Makassar, muisulsel.or.id – Baru-baru ini masyarakat Kota Makassar khususnya di kawasan sekitar Jalan A.P Petarani bersitegang dengan aparat keamanan terkait masalah tanah yang menurut masyarakat itu sebuah perampasan hak. Hal ini membuat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan memberikan penjelasan tentang hukum menerobos tanah dalam pandangan Islam.
Tanggapan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan terhadap Kasus Mafia Tanah di Jl. A.P Pettarani, Makassar, jika hal tersebut memang benar adanya, maka hal ini sebagai permasalahan serius yang menyalahi prinsip keadilan dalam Islam. Kejahatan semacam ini tidak hanya merugikan individu yang menjadi korban, tetapi juga merusak tatanan sosial dan hukum yang seharusnya menjamin hak-hak rakyat.
Dr KH Nasrullah Sapa, Lc MM, selaku pengurus MUI Sulsel komisi fatwa memberikan penjelasan terkait persoalan ini. Katanya, Islam menempatkan keadilan sebagai prinsip utama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl [16]: 90)
Ayat ini menegaskan bahwa keadilan adalah tuntutan yang harus ditegakkan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam hukum dan kepemilikan properti. Praktik mafia tanah yang merampas hak orang lain merupakan bentuk kezaliman yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Rasulullah SAW juga sangat keras terhadap mereka yang mengambil hak orang lain secara zalim. Dalam sebuah hadis, beliau bersabda:
مَنْ ظَلَمَ قِيدَ شِبْرٍ مِنَ الأَرْضِ طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ يَوْمَ القِيَامَةِ
“Barang siapa yang mengambil sejengkal tanah secara zalim, maka ia akan dikalungkan (hukuman) dari tujuh lapis bumi pada hari kiamat.” (HR. Bukhari No. 2453 dan Muslim No. 1610)
Hadis ini menunjukkan bahwa tindakan merebut tanah orang lain secara tidak sah adalah kezaliman besar yang akan mendapatkan balasan yang berat di akhirat. Oleh karena itu, kasus mafia tanah harus diproses secara adil dan diberikan hukuman yang setimpal sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dalam menghadapi kasus mafia tanah, lembaga peradilan memiliki peran penting dalam memastikan bahwa hukum ditegakkan tanpa pandang bulu. Islam menekankan bahwa pemimpin dan aparat hukum harus menegakkan keadilan secara transparan dan tidak boleh berpihak kepada yang memiliki kekuatan atau kekuasaan lebih besar. Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الحَدَّ، وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
“Sesungguhnya yang membinasakan umat-umat sebelum kalian adalah jika ada orang terpandang di antara mereka mencuri, mereka membiarkannya. Tetapi jika ada orang lemah mencuri, mereka menegakkan hukuman atasnya. Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti aku akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari No. 6788 dan Muslim No. 1688)
Hadis ini menegaskan bahwa keadilan tidak boleh tebang pilih. Setiap pelaku kejahatan, baik dari kalangan elit maupun rakyat biasa, harus diproses secara adil sesuai hukum yang berlaku.
Untuk itu sebagai pengurus di MUI Sulawesi Selatan dengan ini:
1.Mengutuk keras praktik mafia tanah yang merampas hak masyarakat secara tidak sah.
2. Menyerukan kepada pemerintah dan aparat hukum untuk mengusut tuntas kasus ini dan menindak tegas pelaku mafia tanah tanpa tebang pilih.
3. Mengajak masyarakat untuk proaktif dalam menjaga hak-haknya dan melaporkan segala bentuk kecurangan atau kezaliman yang terjadi di lingkungannya.
4. Menekankan pentingnya reformasi hukum pertanahan agar keadilan bagi seluruh rakyat dapat ditegakkan.
Semoga Allah SWT memberikan kekuatan kepada kita semua untuk menegakkan keadilan dan melawan segala bentuk kezaliman.
Kontributor: Nur Abdal Patta