Dr KH Syamsul Bahri Abd Hamid Lc MA (Sekertaris Komisi Fatwa MUI Sulsel)
Makassar, muisulsel.or.id – Hal yang menjadi mafhum atau dipahami di kalangan kaum muslimin adalah setiap melewati pertengahan bulan Ramadan atau setelah shalat tarawih melakukan qunut witir, hal ini menjelaskan tentang kenyataan dan eksisnya pelaksanaan qunut pada umat ini, bukan sekedar untuk doa terhadap hajat-hajat setiap individu tetapi menjadi momen doa perlindungan dan anugerah secara luas bagi umat nabi Muhammad Saw khususnya kaum muslimin.
Awal munculnya syariat qunut berawal dari peristiwa yang menimpa para pendakwah di Bir Ma’unah di mana para sahabat nabi yang berdakwah dibunuh secara muslihat oleh kaum kriminalitas, lalu hal itu menjadikan nabi dan para sahabat melakukan qunut untuk mendoakan mereka selama sebulan berturut-turut hingga terasa hati nyaman dan merasa telah berbuat amal untuk mereka yang syahid, setelah itu nabi menghentikan qunut khusus itu, kemudian para fuqaha menamakan dengan qunut nazilah atau qunut apabila ditimpa musibah yang nyata berdampak sosial.
Oleh para fuqaha, qunut ditetapkan menjadi hukum syariat yang dianjurkan untuk dilaksanakan oleh umat dalam menghadapi liku- liku kehidupan bagi individu dan golongan.
Qunut menjadi ketetapan syariat yang harus diterima oleh umat sebagai konsekwensi hukum yang urgen bagi umat dan tidak dapat ditolak eksistensinya dan hukumnya :
1. Imam Abu Hanifah dan al-Hanafiah (ulama pengikut Hanafiah) menetapkan bahwa hukum qunut diwajibkan saat shalat witir Ramadan saja, dan tidak mensahkan qunut subuh dengan alasan sudah dihentikan dan dihapus hukumnya oleh nabi.
2. Imam Malik dan al-Malikiyah tidak mensahkan adanya qunut witir atau qunut lain bahkan makruh kecuali ada nazilah atau bencana terjadi.Al-Malikiyah (penganut mazhab Maliki), berpendapat bahwa qunut yang absah bagi Malikiyah hanya qunut subuh pada rakaat kedua.
3. Hukumnya sunnah bagi Imam Syafi’i dan pengikutnya berdasarkan pada hadis bahwa nabi qunut subuh sambil mengangkat tangannya untuk mendoakan diri dan umat, bahkan ada hadis yang dipegang oleh al-Syafi’iyah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Darul Quthniy bahwa Annas bin Malik berkata :Nabi qunut subuh sepanjang hidup selama hayat dikandung badan”.Dan Umar juga tekun qunut bersama sahabat di masa pemerintahannya. Bagi yang lupa qunut subuh dibayar dengan sujud sahwi sebagai penyempurna kekurangan shalat subuh.
4. Imam Ahmad dan pengikutnya al-Hanabilah bahwa qunut yang disunnahkan adalah qunut witir saja seperti pendapat Hanafiah, qunut subuh bagi Hanabilah bukan sunnah sebagaimana alasannya al-Hanafiyah, tetapi al-Hanabilah menegaskan bahwa boleh melakukan qunut subuh walau tidak sunnah karena sudah dihentikan nabi, namun bila dilakukan boleh maka saat qunut subuh hendaklah mengangkat tangan saat berdoa dan hendaklah menyapukan tangan ke muka setelahnya sesuai hadis nabi riwayat Yazid bin Ziyad bin Abihi yang dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah.
5. Adapun mengenai qunut nazilah atau karena musibah dan bencana, maka menurut jumhur ulama disyariatkan untuk qunut musibah bagi Hanafiah, Syafi’iyah dan Hanabila yaitu saat shalat jahriyah bagi Hanafiah, dan menurut jumhur selain Hanafiah dilakukan di shalat lima waktu hingga terasa nyaman dan cukup doa pada musibah umum.
Pelaksanaan qunut di bulan Ramadan adalah disyariatkan karena nabi mengerjakannya berdasarkan pendapat jumhur ulama selain Malikiyah yang hanya menganjurkan cukup qunut subuh sudah mencakup kemuliaan seluruh waktu.
Kebiasaan umat saat ini ada yang melakukan qunut dan tidak. Hukumnya secara umum adalah sunnah bagi jumhur kecuali al-Hanafiah mengatakan qunut witir wajib karena al-Hanafiah berpendapat bahwa hukum shalat witir itu wajib, maka qunutnya wajib juga.
Manfaat qunut merupakan doa bagi umat Islam khususnya bila ada musibah dan huru-hara, pertanyaan yang tidak butuh jawaban seketika adalah adakah waktu saat ini dimana di dunia ini khususnya yang mayoritas agama Islam, Adakah waktu berlalu atau setiap jam tidak terdapat masalah umat di belahan bumi ini?. Wallahu A’lam.
Irfan Suba Raya