Makassar, muisulsel.com – Dalam Bahasa Arab, duda dan janda disebut Aramil, yaitu orang yang kehilangan penghasilan dan penopang. Seorang istri yang ditinggal mati suaminya, kehilangan penopang dan terkadang sumber penghasilan. Suami yang ditinggal mati istrinya kehilangan penopang yang selama ini memberikan banyak bantuan baik lahir maupun batin.
Ibnu Qutaibah rahimahullah menyebutkan bahwa orang fakir dan miskin sering disebut Aramil. Hal itu karena mereka dinilai kehilangan penghasilan yang semestinya didapatkan untuk membiayai kehidupannya.
Syariat Islam mewajibkan orang-orang yang memiliki kelebihan harta untuk memperhatikan janda dan fakir miskin. Perbuatan menyantuni mereka tergolong amalan dengan derajat yang tinggi. Pahala yang disiapkan bagi mereka pun adalah pahala kelas eksekutif. Nabi saw bersabda:
عن النبي صلى الله عليه وسلم قَالَ: ((السَّاعِي عَلَى الأَرْمَلَةِ وَالمِسْكِينِ، كَالمُجَاهِدِ في سَبيلِ اللهِ)) وَأحسَبُهُ قَالَ: ((وَكالقَائِمِ الَّذِي لاَ يَفْتُرُ، وَكَالصَّائِمِ الَّذِي لاَ يُفْطِرُ)). مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.
Mereka yang menyantuni janda dan menyantuni fakir miskin itu bagaikan berjihad di jalan Allah. Dalam satu riwayat; mereka yang menyantuni itu diibaratkan sebagai orang yang melaksanakan shalat malam yang tak putus atau bagaikan berpuasa sepanjang tahun.
Ibnu Batthal rahimahullah mengurai makna hadis di atas bahwa bagi yang tak sanggup berjihad dan tak sanggup berpuasa hendaklah mewujudkan perintah hadis ini. Niscaya ia dikategorikan dalam golongan mujahidin, walau fisik dan hartanya tidak pernah diikutkan dalam situasi perang.
Para penyantun janda dan fakir miskin ini juga digolongkan sebab orang yang akan masuk ke surga melalui pintu Arrayyan, yang semestinya diperuntukkan bagi orang-orang berpuasa.
Ada kesesuaian hukum syari’at antara menyantuni janda dan fakir miskin dengan berjihad di jalan Allah swt. Mereka yang berjihad adalah orang yang membela dan menghidupkan agama, sedangkan menyantuni janda dan fakir miskin dinilai membela dan menghidupkan jiwa.
Kedua aktifitas ini sama-sama berperang melawan hawa nafsu. Dalam menyantuni, perangnya adalah melawan nafsu yang enggan berinfak, sedangkan yang berperang adalah melawan hawa nafsu, takut terhadap musuh. Kedua-duanya diserang dan digoda oleh syaitan untuk tidak melakukan kebaikan dan pengorbanan.
Menyantuni janda-janda miskin dan kaum fakir miskin merupakan salah satu sarana dan jalan berkompetisi dalam kebaikan. Melakukan hal itu dinilai sebagai orang yang berlemah lembut kepada kaum dhuafa. Allah Swt berfirman:
قَالَ الله تَعَالَى: {وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ} [الحجر: 88].
Rendahkanlah sayapmu Muhammad! pada orang orang mukmin. (QS. Al Hijr: 88)
Merendahkan sayap artinya, menyayangi, menyantuni, dan memerhatikan.
Semoga saja hati dan jiwa kita tergiring pada jalan kemuliaan menyantuni mereka sesuai kemampuan masing-masing. Amiin. (ISR)
والله اعلم وصباح النور