Sabar, Mengokohkan Mental

Makassar, muisulsel.com – Kata ‘sabar’ yang sudah masyhur dalam bahasa Indonesia memiliki banyak makna dalam bahasa Arab, antara lain; rela, menanggung beban, tenang, tidak berkeluh kesah, menahan tubuh untuk tidak melakukan tindakan yang tidak terpuji dan menahan diri dari rasa emosi.

Lebih dari 100 kali kata sabar dalam berbagai bentuknya terulang dalam al-Qur’an. Ini mengisyaratkan betapa besar perhatian Islam pada kesabaran. Ada yang berkata sabar setengah dari keimanan, dan sisanya adalah syukur. Dalam sebuah hikayat dijelaskan menyatunya orang yang syukur dan orang sabar dalam satu rumah tangga yang sakinah dan mengharap juga dipertemukan di sorga. Seorang laki-laki yang terjelek di suatu desa mendapat perempuan yang tercantik di desanya. Sang istri berkata kepada suaminya, ‘semoga kita dipertemukan di sorgaNya, kanda bersyukur memperoleh istri seperti saya, dan orang yang bersyukur tempatnya sorga. Dan saya pun bersabar mendapat suami seperti kanda, dan orang yang sabar juga tempatnya sorga’.

Bersabar hanya bisa dilakukan oleh manusia dan tidak dapat dilakukan oleh makhluk lain seperti hewan dan bahkan juga malaikat. Itu karena, manusia berada di antara dua dorongan yang hebat yaitu unsur kebinatangan yang menguasai nafsu dan unsur malaikat yang hanya asik beribadah merasakan kehadiran Tuhan dalam dirinya.

Sangat wajar jika hewan tidak memiliki kesabaran karena tidak memiliki potensi dan daya tangkal untuk meredah dorongan nafsunya, sebagaimana malaikat tidak perlu bersusah payah memperkuat pertahanan dirinya karena tidak ada serangan yang bisa mengganggu konsentrasi ibadahnya.

Dua potensi yang berlawanan ini dimiliki oleh manusia. Peluang untuk bersifat seperti hewan dimungkinkan terjadi, namun dapat dikontrol dan diselamatkan oleh unsur malakutnya. Jika unsur malakutnya yang dominan maka akan digerogoti oleh kekuatan hewaninya. Perlawanan yang terus bergejolak dalam diri manusia seperti ini hanya dapat ditempuh dengan kesabaran. Artinya, menahan hawa nafsu perlu kesabaran dan menjaga ketaatan juga butuh kesabaran.

Nafsu sering mengajak seseorang untuk malas beribadah, kikir dalam memberi, tidak peduli kepada orang lain, melakukan tindak korupsi dan sebagainya. Maka ajakan itu perlu dilawan dengan kesabaran, agar orang dapat tangguh dalam kepribadiannya.

Kesabaran juga dapat diuji dengan hal-hal yang menggembirakan dan menyedihkan. Suka dan duka yang dihadapi manusia datang silih berganti untuk menguji kesabaran seseorang. Ada yang bisa sabar jika ditimpa musibah, namun rapuh jika diuji kenikmatan. Ada orang yang kuat imannya ketika diuji kenikmatan, tapi rapuh jika diuji dengan cobaan dan musibah. Ada orang yang sama saja baginya diuji kenikmatan atau cobaan dan musibah, tetap rapuh mental dan jiwanya, labil dan tidak bisa bersabar. Medel manusia yang keempat yaitu mereka yang memiliki ketangguhan mental, sama saja baginya diuji kenikmatan atau musibah tetap disikapi dengan kesabaran, memiliki kepribadian yang kuat. Orang ini yang disinyalir dalam Hadis Rasulullah saw: “Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman, karena segala perkaranya adalah baik. Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (ia mengatahui) bahwa hal tersebut adalah memang baik baginya. Dan jika ia tertimpa musibah atau kesulitan, ia bersabar karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut adalah baik baginya” (HR. Muslim).

Sebagai misal, orang mukmin jika ditimpa penyakit, maka sikap sabarnya itu mengantarnya ia berobat dan tidak putus asa dengan penyakitnya. Bukan dengan penyakitnya ia berkeluh kesah tapi justru dijadikan sebagai media untuk melakukan introspkesi diri karena Nabi Muhammad saw bersabda: “Tak seorang muslim pun yang ditimpa gangguan semisal tusukan duri atau yang lebih berat daripadanya, melainkan dengan ujian itu Allah menghapuskan perbuatan buruknya serta menggugurkan dosa-dosanya sebagaimana pohon kayu yang menggugurkan daun-daunnya.” (HR Bukhari dan Muslim). Karena itu, ujian dan cobaan berfungsi sebagai penghaapus dosa-dosa atau juga berfungsi mengangkat derajat keimanan seseorang yang lebih tinggi.

Sabar dan mengeluh adalah dua sikap yang berbeda dalam menghadapi masalah yang tidak diharapkan terjadi. Sikap sabar menjadikan seseorang dicintai dan dikasihi oleh Allah di dunia, dan di akhirat mendapat sorga. Adapun sikap mengeluh, tidak memperoleh apa-apa kecuali sia-sia belaka.

Ada yang memahami keliru makna sabar, dipahami secara pasif, mengidentikkan dengan menerima kondisi buruk, pasrah dan menyerah tanpa ada usaha. Padahal sesungguhnya sabar memiliki makna yang progresif dan aktif dalam merubah sebuah kondisi menjadi lebih baik. Sikap sabar merupakan reflkesi hati seseorang dalam menyikapi masalah secara arif dan bijak yang penuh dengan hikmah. Karena itu, kesabaran merupakan sesuatu yang perlu diusahakan dan dilatih secara optimal. Rasulullah saw pernah menjelaskan: “…barang siapa yang mensabar-sabarkan diri (berusaha untuk sabar), maka Allah akan menjadikannya seorang yang sabar…” (HR. Bukhari).

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
1
MUI MENJAWAB: Silahkan ajukan pertanyaan seputar Islam, akan dijawab Langsung ULAMA dari MUI SULSEL.