Pembagian Zakat Jika Hanya Ada 4 Asnaf

Makassar, muisulsel.or.id – Assalamu alaikum wr wb. Saya ingin menanyakan perihal bagaimana dalam suatu daerah itu asnaf yang ada cuma 4, Fakir, Miskin, Fisabilillah dan Amil. Bagaimana pembagian dari zakat? Apakah dibagi 4 hasil besal kecilnya asnaf itulah yang sah diterima atau dibagi 8, empat bagian tersebut diberikan kepada fakir miskin dan fisabilillah mohon penjelasannya ustadz

(+62823 2737  XXX XXX)

JAWABAN

Membayar zakat fitrah atau mal (harta) kepada 8 Asnaf itu berdasar pada ayat QS. Attaubah: 60 (Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana).

Ulama sepakat bahwa mereka yang disebutkan di atas masuk dalam cdaftar mustahik zakat, akan tetapi penerapannya secara khusus dibatasi. Syafi’iyah membatasi bahwa zakat itu harus dibagi merata ke semua ashnaf delapan secara proporsional semua ashnaf harus dapat bagian. Sementara jumhur tiga mazhab lainnya membolehkan bagi jatah zakat ke ashnaf tertentu saja yang tersedia walau itu satu ashnaf saja. Demikian dikutip dalam Kitab Hasyiah Bujaeramiy ‘ala Syarhil Minhaj Juz 3/308 dan pendapat ini juga dianut Imam ar-Raziy.

Ulama Syafi’iyah seperti ibnu Ujail Al-Yamaniy mengecualikan tiga pemahaman berbeda dengan mazhab mereka;
1. Pemindahan bayar zakat ke kampung lain boleh.
2. Boleh bayar zakat kepada seorang saja semuanya boleh.
3. Boleh bayar zakat hanya pada satu ashnaf saja.

Dalam pembahasan mengenai distribusi zakat kepada mustahik (penerima zakat), terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama mengenai apakah zakat harus dibagikan secara merata kepada delapan golongan penerima zakat atau tidak.

Menurut mazhab Syafi’i, zakat wajib dibagikan kepada delapan golongan penerima zakat secara merata. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa huruf jarr “lam” dalam ayat Al-Qur’an yang menyebutkan golongan-golongan tersebut bermakna tamlik (kepemilikan), dan huruf wawu ‘athaf menunjukkan musyarakah (kepemilikan bersama). Oleh karena itu, pemerintah (al-imam) harus membagikan zakat secara merata kepada delapan golongan tersebut. Bagi muzakki (pembayar zakat), sangat dianjurkan untuk membagikan zakat secara merata kepada delapan golongan bila memungkinkan. Jika tidak memungkinkan, muzakki dapat membagikan zakat kepada golongan-golongan yang ditemui di daerahnya, dengan ketentuan minimal memberikan zakat kepada tiga orang dari setiap golongan penerima zakat.

Di sisi lain, mayoritas ulama mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali berpendapat bahwa tidak ada kewajiban untuk membagikan zakat secara merata kepada delapan golongan penerima zakat. Bahkan, diperbolehkan membayar zakat hanya kepada satu golongan penerima zakat saja, atau bahkan kepada satu penerima zakat saja sesuai dengan kadar kecukupannya. Misalnya, seseorang yang ingin membayar zakat senilai empat ratus ribu rupiah dapat memberikan zakatnya kepada satu orang fakir saja.

Pendapat ini didukung oleh praktik sahabat Mu’adz bin Jabal yang mengambil zakat dari penduduk Yaman dan memberikannya kepada satu golongan saja, tanpa ada perbedaan pendapat dari ulama salaf mengenai kebolehan pembagian tersebut.

Dengan demikian, terdapat perbedaan pandangan mengenai distribusi zakat kepada mustahik. Mazhab Syafi’i mewajibkan pembagian zakat secara merata kepada delapan golongan penerima zakat, sementara mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali membolehkan pembagian zakat kepada satu golongan atau bahkan satu individu saja sesuai dengan kebutuhan. Hal ini memberikan fleksibilitas bagi muzakki dalam menyalurkan zakatnya sesuai dengan kondisi dan situasi yang dihadapi.

Wallahu A”lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
1
MUI MENJAWAB: Silahkan ajukan pertanyaan seputar Islam, akan dijawab Langsung ULAMA dari MUI SULSEL.