akassar, muisulsel.com –
?اَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْ تَخْشَعَ قُلُوْبُهُمْ لِذِكْرِ اللّٰهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّۙ
وَلَا يَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْاَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوْبُهُمْۗ وَكَثِيْرٌ مِّنْهُمْ فٰسِقُوْنَ ١٦
“Apakah belum tiba waktunya bagi orang-orang yang beriman agar hati mereka khusyuk mengingat Allah dan apa yang turun dari kebenaran (Al-Qur’an). Janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Banyak di antara mereka adalah orang-orang fasik.” (QS. Al-Hadid, 57:16).
Ibn Abi Ruwad berkata: Tatkala sahabat-sahabat Nabi saw begitu bersemangat tertawa dan bersenda gurau, maka turunlah ayat ini untuk mengingatkan mereka utk senantiasa khusyu’ dan mengingat Allah. Ibn Mas’ud menuturkan bahwa ayat ini turun di tengah-tengah kaum muslimin, di sekitar tahun keempat masa kenabian Muhammad saw.
Ajaran Islam tentu saja tidak melarang senda gurau. Bahkan Nabi saw juga bersenda gurau bersama dengan sahabatnya. Namun ketika senda gurau mengambil begitu banyak waktu hingga membuat orang lalai dari zikir kepada Allah, dan lalai dari melakukan amal shaleh, maka senda gurau seperti ini tidak dibenarkan di dalam ajaran Islam.
Imam al-Syafi’I berpandangan bahwa senda gurau yang melalaikan pelakunya dari zikir kepada Allah hukumnya makruh. Bahkan bagi mereka yang meninggalkan ibadahnya karena lalai, hendaklah ia bersegera mengganti kelalaian itu dengan ketaatan.
Zikir, Ibadah dan Amal Shaleh yang ditinggalkan akibat berbagai alasan terutama karena alasan senda gurau yang berlebihan, seyogyanya diganti dengan amalan di waktu yang lain. Hal itu sesuai dengan yang dicontohkan Rasul saw:
كَانَ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم إِذَا فَاتَتْهُ الصَّلاةُ مِنَ اللَّيلِ مِنْ وَجَعٍ أَوْ غَيرِهِ، صَلَّى مِنَ النَّهارِ ثنْتَيْ عَشرَةَ رَكْعَةً. رواه مسلم
Diriwayatkan bahwa apabila Nabi saw terlewat dari melaksanakan shalat malam karena sebab sakit dan uzur tertentu, beliau menggantinya dengan melaksanakan 12 raka’at di siang hari. (HR Muslim).
Ikhwaniy! Jika senda gurau telah melalaikan kita dari melaksanakan wirid-wirid tertentu maka hendaknya wirid-wirid yang tertinggal itu ditebus, dan diganti dengan amalan-amalan lain yang sama atau serupa.
Amalan atau wirid adalah sesuatu yang harus dilakukan secara kontiniu tanpa putus. Wirid dan amalan tertentu tidak dilihat pada banyaknya, tetapi lebih ditentukan pada kontiniutasnya. Kesinambungan dari wirid-wirid itu nilainya teramat tinggi.
Dalam sebuah kesempatan, seorang sahabat bertanya kepada Rasul saw: (اي الاعمال أحب الي الله) …”amalan apa yang paling dicintai Allah?”… Nabi saw menjawab dengan jawaban yang sempurna dengan mengatakan (ادومها وان قل) …”amalan yang berkesinambungan dan kontinyu, meskipun sedikit.” (ISR)
والله اعلم وصباح الورد والايمان