Makassar, muisulsel.or.id – Puasa Arafah adalah amalan yang dapat dikerjakan pada tanggal 9 Dzulhijjah sebelum hari raya Idul Adha.
Waktu pelaksanaan puasa Arafah ini bagi orang- orang yang berada di Arab Saudi bertepatan dengan pelaksanaan ibadah wukuf di Padang Arafah yang dilakukan oleh jemaah haji, sementara bagi yang bermukim di luar Arab Saudi sesuai ketetapan para ulama bersama umara mereka ditanggal 9 Zulhijjah itu.
Seperti apa hukum melaksanakan puasa Arafah? Berikut penjelasan Sekertaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel Dr KH Syamsul Bahri Abd Hamid Lc MA.
Menurutnya, berdasarkan mayoritas ulama Puasa Arafah hukumnya sunnah bagi orang yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji. Akan tetapi, bagi orang-orang yang sedang mengerjakan ibadah haji, puasa Arafah hukumnya menjadi makruh.
Bahkan Rasulullah saw juga tidak melakukan puasa ketika Hari Arafah, hal ini berdasarkan suatu riwayat dimana nabi mengkonsumsi semangkok susu yang dikirimkan kepada beliau sementara beliau berdiri di tempat wukuf. Kemudian beliau meminumnya sementara orang-orang melihatnya.
Adapun keutamaan puasa Arafah bersandar pada hadits yang diriwayatkan dari Abu Qatadah, ia berkata Rasulullah saw bersabda, “Puasa pada hari Arafah dapat menghapuskan dosa selama dua tahun, satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang.” (HR Muslim).
KH Syamsul Bahri juga menyarankan agar umat berpuasa berdasarkan waktu 9 Dzulhijjah setempat karena adanya perbedaan waktu misalnya Indonesia dan Arab Saudi.
“Hari Arafah dihitung dari tempat terbitnya bulan di waktu zona setempat yang tahun ini di Indonesia bertepatan dengan hari Rabu, 28 juni 2023,” katanya yang juga saat ini berada di Mina Arab Saudi pada Selasa (27/6/2023).
Ia juga berpesan agar umat Islam tidak melewatkan Puasa Arafah ini karena sangat besar pahala yang didapatkan.
*Irfan Suba Raya*