Jakarta, muisulsel – MUI Provinsi Sulawesi Selatan utus Sekretaris Bidang Fatwa Dr. H. Abdul Wahid Haddade, Lc., M.HI untuk menghadiri Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) yang berlangsung di Hotel Double Tree, Jakarta, Senin (05/12) sampai Selasa (06/12). Rakornas Komisi Fatwa dilaksanakan oleh Komisi Fatwa MUI Pusat yang dihadiri seluruh Komisi Fatwa MUI Provinsi se-Indonesia.
Wakil Ketua Komisi Fatwa KH Abdurrahman Dahlan menyampaikan kegiatan Rakornas kali ini akan fokus pada tiga hal. Pertama, Komisi Fatwa akan melakukan evaluasi program kerja selama setahun belakang dan rencana kerja setahun kedepan.
“Kita berharap bisa tumbuh hal-hal yang perlu kita sempurnakan, paling tidak selama satu tahun yang lalu, kita berharap mendapatkan masukan, sehingga misi kita berjalan semakin baik, ” ujarnya.
Kedua, imbuh dia, Komisi Fatwa ingin merespon perkembangan sertifikasi halal terkini. Dia menyampaikan, sertifikasi halal yang prosesnya melalui jalur self declare (pengakuan sendiri) untuk UMKM merupakan tantangan berat.
Menurut Kementerian Keuangan, lanjutnya, ada lebih dari 64 juta UMKM. Targetnya di akhir 2023 semuanya sudah tersertifikasi halal. Ini kerjanya lumayan berat, sebab tentu kita harus melakukan sangat hati-hati.
Adapun fokus yang terakhir, ujar dia, Rakornas Komisi Fatwa MUI juga membahas mengenai pemberian rekomendasi kepada DPS (Dewan Pengawas Syariah) Lembaga Amil Zakat (LAZ).
“Tujuannya supaya ada kesamaan cara pandang atau rambu-rambu yang ditaati bersama, bahasanya rekomendasi tapi intinya fit and proper test,” pungkasnya.
Dalam sambutannya di sela-sela pembukaan Rakornas, Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh, menegaskan bahwa percepatan halal saja tidak cukup dalam mendukung ekosistem halal, yang lebih penting adalah ketepatan halal.
Istilah halal, sebelum kerap muncul di bidang ekonomi sejatinya adalah istilah dalam agama. Dalam istilah agama saja, istilah halal juga dianggap begitu penting dan separuh agama karena separuhnya adalah haram.
“Sertifikasi halal dari proses pengadministrasian urusan keagamaan terkadang potong kompas, melihat pokoknya cepat, sementara ada persyaratan tertentu terkait kepatuhan aspek syar’i yang tidak mungkin di-bay pass begitu saja, ” ujarnya Senin (05/12) di Hotel Double Tree, Jakarta.
Dia mencontohkan, ketika penyusunan UU Jaminan Produk Halal dan UU Cipta Kerja, salah satu usaha percepatan halal adalah dengan memunculkan konsep self declare (pengakuan mandiri). Self declare ini menimbulkan pertanyaan karena tidak jelas siapa yang akan menjamin kehalalan. Dia menyebut, satu-satunya jalan untuk self declare itu tidak melalui pemeriksaan halal namun melalui pendampingan produk halal.
Sampai saat ini, ujar dia, sudah ada 38 LPH yang telah ditetapkan BPJPH. Pada satu sisi, banyaknya LPH ini akan meringankan beban dan memperluas jangkauan pelayanan sertifikasi halal. Namun, Kiai Niam mengingatkan agar ketepatan tetap harus dipertahankan.
“Memang secara umum pentingnya menjaga kuaitas dan Komisi Fatwa selalu jadi palang pintu terakhir dalam sertifikasi halal. Terlepas dari beberapa masalah yang ada, termasuk keuangan, penting bagi kita melakukan evaluasi dan konsolidasi untuk menyambut tantangana jaminan produk halal ini, ” tegasnya.
Dia menyampaikan, konsolidasi ini juga untuk penguatan internal Komisi Fatwa. Dulu administrasi halal melalui LPPOM MUI namun sekarang sepenuhnya di Komisi Fatwa. Karena itu, kata dia, perlu ada penguatan tata kelola secara internal sehingga bisa menyampaikan gerak langkah.
Sementara itu, KH Marsyudi Syuhud sebagai Wakil Ketua MUI Pusat dalam sambutannya sebelum membuka kegiatan Rakornas ini secara resmi menyampaikan bahwa “Kita patut bersyukur bahwa kerja-kerja ulama yang ada di MUI diapresiasi oleh pemerintah mulai soal nikah, zakat dan wakaf, haji dan umrah, sertifikasi halal dan tinggal satu yang belum diambil alih oleh pemerintah yaitu “ngurusin mayat’. Ini pertanda bahwa apa yang dilakukan oleh ulama yang ada di MUI adalah hal yang baik dalam rangka memperkuat tatanan berbangsa dan bernegara”.
Kegiatan ini berlangsung selama dua hari dan melibatkan pembicara yang cukup kompeten di bidangnya termasuk di dalamnya adalah Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, M.A yang mengurai tentang urgensi keterlibatan Dewan Pengawas Syariah pada BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) DAN LAZ (Lembaga Amil Zakat).
Rapat koordinasi Nasional ini ditutup dengan menyampaikan beberapa butir rekomendasi di antarnya; Pertama, peraturan perundang-undangan mengamanahkan bahwa sertifikasi halal melibatkan tiga pihak yaitu BPJPH, LPH, dan MUI. Oleh karena itu, perlu dibangun ekosistem halal atas asas kesepakatan termasuk di dalamnya adalah aspek pembiayaan baik biaya audit halal maupun biaya sidang penetapan halal. Kedua, keputusan Kepala BPJPH Nomor 150 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Pendamping Proses Produksi Halal bagi UMK harus ditinjau ulang karena banyak produk pangan siap saji yang proses produksinya tidak sederhana sehingga harus ada audit proses produksi dan telusur bahan yang digunakan.