Makassar, muisulsel.com – Sistem keuangan Syariah menawarkan solusi kerena melarang adanya transaksi bersifat Maisar, Gharar, dan Riba. Namun sayangnya, tidak sedikit masyarakat umum bahkan kalangan intelektual terdidik masih menganggap bahwa keuangan syariah sama saja dengan kaungan konvensional.
Mereka juga beranggapan bagi hasil dan margin keuntungan, sama saja dengan bunga, bahkan mengklaim bahwa bagi hasil dan margin hanyalah nama lain dari sistem bunga.
Padahal perbedaan keduanya secara umum sangat jelas. Pertama, Keuangan Syariah dasarnya Al-Qur’an & Hadis dan hukum positif, sementara Keuangan Konvensional hanya Hukum Positif. Kedua, Keuangan Syariah didasari pada bagi hasil mudharabah (kerjasama), wadiah (titipan), murabahah (jual beli) dll, sementara Konvensional berdasarkan Bunga. Ketiga, Dana masyarakat merupakn titipan/investasi yang baru mendapatkan hasil bila diputar/di’usahakan’ terlebih dahulu dalam sektor yang halal, sementara Konvensional dana masyarakat merupakan simpanan yang harus dibayar bunganya saat jatuh tempo dan tidak memperhatikan investasi halal atau haram.
Penyataan diatas adalah potongan khutbat Ust. Muammar Baru tentang menggapai keberkahan dengan ekonomi syariah.
Selanjutnya dapat dilihat secara lengkap di bawah ini dan didownload diakhir tulisan ini.
الحمد لله الذي نحمده ونستعينه ونستغفره ونتوب إليه، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضلَّ له ومن يضلل فلا هادي له، نحمده سبحانه وتعالى أن أباح لنا البيع وحرم علينا الربا وكل ما فيه استغلال لحاجة الإنسان وضعفه، ونحمده أن يسّر لنا سُبل الكسب المباح ونوّعها لنا، وأشهد أنَّ لا إله إلَّا الله وحده لا شريك له وأشهد أنَّ محمدًا عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسانٍ وسلم تسليمًا
عباد الله، أوصيكم ونفسي بتقوى الله -سبحانه وتعالى- ولُزوم طاعته واجتناب معصيته؛ فالتزام التقوى باب لكل خير ومغلاق لكل شر، قال -تعالى-: (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّـهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ(
Puji dan syukur ke hadirat ALLAH SWT yang menghadirkan Islam sebagai panduan kita dalam melakukan aktifitas, semoga kita semua senantiasa dalam inayah dan taufiq-Nya dalam menjalankan kegiatan kita baik yang sifatnya duniawi maupun ukhrawi.
Demikian pula salawat dan salam kita kirimkan kepada Nabi Muhammad saw, Nabi yang menjadi panduan kita dalam beraktifitas sesuai apa yang digariskan oleh Allah SWT, berupa nilai-nilai yang terdapat dalam al-Qur’an al-Karim. Semoga salawat yang senantiasa kirimkan, dapat menjadi wasilah dalam memperoleh syafaatnya. Amin.
Jamaah Rahimakumulloh
Islam agama yang sempurna dengan aturan yang lengkap (nidzom mutakamil) untuk menata kehidupan manusia sesuai apa yang diinginkan Allah SWT, baik yang berkenaan dengan urusan dunia (muamalah) ataupun yang bertalian dengan akhirat (ibadah).
Salah satu hal penting dalam bermuamalah adalah bertransaksi dalam kegiatan usaha, dagang dan bisnis kita, kerena menyangkut masalah yang urgen dalam keberlangsungan hidup yakni bertalian dengan harta benda.
Agama Islam membangun aturan bermuamalah berdasarkan nilai keimanan. Allah SWT mengapresiasi kegiatan transaksi jual beli dan berdagang secara halal dan mengecam tindakan riba dalam bertransaksi. ayat Al-Baqarah; 275
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ
Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba
Demikian pula ada riwayat yang menjelaskan tentang keutamaan berdagang,
تِسْعَةُ أَعْشَارِ الرِزْقِ فِي التِّجَارَةِ
Sembilan dari sepuluh pintu rejeki ada dalam perdagangan
Artinya 90% usaha dan bisnis yang dilakukan manusia menjadi peluang besar mendapatkan reseki. Sepuluh sahabat Nabi, sembilan di antaranya adalah pedagang, hanya satu sahabat Nabi lebih condong sebagai ilmuan hebat yaitu Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. Demikian pula umur Nabi Muhammad saw, lebih banyak Sunah hidupnya sebagai Pedagang daripada sebagai Nabi dan Rasul.
Agar usaha (muamalah) kita diberkahi perlu didasari pada prinsip dan norma akhlak. Menghadirkan nilai ketuhanan (Rabbaniyah) dalam usaha kita, artinya kita menyadari bahwa apapun yang kita kerjakan dan dimana pun kita berada pasti Allah mengetahuinya. Karena itu perlu kita melakukan usaha kita sesuai apa yang diinginkan Allah SWT yaitu sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadis.
Selain bernilai Rabbaniyah, juga bernilai insaniyah (manusiawi). Keuntungan memang tujuan berbisnis dan berdagang, tapi keuntungan yang tidak merugikan orang lain. Tidak menikmati keuntungan di tengah penderitaan orang lain.
Salah satu yang dapat merugikan orang lain adalah sistem riba yang digunakan dalam bermuamalah. Transaksi yang memiliki banyak dampak negatif, dapat merugikan kehidupan individu maupun masyarakat. Karena itu, Islam menempatkan Riba sebagai dosa besar sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat An-Nisa Ayat 161:
وَأَخْذِهِمُ ٱلرِّبَوٰا۟ وَقَدْ نُهُوا۟ عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَٰلَ ٱلنَّاسِ بِٱلْبَٰطِلِ ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَٰفِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. (Q.S An-Nisa:161).
Dan ditegaskan dalam hadis Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang diwirayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA:
عن أبي هريرة -رضي الله عنه-: “اجتنبوا السبع المُوبِقَات، قالوا: يا رسول الله، وما هُنَّ؟ قال: الشركُ بالله، والسحرُ، وقَتْلُ النفسِ التي حَرَّمَ الله إلا بالحق، وأكلُ الرِّبا، وأكلُ مالِ اليتيم، والتَّوَلّي يومَ الزَّحْفِ، وقذفُ المحصناتِ الغَافِلات المؤمنات”.
Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, Beliau bersabda: “Jauhilah tujuah hal yang membinasakan!”, para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apa tujuh hal yang membinasakan itu?, Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah (syirik kepada Allah), Sihir, membunuh jiwa yang telah diharamkan oleh Allah kecuali tanpa hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan peperangan, menuduh wanita mukminah yang menjaga kehormatan diri dengan tuduhan berbuat zina” (muttafaq alayh).
Jamaah Rahimakumulloh
Sistem keuangan Syariah menawarkan solusi kerena melarang adanya transaksi bersifat Maisar, Gharar, dan Riba. Namun sayangnya, tidak sedikit masyarakat umum bahkan kalangan intelektual terdidik masih menganggap bahwa keuangan syariah sama saja dengan kaungan konvensional. Mereka juga beranggapan bagi hasil dan margin keuntungan, sama saja dengan bunga, bahkan mengklaim bahwa bagi hasil dan margin hanyalah nama lain dari sistem bunga.
Padahal perbedaan keduanya secara umum sangat jelas. Pertama, Keuangan Syariah dasarnya Al-Qur’an & Hadis dan hukum positif, sementara Keuangan Konvensional hanya Hukum Positif. Kedua, Keuangan Syariah didasari pada bagi hasil mudharabah (kerjasama), wadiah (titipan), murabahah (jual beli) dll, sementara Konvensional berdasarkan Bunga. Ketiga, Dana masyarakat merupakn titipan/investasi yang baru mendapatkan hasil bila diputar/di’usahakan’ terlebih dahulu dalam sektor yang halal, sementara Konvensional dana masyarakat merupakan simpanan yang harus dibayar bunganya saat jatuh tempo dan tidak memperhatikan investasi halal atau haram.
Melalui mimbar yang mulia ini, khatib mengajak kita semua untuk syariahkan sistem keuangan kita, agar kehalalan dan keberkahan dari keuangan dan kerja-kerja ekonomi yang kita laksanakan lebih bernilai, dan pada akhirnya memberikesejahteraan kepada masyarakat serta kebahagiaan di dunia dan akhirat kelak. Bukankah Allah SWT telah berfirman yang terjemahnya:
Dan sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertaqwa (kepada Allah SWT) niscaya kami bukakan atas mereka keberkahan dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (aturan Allah), maka kami sanksi mereka atas apa yang mereka lakukan.
Dan siapa-siapa yang bertaqwa kepada Allah, akan dijadikan baginya jalan keluar (bagi masalah-masalahnya), dan akan diberikan rezeki dari yang dia tidak duga-duga.
Semoga kita semua, termasuk ke dalam kelompok yang senantiasa konsisten dengan aturan-aturan Allah dalam seluruh aspek kehidupan kita, sehingga apa yang dijanjikan Allah SWT dalam dua ayat di atas dapat kita peroleh, Amiin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ