Dr KH Syamsul Bahri Abd Hamid Lc MA (Sekertaris Komisi Fatwa MUI Sulsel)
Makassar, muisulsel.or.id – Membayar fidyah bagi yang memenuhi syarat dan ketentuan dalam syariat itu diberi ruang nyaman oleh hukum syariat itu sendiri, karena orang yang membayar fidyah itu hakekatnya orang sulit, susah dan ada kesempitan yang dialami, buktinya adalah mereka yang membayar fidyah itu adalah orang yang susah menjalankan ibadah puasa Ramadan, karena uzur dan halangan tertentu dan masuk akal.
Maka ruang syariahnya itu sendiripun longgar dan tak ekstrem dalam hal pelaksanaan dan cara menunaikannya.
Dalam hal ini para fuqaha kembali berbeda hukum sebagai berikut :
1. Al-Hanabilah yang dipelopori oleh Imam Ahmad berpandangan bahwa membayar fidyah hendaknya dilakukan segera dan jangan melewat bulan suci Ramadan karena kewajiban disegerakan lebih afdal dan harus diprioritaskan.
2. Al-Hanafiyah dan al-Syafi’iyah berpandangan bahwa waktu membayar fidyah yaitu dibolehkan sejak ramadhan hingga setelah Ramadan, mereka beralasan bahwa dalam surah Al-Baqarah ayat 184 tentang fidyah hanya menyebut harus ditunaikan tanpa ada batas waktu yang diisyaratkan dalam ayat tersebut. Pandangan mereka ini juga menjelaskan bahwa fidyah itu kewajiban yang sifatnya dikerjakan boleh kemudian sesuai keleluasaan dan kelonggaran pihak yang berfidyah itu, walau kemudian hari baru dapat ditunaikan melewati beberapa tahun, namun tetap ditunaikan. Imam al-Kasani dalam kitab Bada’i as-Sanai mengatakan “Yang di maksud dilonggarkan itu adalah sepanjang usia namun harus ada waktu longgar membayarnya maka itu langsung terhitung terbayar kewajiban, namun jika yang wajib fidyah itu wafat sebelum menunaikan kewajibannya maka ia menanggung dosa karena ia memiliki kesempatan untuk membayar namun kewajibannya ia undur dengan alasan susah.
Imam Khatib al-Syirbiniy berkata :” Tidak mengapa bila yang jompo dan yang sangat tersiksa karena uzur (sakit dll) oleh puasa untuk menunda pembayaran hingga akhir tahun (Mughni al-Muhtaj :2/176).
Adapun cara menunaikannya sebagai berikut:
1. Boleh membuat makanan yang banyak lalu mengundang orang-orang miskin sejumlah 30 orang lebih yaitu tepatnya sesuai jumlah hari yang dilewatkan puasa Ramadan, ini pernah dilakukan oleh Anas bin Malik ra saat beliau sudah tua renta.
2. Boleh memberi dengan makanan mentah untuk dimasak sendiri (Syarhul Mumti: 6/335).
3. Memberi makanan kepada seorang fakir saja selama 30 hari lamanya, ini juga dibolehkan oleh al-Syafi’iyah, al-Hanabilah dan sebagian al-Malikiyah (al-Insaf : 3/291).
Berdasarkan pandangan fuqaha di atas maka dapat dikatakan bahwa cara membayar fidyah itu longgar, karena fidyah merupakan bagian dari utang individu bagi yang lalai akan kewajiban puasa Ramadan, ini utang kepada Allah Swt. Allahu A’lam.
Irfan Suna Raya
