yang berqurban menganggapnya riya’, cari sensasi, atau pencitraan. Bisa jadi, itu adalah bentuk syukur mereka atas nikmat yang Allah anugerahkan. Maka, hendaknya kita memelihara hati dengan husnuzhan, terus berdoa dan berusaha, dan yakinlah bahwa Allah maha tahu isi hati dan Maha Adil dalam membagi rezeki dan ganjaran pahala.
Daripada saling menjatuhkan dengan sindiran atau menilai niat orang lain tanpa dasar, lebih baik kita saling mendoakan dan menguatkan. Mari kita doakan saudara-saudara kita yang telah Allah mampukan untuk berqurban, semoga amal mereka diterima dengan keikhlasan dan menjadi pemberat timbangan kebaikan di akhirat.
Dan bagi mereka yang belum diberi kemampuan, doakan pula agar Allah melapangkan rezeki dan memberikan kesempatan berqurban di tahun-tahun mendatang. Sebab, hakikat ibadah bukan sekadar soal mampu atau tidak, tapi tentang ketakwaan dan niat tulus dalam hati.
Dengan saling mendoakan, kita akan saling menguatkan, bukan menjatuhkan, saling menyemangati, bukan saling mencela, sehingga ukhuwah tetap terjaga dan semangat ibadah dan taawun tetap menyala di tengah umat.
وَتَعَاوَنُوا عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ
Artinya: “Tolong-menolonglah kalian dalam kebajikan dan takwa…” (QS. Al-Ma’idah: 2).
Karena di balik hewan yang disembelih, ada syukur yang mendalam, harapan akan ampunan, dan doa yang lirih agar diterima oleh Allah dengan ridha, ada ikatan persaudaraan untuk berbagi.
Bagi yang telah mampu dan berqurban, semoga Allah terima amalnya, ditambahkan keikhlasan, dan dilipatgandakan keberkahannya. Bagi yang belum mampu, semoga Allah luaskan rezekinya, dicatat niat baiknya sebagai pahala, dan dimudahkan rezeki baginya kesempatan qurban di waktu mendatang.
Jadikan qurban ini sebagai momentum penyucian hati, pemurnian niat, dan pengokohan ukhuwah. Agar ibadah ini benar-benar menjadi persembahan cinta dan ketakwaan kepada Allah sehingga Allah meridhai kita semua memasuki syurgaNya.
اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ قُرْبَانَ كُلِّ مَنْ أَخْلَصَ لَكَ، وَبَارِكْ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَاجْعَلْهُ شَاهِدًا لَهُ يَوْمَ يَلْقَاكَ. اللَّهُمَّ وَمَنْ لَمْ يُمَكِّنْهُ الْقُرْبَانُ فِي هَذِهِ السَّنَةِ، فَاكْتُبْ لَهُ أَجْرَ النِّيَّةِ، وَافْتَحْ لَهُ أَبْوَابَ الرِّزْقِ، وَارْزُقْهُ قُرْبَانًا فِي السِّنِينَ الْمُقْبِلَةِ. وَاجْعَلْنَا جَمِيعًا مِنَ الْمُخْلِصِينَ، وَاجْمَعْ قُلُوبَنَا عَلَى التَّقْوَى وَالْمَحَبَّةِ وَالْأُخُوَّةِ، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ.
Artinya: “Ya Allah, terimalah qurban setiap hamba yang berqurban dengan ikhlas karenaMu. Limpahkan keberkahan pada rezekinya, dan jadikan qurbannya sebagai saksi amal shalih di hari perjumpaan denganMu. Ya Allah, bagi siapa pun yang belum Kau mudahkan untuk berqurban tahun ini, catatkan pahala niatnya, lapangkan rezekinya, dan anugerahkan kepadanya kesempatan untuk berqurban di tahun-tahun mendatang. Satukanlah hati kami semua dalam ketakwaan, kasih sayang, dan ukhuwah karenaMu, wahai Allah, Tuhan Yang Maha Penyayang.” Aamiin …
Irfan Suba Raya