Makassar, muisulsel.or.id – Viralnya sebuah tagar di sosial media tentang Kabur Aja Dulu yang menyinggung salah satu menteri dengan perkataan sikap nasionalisme memicu persepsi berbagai kalangan. Terkait hal itu, pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan memberikan tanggapan tentang bagaimana pandangan Islam bila meninggalkan negara terkait hal itu.
Salah satu pengurus MUI Sulsel komisi fatwa Dr KH Nasrullah Sapa, Lc MM, memberikan pandangannya terkait fenomena tagar #KaburAjaDulu yang tengah ramai diperbincangkan. Dalam perspektif Islam, bekerja mencari nafkah adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim yang memiliki kemampuan, baik untuk mencukupi kebutuhannya sendiri maupun untuk keluarganya. Islam juga membolehkan seseorang untuk berhijrah ke negeri lain apabila di tempat asalnya sulit mendapatkan penghidupan yang layak.
Islam menempatkan bekerja sebagai suatu ibadah dan tanggung jawab yang harus dijalankan dengan sungguh-sungguh. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
“وَجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًا” (Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan.) (QS. An-Naba’ [78]: 11)
Ayat ini menunjukkan bahwa waktu siang diperuntukkan bagi manusia untuk bekerja dan berusaha dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Rasulullah SAW juga menegaskan pentingnya bekerja dengan usaha sendiri melalui sabdanya:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “ما أكل أحد طعامًا قط خيرًا من أن يأكل من عمل يده، وإن نبي الله داود عليه السلام كان يأكل من عمل يده”. (HR. Bukhari No. 2072)
Artinya: Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik daripada hasil kerja tangannya sendiri. Sesungguhnya Nabi Dawud AS juga makan dari hasil kerja tangannya sendiri.” (HR. Bukhari No. 2072)
Dari hadits tersebut, dapat dipahami bahwa bekerja dengan tangan sendiri merupakan bentuk ibadah serta cara mendapatkan rezeki yang halal. Oleh sebab itu, seorang muslim tidak boleh bermalas-malasan atau hanya bergantung pada orang lain tanpa berusaha terlebih dahulu.
Dalam kondisi di mana seseorang mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan atau rezeki di tempat asalnya, Islam memberikan kebebasan untuk hijrah ke negeri lain guna mencari kehidupan yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
“وَمَن يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً ۚ” (Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak.) (QS. An-Nisa’ [4]: 100)
Ayat ini menegaskan bahwa bumi Allah begitu luas, dan setiap muslim memiliki kesempatan untuk berpindah ke tempat lain dalam rangka mencari penghidupan yang lebih baik, selama tetap berpegang teguh pada iman dan nilai-nilai Islam. Rasulullah SAW juga menekankan pentingnya profesionalisme dalam bekerja dengan bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنّ اللَّهَ تَعَالى يُحِبّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلاً أَنْ يُتْقِنَهُ (رواه الطبرني والبيهقي)
Dari Aisyah RA bahwa Nabi Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila bekerja, mengerjakannya dengan itqan (profesional dan sungguh-sungguh).” (HR. Thabrani dan Baihaqi)
Menanggapi fenomena #KaburAjaDulu, umat Islam hendaknya menyikapi tren ini dengan bijaksana. Jika keinginan untuk bekerja atau melanjutkan studi ke luar negeri didasarkan pada niat untuk mencari rezeki yang lebih baik dan meningkatkan kualitas hidup, maka hal tersebut diperbolehkan dalam Islam. Namun, jika fenomena ini muncul sebagai bentuk keputusasaan, pesimisme, atau bahkan bentuk protes terhadap kondisi negeri tanpa adanya usaha untuk memperbaiki keadaan, maka sikap tersebut kurang tepat dalam pandangan Islam.
Islam mengajarkan agar umatnya tetap bersabar dan terus berikhtiar dalam menghadapi kesulitan. Jika masih terdapat peluang di dalam negeri, maka lebih baik berjuang dan berkontribusi di tanah air. Akan tetapi, jika benar-benar sulit mendapatkan kehidupan yang layak, maka berhijrah ke tempat lain dapat menjadi pilihan yang diperbolehkan, bahkan dianjurkan, selama tetap menjaga nilai-nilai Islam dan memberikan manfaat bagi diri sendiri serta keluarga.
Sebagai kesimpulan, bekerja adalah kewajiban dalam Islam yang tidak hanya menjadi bentuk ibadah, tetapi juga merupakan tanggung jawab kepada diri sendiri dan keluarga. Jika sulit mendapatkan pekerjaan di dalam negeri, maka diperbolehkan untuk mencari rezeki di tempat lain yang lebih menjanjikan kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu, fenomena #KaburAjaDulu hendaknya disikapi dengan bijak, bukan sebagai bentuk keputusasaan, melainkan sebagai motivasi untuk berkembang dan mencari kehidupan yang lebih baik dengan tetap berkontribusi bagi bangsa.
Kontributor: Nur Abdal Patta