KERUGIAN: Menyibak Hakikat Kerugian dalam Lintasan Waktu

Munawir Kamaluddin

Ada satu hal yang tak pernah berhenti berjalan, tak peduli siapa yang mencoba menghentikannya: itulah waktu.

Waktu, meluncur tanpa ragu, seperti aliran sungai yang terus menuju muaranya. Ia tak pernah menoleh, tak peduli siapa yang tertinggal atau terjatuh di sepanjang perjalanan.

Waktu, meski sunyi tanpa suara, adalah saksi atas seluruh kehidupan manusia, atas harapan yang digantungkan, atas mimpi yang dikejar, dan atas luka yang ditinggalkan. Namun, ironisnya, manusia sering kali alpa akan nilainya.

Berabad-abad lalu, Allah menurunkan firman yang begitu ringkas namun mengguncang jiwa, Surah Al-‘Asr. Dalam tiga ayat pendek ini, terkandung pesan yang menggetarkan tentang waktu dan hakikat kerugian yang mengintai setiap insan.

Allah bersumpah atas nama masa ( waktu), sebuah sumpah yang tak mungkin sederhana. وَالْعَصْرِ (Demi masa). Betapa waktu menjadi penentu nasib manusia; ia bisa menjadi ladang amal yang subur, atau justru menjadi jurang kehancuran yang gelap. Manusia, dalam lintasan waktu, tengah berpacu melawan dirinya sendiri.

Namun, lihatlah bagaimana banyak manusia menempuh hidup mereka. Waktu, yang sejatinya adalah harta termahal yang dimiliki, sering kali dihabiskan untuk mengejar hal-hal yang sifatnya fana, kenikmatan duniawi yang tak pernah berujung.

Rumah-rumah megah dibangun, kendaraan mewah dikejar, tetapi hati tetap merasa kosong. Dunia ini seperti fatamorgana di tengah padang pasir, memabukkan mata yang memandang tetapi meninggalkan dahaga yang tak kunjung terpuaskan.

Betapa tragisnya hidup yang dihabiskan untuk mengejar bayang-bayang yang sesungguhnya tidak nyata. Rasulullah SAW. telah memperingatkan kita:

مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ، فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ

“Barang siapa yang menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya, Allah akan membuat hidupnya kacau, menjadikan kefakiran selalu ada di depan matanya, dan ia tidak akan mendapatkan dunia kecuali apa yang telah ditetapkan untuknya.”

Lalu, apa yang sesungguhnya dimaksud dengan kerugian? Kerugian bukan hanya hilangnya materi, tetapi jauh lebih dalam: ia adalah hilangnya makna, tujuan, dan keberkahan dalam hidup.

Dalam tafsir para ulama, kerugian manusia dalam Surah Al-‘Asr mencakup seluruh aspek eksistensi manusia: ruhani yang merapuh, jiwa yang hampa, hingga amal yang kosong dari keikhlasan. Kerugian ini adalah kematian kecil yang menjangkiti manusia bahkan sebelum mereka menghembuskan nafas terakhir.

Bayangkanlah seseorang yang menghabiskan seluruh waktunya hanya untuk menumpuk kekayaan, membangun status, atau memuaskan nafsu duniawi. Ketika ia menoleh ke belakang, ia mendapati semua itu tak lebih dari sekadar bayangan yang tak mampu digenggam. Sebagaimana firman Allah:

وَٱضْرِبْ لَهُم مَّثَلَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا كَمَآءٍ أَنزَلْنَـٰهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ فَٱخْتَلَطَ بِهِۦ نَبَاتُ ٱلْأَرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيمًۭا تَذْرُوهُ ٱلرِّيَـٰحُۗ

“Dan berilah mereka perumpamaan tentang kehidupan dunia: ia seperti air hujan yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah tanaman-tanaman bumi karenanya; kemudian menjadi kering dan hancur berantakan yang diterbangkan oleh angin.” (QS. Al-Kahfi: 45)

Bagaimana mungkin seseorang yang telah diberi kesempatan untuk hidup, untuk berbuat baik, untuk menyentuh hati sesama, malah memilih tenggelam dalam pusaran kesia-siaan?

Dunia ini, sebagaimana digambarkan oleh Imam Al-Ghazali, adalah ujian. Ia bukan tempat tinggal abadi, tetapi tempat persinggahan. Barang siapa yang menjadikannya tujuan, ia akan terperangkap dalam labirin tak berujung.

Namun, Allah tidak membiarkan manusia dalam kerugian tanpa jalan keluar. Surah Al-‘Asr memberikan solusi yang begitu terang: keimanan, amal saleh, dan kerja sama dalam kebenaran dan kesabaran. Inilah jalan untuk keluar dari jurang kerugian, sebuah jalan yang harus ditempuh dengan kesadaran, pengorbanan, dan keteguhan hati.

Tulisan ini diharapkan bukan sekadar refleksi, tetapi panggilan jiwa. Ia mengajak kita untuk menelusuri hakikat kehidupan, untuk bertanya pada diri sendiri: apakah kita telah menggunakan waktu dengan bijak? Apakah kita telah mempersiapkan bekal untuk kehidupan yang abadi? Ataukah kita termasuk golongan yang merugi, yang terlena oleh fatamorgana dunia hingga lupa pada tujuan akhir?

Mari kita selami lebih dalam, bersama Surah Al-‘Asr, tentang bagaimana menghindari kerugian sejati dan meraih kemenangan yang hakiki.

KERUGIAN: MANUSIA MERUGI MENURUT SURAH AL-‘ASR

Surah Al-‘Asr adalah salah satu surah pendek dalam Al-Qur’an yang mengandung pelajaran mendalam tentang hakikat waktu, manusia, dan kerugian.

Surah ini menjadi pengingat penting bahwa waktu adalah anugerah terbesar Allah, dan kerugian terbesar manusia adalah menyia-nyiakan waktu untuk hal-hal duniawi yang fana tanpa memperhatikan nilai-nilai akhirat. Allah berfirman:

وَالْعَصْرِ ۝ إِنَّ ٱلْإِنسَـٰنَ لَفِى خُسْرٍ ۝ إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (QS. Al-‘Asr: 1-3)

Analisis Ayat-Ayat Surah Al-‘Asr

1. Demi Masa (وَالْعَصْرِ)
Allah memulai surah ini dengan sumpah terhadap “masa.” Kata ‘Asr secara etimologis berarti “waktu yang tersisa di penghujung hari” atau “waktu yang cepat berlalu.” Dengan sumpah ini, Allah menegaskan betapa pentingnya waktu sebagai modal utama kehidupan manusia.

Ibn Katsir menjelaskan bahwa waktu adalah nikmat yang sering diabaikan oleh manusia, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW.:

“نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ”

“Dua nikmat yang banyak membuat manusia lalai adalah kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari, no. 6412)

Makna sumpah ini menegaskan bahwa manusia akan diminta pertanggungjawaban atas bagaimana mereka menggunakan waktu, sebagaimana firman Allah:

فَوَرَبِّكَ لَنَسْـَٔلَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ ۝ عَمَّا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

“Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua tentang apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Hijr: 92-93)

2. Manusia dalam Kerugian (إِنَّ ٱلْإِنسَـٰنَ لَفِى خُسْرٍ)
Manusia pada dasarnya berada dalam kerugian karena waktu terus berjalan, sementara kehidupan dunia sering kali membuat mereka terjebak dalam hal-hal yang tidak bermanfaat untuk akhirat. Kerugian ini meliputi:

*Kerugian spiritual, karena mereka melupakan tujuan penciptaan.

*Kerugian eksistensial, karena mereka tidak memanfaatkan waktu untuk memperbaiki diri.

*Kerugian moral, karena sibuk dengan perkara duniawi yang sia-sia.

Dalam hadis, Rasulullah pernah memperingatkan:

“الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا ذِكْرَ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ أَوْ عَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا”

“Dunia itu terlaknat dan terlaknat apa yang ada di dalamnya, kecuali zikir kepada Allah, hal-hal yang mendekatkan kepada-Nya, seorang alim, dan penuntut ilmu.” (HR. Tirmidzi, no. 2322)

Imam Al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin menjelaskan bahwa dunia adalah ibarat bayangan yang terus bergerak. Siapa yang mengejarnya, ia tak akan pernah mendapatkannya. Namun, jika seseorang berfokus pada akhirat, dunia akan mengikuti mereka tanpa mereka kejar.

3. Kecuali Orang-Orang yang Beriman (إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟)
Keimanan adalah langkah awal untuk keluar dari kerugian. Beriman kepada Allah dan hari akhir menanamkan kesadaran bahwa dunia adalah tempat sementara dan akhirat adalah tujuan utama. Rasulullah SAW. bersabda:

“كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ”

“Hiduplah di dunia seakan-akan engkau adalah orang asing atau seorang pengembara.” (HR. Bukhari, no. 6416)

4. Dan Beramal Saleh (وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ)
Amal saleh menjadi bukti konkret dari keimanan seseorang. Amal ini meliputi ibadah kepada Allah, kebaikan kepada sesama, serta kontribusi untuk umat manusia.
Al-Qur’an menegaskan:

مَنْ عَمِلَ صَـٰلِحًۭا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌۭ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةًۭ طَيِّبَةًۭ ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka Kami akan memberinya kehidupan yang baik dan Kami akan memberikan balasan dengan yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97)

5. Saling Menasihati dalam Kebenaran dan Kesabaran (وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ)
Manusia tidak bisa hidup sendiri. Mereka harus saling mendukung dalam menegakkan kebenaran dan bersabar dalam menjalani ujian. Hal ini adalah wujud solidaritas umat Islam untuk menghindari kerugian kolektif.

Ibnu Abbas menjelaskan, kebenaran di sini adalah Al-Qur’an dan kesabaran adalah keteguhan dalam menjalankan syariat Allah.

Solusi untuk Menghindari Kerugian

1. Mengutamakan Akhirat di Atas Dunia
Rasulullah SAW. bersabda:

“مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهُ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ”

“Barang siapa yang dunia menjadi tujuan utamanya, Allah akan menjadikan kefakiran di depan matanya, membuat kehidupannya kacau, dan dunia tidak akan datang kepadanya kecuali apa yang telah ditentukan untuknya.” (HR. Tirmidzi, no. 2465)

2. Memanfaatkan Waktu dengan Bijak
Setiap muslim dianjurkan untuk senantiasa introspeksi, seperti perkataan Umar bin Khattab:

“حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا”

“Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab.”

3. Meningkatkan Amal Saleh dan Zikir kepada Allah
Amal yang dilakukan dengan ikhlas akan menyelamatkan manusia dari kerugian, sebagaimana firman Allah:

فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًۭا يَرَهُۥ ۝

“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasannya).” (QS. Az-Zalzalah: 7)

Sehingga dengan demikian dapat dipahami bahwa kehidupan manusia pada dasarnya adalah kehilangan waktu untuk hal-hal yang tidak bernilai di sisi Allah.

Surah Al-‘Asr memberikan pedoman untuk keluar dari kerugian dengan keimanan, amal saleh, dan kerja sama dalam kebenaran dan kesabaran.

Dengan memahami makna dunia sebagai fatamorgana, kita dapat memanfaatkan waktu untuk meraih kebahagiaan abadi di akhirat.

Menyelami Waktu dan Hakikat Hidup

Di penghujung renungan ini, kita mendapati waktu sebagai alur kehidupan yang tak pernah berhenti mengalir. Ia hadir sebagai saksi bisu, mencatat setiap langkah manusia dalam perjalanan fana yang sementara.

Setiap detik adalah anugerah, tetapi setiap detik pula adalah ujian. Apakah kita mengisinya dengan makna, ataukah kita biarkan berlalu bersama sia-sia?

Surah Al-‘Asr memberikan pesan abadi yang melampaui zaman, menembus relung hati, dan mengingatkan bahwa kehidupan ini sejatinya adalah persinggahan. “إِنَّ ٱلْإِنسَـٰنَ لَفِى خُسْرٍ” (Sungguh, manusia berada dalam kerugian).

Pernyataan ini begitu tegas, seolah-olah mengguncang kesadaran kita dari tidur panjang duniawi. Kerugian bukan semata kehilangan harta, kedudukan, atau kesempatan dunia, melainkan kehilangan arah, makna, dan keberkahan hidup.

Manusia yang tenggelam dalam fatamorgana dunia laksana pengembara di tengah gurun yang mengejar bayang-bayang. Harta, jabatan, dan kenikmatan dunia hanyalah cermin yang memantulkan ilusi; ia tampak nyata tetapi tak pernah benar-benar bisa dimiliki. Allah mengingatkan dalam firman-Nya:

“يَعْلَمُونَ ظَٰهِرًۭا مِّنَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ ٱلْـَٔاخِرَةِ هُمْ غَـٰفِلُونَ”

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedangkan mereka lalai terhadap kehidupan akhirat.” (QS. Ar-Rum: 7)

Namun, Allah tidak meninggalkan manusia dalam keputusasaan. Surah Al-‘Asr menghadirkan jalan keluar dari kerugian: iman, amal saleh, dan kerja sama dalam kebenaran serta kesabaran.

Inilah kunci menuju keselamatan hakiki. Inilah lentera yang menerangi jalan di tengah gelapnya malam kehidupan.

Waktu, dengan segala misterinya, adalah harta paling berharga yang telah dianugerahkan. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Hasan Al-Bashri:

“يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّمَا أَنْتَ أَيَّامٌ، كُلَّمَا ذَهَبَ يَوْمٌ ذَهَبَ بَعْضُكَ.”

“Wahai anak Adam, sesungguhnya engkau hanyalah kumpulan hari. Jika satu hari berlalu, maka sebagian dari dirimu telah pergi.”

Maka, merenungkan waktu adalah merenungkan kehidupan itu sendiri. Setiap langkah, setiap hembusan nafas, adalah bagian dari perjalanan menuju takdir yang telah ditentukan. Apakah kita akan mengisinya dengan amal yang berarti, ataukah kita biarkan berlalu begitu saja?

Refleksi untuk Kehidupan yang Lebih Bermakna

Hidup bukan tentang seberapa banyak dunia yang berhasil kita kumpulkan, melainkan tentang seberapa dalam nilai-nilai kebaikan yang kita tanamkan.

Ketika waktu mengalir seperti sungai, apakah kita telah menanam pohon amal di sepanjang tepinya? Ataukah kita hanya menjadi penonton yang membiarkan arus berlalu tanpa makna?

Kehidupan ini terlalu singkat untuk dihabiskan dalam kesia-siaan. Rasulullah SAW. bersabda:

“نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ.”

“Ada dua kenikmatan yang seringkali manusia lalai darinya: kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)

Oleh karena itu, mari kita jadikan setiap detik sebagai ladang amal, setiap nafas sebagai dzikir, dan setiap langkah sebagai jalan menuju ridha-Nya.

Waktu tak pernah menunggu, tetapi kita memiliki pilihan untuk mengisi ruang-ruang kecil kehidupan dengan makna yang besar.

Kesadaran dan Harapan

Pada akhirnya, tulisan ini diharapkan bukan hanya sekadar rangkaian kata, tetapi sebuah panggilan jiwa. Ia mengingatkan kita bahwa waktu adalah karunia sekaligus amanah. Janganlah kita menjadi manusia yang merugi karena lalai akan hakikat kehidupan.

Mari kita jadikan iman sebagai kompas, amal saleh sebagai bekal, dan kesabaran sebagai perisai dalam menghadapi derasnya arus dunia.

Sebagaimana sungai yang tak henti mengalir menuju lautan, mari kita arahkan perjalanan hidup ini menuju samudera rahmat Allah. Semoga, saat waktu akhirnya berhenti bagi kita, kita bisa menutup lembaran kehidupan dengan senyuman, mengetahui bahwa setiap detiknya telah bermakna. Karena sesungguhnya, hidup yang berharga adalah hidup yang diisi dengan iman, amal, dan keberkahan.

PENUTUP

1. Memanfaatkan Waktu dengan Bijak
Setiap detik yang berlalu adalah kesempatan yang tidak akan pernah kembali. Karenanya, kita harus memprioritaskan hal-hal yang bernilai kebaikan dan keberkahan. Rasulullah SAW. bersabda:

“اغتنم خمسًا قبل خمسٍ: شبابَك قبلَ هَرَمِك، وصحَّتَك قبلَ سَقَمِك، وغِناك قبلَ فقرك، وفراغَك قبلَ شُغلِك، وحياتَك قبلَ موتِك.”

“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara: waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, kesehatanmu sebelum datang sakitmu, kekayaanmu sebelum datang kefakiranmu, waktu luangmu sebelum datang kesibukanmu, dan hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Hakim, no. 7846)

2.Membiasakan Diri dengan Amal Saleh
Kebaikan kecil yang dilakukan secara konsisten lebih dicintai Allah daripada amal besar yang dilakukan sekali-sekali. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.:

“أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ”

“Amal yang paling dicintai oleh Allah adalah yang dilakukan terus-menerus meskipun sedikit.” (HR. Bukhari, no. 6464)

3.Saling Menasihati dalam Kebenaran
Umat Islam adalah umat yang saling menjaga dan memperkuat. Menegakkan kebenaran dan mendorong kesabaran adalah bagian dari tanggung jawab kolektif. Sebagaimana firman Allah:

وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maidah: 2)

4.Bersabar Menghadapi Ujian
Hidup adalah rangkaian ujian yang membutuhkan kesabaran. Kesabaran adalah kunci yang membawa seseorang menuju kemenangan. Allah berfirman:

إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّـٰبِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍۢ

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)

Penutup

Waktu adalah anugerah Allah yang paling berharga. Sebagai Muslim, kita harus menjadikannya sebagai ladang amal untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Surah Al-‘Asr mengajarkan kita bahwa kehidupan dunia hanyalah persinggahan, dan kerugian sejati adalah ketika kita menyia-nyiakan waktu untuk perkara yang tidak bermanfaat. Mari kita gunakan sisa waktu yang Allah berikan untuk beriman, beramal saleh, dan saling menasihati dalam kebenaran serta kesabaran. Semoga kita termasuk golongan yang beruntung dan selamat dari kerugian se

Menutup tulisan ini Allah SWT. Menegaskan lebih jauh tentang manusia-manusia yang merugi dalam perbuatannya yaitu manusia yang terkecoh dengan tindakan dan perbuatannya menyangka dirinya berbuat prestasi dan kebaikan padahal sesungguhnya meraka berbuat kerusakan dan kehancuran dikarenakan keluar dari rel dan jalan kebenaran yakni menyalahi al-Quran dan Sunnah Nabi. SAW.

Surat Al-Kahfi Ayat 103

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُم بِٱلْأَخْسَرِينَ أَعْمَٰلًا

Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya ?.”

surah A-Kahfi: 104:

ٱلَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا

“Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.”

#Waluhu A’lam Bishawab*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
1
MUI MENJAWAB: Silahkan ajukan pertanyaan seputar Islam, akan dijawab Langsung ULAMA dari MUI SULSEL.