GORESAN PAGI: Eksistensi Kabar Gembira yang Belum Terjadi

Dr KH Syamsul Bahri Abd Hamid Lc MA (Sekretaris Komisi Fatwa MUI Sulsel)

Makassar, muisulsel.or.id – Kabar gembira bisa terjadi di masa lalu, sekarang dan akan datang ,yang terjadi di masa lalu dan sekarang dapat diterima logika dengan mudah, karena pernah terjadi atau sedang terjadi, tetapi yang terjadi di masa yang akan datang, banyak kalangan yang enggan memercayai hal itu, dan dianggap akal-akalan bahkan ada yang menanggap berita gembira di masa datang adalah kebohongan belaka, seperti inilah fakta mereka, yaitu yang mempersepsikan kabar gembira dalam pandangan dan pemahaman.

Dalam tinjauan Islam, ada istilah al-bisyaroh yaitu kabar gembira bukan prediksi akal-akalan dengan melihat ciri dan premis yang bisa dijadikan dasar perkiraan, seperti gumpalan awan hitam yang memastikan adanya hujan, tidak seperti ini, namun yang dimaksud bisyarah adalah bagian dari anugerah kenabian oleh para nabi, yang kemudian membias, dapat diketahui oleh pewaris para nabi atau ulama yang terpilih, dan terjadi pada mereka, yaitu karomah dan kemuliaan Allah kepada mereka ulama dan waliullah itu.

Bisyarah pasti juga terjadi kepada Rasulullah Saw melalui ayat- ayat Al-Qur’an:

وَالَّذِيۡنَ اجۡتَنَـبُـوا الطَّاغُوۡتَ اَنۡ يَّعۡبُدُوۡهَا وَاَنَابُوۡۤا اِلَى اللّٰهِ لَهُمُ الۡبُشۡرٰى​ ۚ فَبَشِّرۡ عِبَادِ الَّذِيۡنَ يَسۡتَمِعُوۡنَ الۡقَوۡلَ فَيَتَّبِعُوۡنَ اَحۡسَنَهٗ​ ؕ اُولٰٓٮِٕكَ الَّذِيۡنَ هَدٰٮهُمُ اللّٰهُ​ وَاُولٰٓٮِٕكَ هُمۡ اُولُوا الۡاَلۡبَابِ‏

Dan orang-orang yang menjauhi Thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, mereka pantas mendapat berita gembira; sebab itu sampaikanlah kabar gembira itu kepada hamba-hamba-Ku, (yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan, lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat.

Surga dengan penyipatannya, merupakan kabar gembira yang mesti diyakini pasti hadir di masa yang akan datang, hal lain adalah posisi yang ditempati oleh orang beriman, merupakan hal yang juga harus diyakini keberadaannya.

يُبَشِّرُهُمۡ رَبُّهُمۡ بِرَحۡمَةٍ مِّنۡهُ وَرِضۡوَانٍ وَّجَنّٰتٍ لَّهُمۡ فِيۡهَا نَعِيۡمٌ مُّقِيۡمٌ
Artinya: Tuhan menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat, keridhaan dan surga, mereka memperoleh kesenangan yang kekal di dalamnya.

Rahmat, ridho dan surga disebut sebagai berita gembira adalah hal-hal yang harus diyakini wujudnya bagi orang orang beriman kepada Allah Swt. Rasulullah saw menjelaskan banyak bisyarah untuk sahabat-sahabatnya, berdasarkan riwayat-riwayat hadits, adanya bisyarah pada sebagian sahabat sahabatnya yang telah bertransformasi keimanan mereka, menjadi keteguhan yang tak terbantahkan, mereka dapat bisyarah dari nabi yang pasti dan meyakinkan bahwa imbalan mereka adalah sudah dijanjikan oleh Allah Swt. Abu Hurairah ra pernah berkisah :
فَفَزِعْنَا، فَكُنْتُ أَوَّلَ مَنْ فَزِعَ، فَأَتَيْتُ هَذَا الْحَائِطَ، فَاحْتَفَزْتُ كَمَا يَحْتَفِزُ الثَّعْلَبُ، وَهَؤُلَاءِ قَالَ: كُنَّا قُعُودًا حَوْلَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، مَعَنَا أَبُو بَكْرٍ، وَعُمَرُ فِي نَفَرٍ، فَقَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ بَيْنِ أَظْهُرِنَا، فَأَبْطَأَ عَلَيْنَا، وَخَشِينَا أَنْ يُقْتَطَعَ دُونَنَا، وَفَزِعْنَا، فَقُمْنَا، فَكُنْتُ أَوَّلَ مَنْ فَزِعَ، فَخَرَجْتُ أَبْتَغِي رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى أَتَيْتُ حَائِطًا لِلْأَنْصَارِ لِبَنِي النَّجَّارِ، فَدُرْتُ بِهِ هَلْ أَجِدُ لَهُ بَابًا؟ فَلَمْ أَجِدْ، فَإِذَا رَبِيعٌ يَدْخُلُ فِي جَوْفِ حَائِطٍ مِنْ بِئْرٍ خَارِجَةٍ – وَالرَّبِيعُ الْجَدْوَلُ – فَاحْتَفَزْتُ، فَدَخَلْتُ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «أَبُو هُرَيْرَةَ» فَقُلْتُ: نَعَمْ يَا رَسُولَ اللهِ، قَالَ: «مَا شَأْنُكَ؟» قُلْتُ: كُنْتَ بَيْنَ أَظْهُرِنَا، فَقُمْتَ فَأَبْطَأْتَ عَلَيْنَا، فَخَشِينَا أَنْ تُقْتَطَعَ دُونَنَا، النَّاسُ وَرَائِي، فَقَالَ: «يَا أَبَا هُرَيْرَةَ» وَأَعْطَانِي نَعْلَيْهِ، قَالَ: «اذْهَبْ بِنَعْلَيَّ هَاتَيْنِ، فَمَنْ لَقِيتَ مِنْ وَرَاءِ هَذَ

الْحَائِطَ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ مُسْتَيْقِنًا بِهَا قَلْبُهُ، فَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ»، فَكَانَ أَوَّلَ مَنْ لَقِيتُ عُمَرُ، فَقَالَ: مَا هَاتَانِ النَّعْلَانِ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ؟ فَقُلْتُ: هَاتَانِ نَعْلَا رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، بَعَثَنِي بِهِمَا مَنْ لَقِيتُ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ مُسْتَيْقِنًا بِهَا قَلْبُهُ، بَشَّرْتُهُ بِالْجَنَّةِ، فَضَرَبَ عُمَرُ بِيَدِهِ بَيْنَ ثَدْيَيَّ فَخَرَرْتُ لِاسْتِي، فَقَالَ: ارْجِعْ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ، فَرَجَعْتُ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَجْهَشْتُ بُكَاءً، وَرَكِبَنِي عُمَرُ، فَإِذَا هُوَ عَلَى أَثَرِي، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَا لَكَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ؟» قُلْتُ: لَقِيتُ عُمَرَ، فَأَخْبَرْتُهُ بِالَّذِي بَعَثْتَنِي بِهِ، فَضَرَبَ بَيْنَ ثَدْيَيَّ ضَرْبَةً خَرَرْتُ لِاسْتِي، قَالَ: ارْجِعْ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
«يَا عُمَرُ، مَا حَمَلَكَ عَلَى مَا فَعَلْتَ؟» قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، بِأَبِي أَنْتَ، وَأُمِّي، أَبَعَثْتَ أَبَا هُرَيْرَةَ بِنَعْلَيْكَ، مَنْ لَقِيَ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ مُسْتَيْقِنًا بِهَا قَلْبُهُ بَشَّرَهُ بِالْجَنَّةِ؟ قَالَ: «نَعَمْ»، قَالَ: فَلَا تَفْعَلْ، فَإِنِّي أَخْشَى أَنْ يَتَّكِلَ النَّاسُ عَلَيْهَا، فَخَلِّهِمْ يَعْمَلُونَ، قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَخَلِّهِمْ

Artinya : Ia berkata; “Dalam sebuah peperangan kami pernah duduk mengitari Rasulullah saw dan bersama kami ada Abu Bakar dan Umar. Lalu beliau beranjak pergi dari sekeliling kami dan terlambat untuk kembali sampai-sampai kami khawatir kalau beliau tertangkap oleh musuh atau tertimpa musibah. Kami semua sangat khawatir, dan orang yang paling mengkhawatirkan keadaan beliau adalah aku. Maka aku pun berdiri dan keluar untuk mencari Rasulullah saw hingga sampai pada sebuah kebun milik kaum Anshar dari Bani Najjar. Aku pun mengitarinya dengan harapan akan mendapatkan sebuah pintu masuk, namun aku tidak mendapatkannya. Dan ternyata ada sebuah aliran sungai dari luar kebun yang masuk dari sebuah pojok kebun. Maka aku pun berusaha masuk sebagaimana seekor musang berusaha masuk melalui sebuah lobang sempit. Dan aku pun menemukan Rasulullah saw. Beliau berseru, “Abu Hurairah!” Aku pun menjawab, “Ya, Wahai Rasulullah.” “Ada apa?”, tanya beliau. Aku menjawab, “Begini wahai Rasul, engkau tadi sedang bersama-sama dengan kami, lalu tiba-tiba engkau pergi meninggalkan kami dan lama tidak kembali hingga kami pun sangat khawatir akan keselamatanmu, terutama aku wahai Rasul. Maka aku pun berusaha memasuki kebun ini dari sebuah lobang yang sangat sempit sebagaimana seekor musang, dan mereka (para sahabat yang lain) ada di belakangku. Sambil berkata beliau memberikan kedua sandalnya kepadaku, “Wahai Abu Hurairah, bawalah kedua sandalku ini, dan siapapun yang kau temui di balik kebun ini ia bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan ia menancapkan keyakinan ini dalam hatinya, maka berilah kabar gembira kepadanya dengan surga.” Dan kebetulan orang yang pertama kali bertemu denganku adalah Umar, maka ia pun bertanya, “Ada apa dengan kedua sandal itu wahai Abu Hurairah?” Aku menjawab, “Ini adalah kedua sandal Rasulullah saw. Beliau menyuruhku untuk membawanya dan menyampaikan kabar gembira surga kepada orang yang pertama kali bertemu denganku sedang ia bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan ia meyakininya dengan hatinya.” Maka Umar pun memukulku dengan tangannya tepat di tengah-tengah dadaku hingga aku jatuh duduk, lalu berkata, “Kembalilah wahai Abu Hurairah.” Maka aku pun kembali menemui Rasulullah saw. dengan
wajah menahan tangis. Ternyata Umar saat itu juga mengikutiku. Seketika itu Rasulullah saw. bertanya, “Ada apa denganmu wahai Abu Hurairah?” Aku menjawab, “Aku telah bertemu dengan Umar, lalu aku kabarkan dengannya mengenai apa yang telah engkau perintahkan kepadaku, namun tiba-tiba ia memukulku dengan keras tepat di ulu hatiku hingga aku terjatuh lunglai. Setelah itu, ia berkata, ‘Kembalilah!’ Maka Rasulullah saw bersabda, “Wahai Umar, kenapa kamu berbuat demikian?” Umar menjawab, “Wahai Rasulullah, apa benar engkau telah mengutus Abu Hurairah dengan kedua sandalmu itu dan menyuruhnya memberi kabar gembira dengan surga bagi orang yang pertama kali ditemuinya sedang ia bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dengan keyakinan yang mantap dalam hatinya?” Beliau menjawab, “Ya, benar”. Umar berkata, “Sebaiknya engkau tidak berbuat demikian wahai Rasulullah, karena sesungguhnya aku sangat khawatir kalau-kalau manusia akan bergantung padanya, dan biarkanlah mereka melaksanakan amalan-amalan yang baik.” Rasulullah saw bersabda, “Biarkanlah mereka (tidak mengetahui hadis ini)”.

Akhirnya dapat dipastikan bahwa bisyarah ini adalah hal yang ada, namun Rasulullah setuju pendapat Umar bin Khattab, tidak dijadikan tumpuan di masa datang dan tidak berupaya, karena semua orang harus bertumpu pada amal jariahnya masing masing.

Ada hal lain yang membuktikan bahwa bisyarah itu dapat diberikan oleh Allah kepada siapa saja yang dikehendaki, semua manusia berpotensi menggapai adanya, untuk mendapatkan bisyarah khususnya saat menjelang wafat, seseorang itu mendapatkan bisyarah ini dengan jelas. seperti yang diungkapkan oleh nabi Muhammad saw :
ولكن المؤمن إذا حضره الموت بُشر برضوان الله وكرامته، فليس شيء أحب إليه مما أمامه، فأحب لقاء الله وأحب الله لقاءه, وإن الكافر إذا حضره الموت بُشر بعذاب الله وعقوبته، فليس شيء أكره إليه مما أمامه ….
“Akan tetapi seorang mukmin jika didatangi kematian, diberi kabar gembira dengan diperlihatkan ridho Allah Swt dan karomah Allah Swt; maka tiada yang lebih mulia di hadapannya yang dia lihat itu, ia lalu suka berjumpa Allah Swt dan Allah suka berjumpa dengannya, orang yang kafir jika didatangi kematian, diberi kabar azab dan siksaannya, maka tiada yang dibencinya kecuali yang dilihatnya di hadapannya.

Adapun Bisyarah yang dilihat oleh orang orang sholeh, para wali wali Allah selain Rasulullah Saw yaitu yang terjadi dari orang orang sufi di kalangan para ulama, wali wali Allah Swt dan kalangan orang orang ahli dzikir, yang dimuliakan Allah adalah hak dan terjadi bukan sebagai prediksi belaka, tapi itu merupakan kebenaran yang membutuhkan iman teguh untuk memercayainya, hampir semua ulama berabad abad, yang mengakar keilmuan mereka dan memiliki latar belakang belajar ilmu syariat yang benar dan kokoh, itu mempercayai karomah karomah yang dapat muncul pada siapa saja yang dimuliakan Allah pada golongan para ulama dan orang orang sholeh, bahkan Imam Thahawi dan Ibnu Taimiyah sekalipun, mereka juga sepakat dengan pandangan ulama secara umum :
قال الإمام الطحاوي -رحمه الله- تعالى في عقيدته الطحاوية ونؤمن بما جاء من كراماتهم وصح عن الثقات من رواياتهم
Imam Thahawi berkata dalam Buku Aqidah Thahawiyah: “ Kita harus Percaya pada apa yang datang berupa karomah karomah mereka, dan hal karomah ini shahih diberitakan oleh ahli ahli hadits terpercaya di dalam riwayat riwayat yang ada”
قال شيخ الإسلام ابن تيمية -رحمه الله- تعالى في العقيدة الواسطية، “ومن أصول أهل السنة : التصديق بكرامات الأولياء وما يجري الله على أيديهم من خوارق العادات في أنواع العلوم والمكاشفات وأنواع القدرة والتأثيرات ، كالمأثور عن سالف الأمم في سورة الكهف وغيرها ، وعن صدر هذه الأمة من الصحابة والتابعين وسائر قرون الأمة ، وهي موجودة فيها إلى يوم القيامة
وقال شيخ الاسلام ابن تيمية
والكتب المصنّفة في كرامات الأولياء وأخبارهم، مثل ما في كتاب (الزهد) للإمام أحمد و (حلي
الأولياء) و(صفوة الصفوة) و(كرامات الأولياء) لأبي محمد الخلاّل وابن أبي الدنيا واللالكائي

Syekh Ibnu Taimiyah berkata : “Di Antara pemahaman fundamental milik Ahlussunnah wal jamaah adalah Harus percaya pada keberadaan karomah-karomah para wali Allah yaitu yang terjadi di tangan mereka yang bertentangan dengan kebiasaan terjadi, dalam ragam keilmuan dan penerawangan penerawangan, demikian pula terjadinya kemampuan kemampuan luar biasa disertai dengan pengaruh fisik, seperti yang diberitakan dalam surat al- Kahfi dan surah lainnya, diberitakan juga oleh umat Islam sejak sahabat, tabiin dan zaman-zaman setelahnya, keabsahan adanya karomah karomah ini nyata hingga hari kiamat”, lebih lanjut baca kitab al-Zuhd karya Imam Ahmad, Hilyatul Aoulia karya Abu Nuaim, kitab Shofawah-shofwah, karomat Aolia karya Abi Muhammad Al-Khallal, Ibnu Abi Dunya dan Al-Laalkaai demikian kata Ibnu Taimiyah selanjutnya.

Irfan Suba Raya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
1
MUI MENJAWAB: Silahkan ajukan pertanyaan seputar Islam, akan dijawab Langsung ULAMA dari MUI SULSEL.