Chamdar Nur, Lc,.SH,. S. Pd. I,. M. Pd. (Anggota MUI Sul-Sel Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional)
Makassar, muisulsel.or.id – Di saat dunia ramai menanti dentuman kembang api dan countdown pergantian tahun Masehi dengan hiruk pikuk pesta pora, kaum muslimin sejatinya diingatkan pada dua jalan yang saling berseberangan, jalan orang-orang yang lalai dengan dunia, dan jalan hamba-hamba yang sadar akan waktu yang terus menyusut dari usia mereka.
Sesungguhnya perayaan tahun baru Masehi bukan berasal dari tradisi Islam. Ia berakar dari budaya romawi dan paganisme kuno, di mana pergantian tahun dikaitkan dengan persembahan kepada dewa-dewa, minuman keras, tarian liar, hingga foya-foya tak terbatas. Hari ini, wajahnya mungkin berubah, namun esensinya sama, maksiat dibungkus hiburan, kelalaian disulap jadi selebrasi, bahkan kekufuran dibungkus dengan kata syukur.
Sebaliknya, tahun baru Hijriyah hadir dengan ruh yang sangat berbeda. Ia bukan sekadar perubahan angka, tapi perubahan makna. Bukan pesta, tapi perenungan. Bukan hiburan, tapi hisab diri. Karena kalender Hijriyah lahir bukan dari hitungan matahari, tapi dari hijrahnya manusia mulia, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dari Makkah ke Madinah, sebuah perjalanan spritual yang penuh pengorbanan, iman, dan perjuangan.
Tahun Hijriyah tidak dikenal pada zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam. Ia baru ditetapkan di masa Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu anhu, ketika surat menyurat resmi membutuhkan penanggalan yang jelas. Maka, para sahabat bermusyawarah untuk menentukan awal kalender Islam.
Umar bin Khattab radhiyallahu anhu berkata
الهجرة فرقت بين الحق والباطل، فلنجعلها مبدأ التأريخ
Artinya: “Hijrah itu telah membedakan antara yang haq dan batil. Maka jadikanlah ia awal penanggalan kita.” (Bidayah wa Nihayah)
Dan dari berbagai bulan yang tersedia, maka bulan Muharram yang dipilih sebagai awal tahun. Karena ia adalah bulan yang disepakati sebagai bulan haram (suci), yang Allah sebut dalam firmanNya pada surah At-Taubah ayat 36, dan empat bulan haram (suci) itu adalah, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab (Tafsir Ibnu Katsir).

Dan hikmahnya sangat indah, awal dan akhir tahun Hijriah dipagari oleh bulan-bulan haram (suci) agar umat tidak tergoda menodainya dengan maksiat dan dosa, sebagaimana yang sudah menjadi ‘tradisi’ di tahun baru Masehi.
Para ulama salaf rahimahumullah tidak pernah memperingati tahun baru Hijriyah dengan pesta sebagai tradisi, apalagi kemaksiatan. Namun mereka menyambutnya dengan muhasabah, refleksi amal, memperbanyak dzikir dan istighfar, dan memohon agar tahun mendatang lebih baik dari sebelumnya.
Salah seorang salaf pernah berkata
من علامة إعراض الله عن العبد أن تمر عليه المواسم ولا يتزود منها ولا يستعد لها
Artinya: “Di antara tanda Allah berpaling dari seorang hamba adalah ketika musim-musim (bulan suci) kebaikan berlalu, namun ia tidak mengambil bekal darinya dan tidak bersiap untuknya. (Fawa’id, Ibn alQayyim).
Mereka memaknai pergantian tahun di antara dua bulan suci, Dzulhijjah dan Muharram, bukan sekadar perubahan kalender, tapi perubahan hidup, dari lalai menuju sadar, dari maksiat menuju taubat, dari malas menuju semangat ibadah. Bagi mereka, pergantian tahun adalah peringatan bahwa ajal kian dekat, liang lahad kian menanti. Maka mereka menangis lebih banyak dan sedikit tertawa, berdoa lebih sering dari bersorak, menyalakan cahaya taubat di dada, bukan petasan di langit malam.
Oleh karena itu, jangan sampai kita isi malam tahun baru dan hari-hari di bulan Muharram ini dengan kelalaian. Jadikanlah momen-momen ini sebagai waktu muhasabah, taubat, dan kembali mendekat kepada Allah. Bukan dengan pesta dan musik, bukan pula dengan tarian, joget, dan goyangan liar yang mengumbar aurat serta mengundang syahwat, tapi dengan dzikir yang menenangkan jiwa, istighfar yang menghapus dosa, dan harapan tulus akan hidup yang lebih berkah dan bermakna. Mari ajak keluarga kita, anak-anak kita, dan generasi muda kita untuk menapak jejak para salaf, yang menyambut tahun baru dengan doa dan taubat, bukan dosa dan maksiat.
اللَّهُمَّ اجعل هذا العام عامًا مباركًا علينا، عامَ هدايةٍ وإيمان، وأمانٍ وأمانة، وسلامةٍ وسعادة، واصرف عنَّا فيه كل شرٍّ وفتنة، واغفر لنا ما مضى، وأصلح لنا ما بقي
Artinya: “Ya Allah, jadikanlah tahun ini tahun yang penuh keberkahan bagi kami. Tahun hidayah dan iman, keamanan dan amanah, keselamatan dan kebahagiaan. Jauhkan kami dari segala keburukan dan fitnah. Ampunilah dosa-dosa yang telah lalu dan perbaikilah keadaan kami di waktu yang akan datang.”
Aamiin 🤲
Irfan Suba Raya