Uang Kotak Amal Masjid untuk Keperluan Kepanitiaan atau Keperluan Pengurus?

Makassar, muisulsel.or.id – Assalamu alaikum wr wb. Saya ingin menanyakan perihal uang kotak amal untuk keperluan pengurus masjid atan kepanitiaan seperti menyelenggarakan acara makan dan minum kopi, berkurban, atau pembelian mukenah untuk pengurus majelis taklim?

(+6281 144 XXX XXX)

JAWABAN

Penggunaan dana infaq yang masuk ke masjid itu harus disesuaikan dengan peruntukan penyiapan dan pengadaan dana masjid itu. Artinya sesuai kesepakatan pengurus masjid dan jamaahnya.

Jika kotak amal dibuat untuk infaq masjid maka dananya ditujukan untuk hal-hal yang masuk kategori infaq. Infaq terbagi dua; wajib dan sunnah. Infaq wajib adalah harta yang dikeluarkan untuk makan fakir miskin demikian pula untuk fasilitas ibadah seperti tempat wudhu, toilet, alat mikrofon dan lain-lain. Sedangkan infaq sunnah adalah dana yang dikeluarkan untuk asesoris untuk memperindah masjid, menyiapkan sarana kenyamanan jamaah seperti ruang ruang khusus ganti baju, koperasi jkamaah, kantin dan dapur untuk para tamu yang i’tikaf.

Pemanfaatan dana masjid hendaknya fokus pada hal-hal yang sifatnya pokok dan utama untuk kemaslahatan umum.

Apabila kotak amal dimanfaatkan untuk keperluan jamaah majelis taklim, mukena untuk beberapa orang saja bahkan bukan dhuafa, apalagi hal itu bukan pada peruntukan infaq yang utama pada hal yang diwajibkan, maka perbuatan mengeluarkan infaq untuk mukena dan baju adalah bentuk melalaikan amanah dan melalaikan peruntukan dana kotak amal, hal ini bertentangan dengan firman Allah swt

وَالَّذِيْنَ هُمْ لِاَمٰنٰتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُوْنَ

Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya, (QS. Al-Mu’minun: 8)

Hadis Nabi saw yang diriwayatkan Imam Turmuzi

– أدِّ الأمانةَ إلى من ائتمنَك ، ولا تَخُنْ من خانَك

Tunaikan kewajiban amanah pada yang memberimu amanah jangan khianati siapa yang khianati kamu.

Jadi dana masjid tidak bisa dipakai pada hal hal yang sifatnya diperuntukkan pada mereka yang tidak berhak dan tidak layak mendapatkannya.

Penggunaan uang masjid untuk kurban adalah menyalahi amanah peruntukkan uang masjid, sementara qurban itu adalah dananya yang sifatnya individu bagi yang mampu bukan dana dari tabungan masjid, masjid tidak berkewajiban untuk menyiapkan dana qurban, masjid hanya berfungsi untuk membantu terjadinya proses berkurban bagi warganya. Karena itu, penggunaan dana infaq masjid untuk kurban adalah tidak dibenarkan dalam syariat.

Selain itu, orang yang berzakat dengan mengeluarkan 2,5 persen dalam hal dan nisab sesungguhnya hak orang fakir miskin, harus dibagikan kepada 8 golongan yang disebut dalam QS. Attaubah ; 60

اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Syarat orang mengeluarkan zakat memiliki dana zakat selama setahun dan cukup nisab, sedangkan uang zakatnya yang 2,5 % itu milik delapan asnaf bukan hak panitia masjid.

Penggunaan uang masjid untuk konsumsi dan operasional pengurus, bila saja untuk mensukseskan program umat seperti pelayanan pada Jumatan, Ramadhan, idul fitri, dan biaya acara kepanitiaan qurban bisa dan dapat dilakukan sekedar membantu tercapainya program-program tersebut. Namun kalau hanya sekedar berpoya-poya tanpa alasan yang kuat seperti gaji marbot, atau pengurus yang memang tidak ada pekerjaan yang lain kecuali mengurus masjid secara profesional, atau keperluan kepanitiaan yang urgen maka dana masjid tidak dapat dipakai secara mubazir dan tidak sesuai peruntukannya. Termasuk
apabila memanfaatkan uang masjid untuk keperluan pribadi atau kelompok bukan maslahat jamaah adalah tindakan keliru dan salah, dapat mengarah kepada keharaman, berdasar pada QS. Annisa ; 58

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Begitu pula bagi yang memelihara anak yatim tidak diperkenankan mengganggu harta anak yatim kecuali walinya itu sangat fakir maka dibolehkan menggunakan sepatutnya saja sebagaimana QS. Annisa ; 6

وَمَن كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ ۖ وَمَن كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ ۚ

Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
1
MUI MENJAWAB: Silahkan ajukan pertanyaan seputar Islam, akan dijawab Langsung ULAMA dari MUI SULSEL.